Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Alasan Trump Tetiba Mau Berdamai dengan Tiongkok, Presiden AS Ungkap Kondisi Hubungan Xi Jinping

Dalam pernyataannya, Trump menyebut tekanan tarif tinggi akhirnya membuat Beijing mau duduk bersama mencari kesepakatan.

Editor: Ansar
Facebook
TARIF DAGANG AS - Foto ini diambil pada Kamis (3/4/2025) dari Facebook The White House memperlihatkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berbicara selama konferensi pers setelah menandatangani kenaikan tarif dagang baru antara AS dan negara lain di dunia, di Gedung Putih di Washington, DC, AS pada Rabu (2/4/2025). Trump bersikeras bahwa semua langkah ini bagian dari “seni bertransaksi” untuk mencapai kesepakatan terbaik bagi AS. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Keputusan terbaru Presiden Amerika Serikat, Donald Trump soal tarif impor.

Trump tetiba mau berdamai dengan Tiongkok.

Ia mengklaim, Tiongkok bersedia untuk bernegosiasi setelah Washington berlakukan tarif impor hingga 145 persen terhadap produk-produk dari negara tersebut.

Dalam pernyataannya, Trump menyebut tekanan tarif tinggi akhirnya membuat Beijing mau duduk bersama mencari kesepakatan.

“Pada akhirnya mereka akan membuat kesepakatan dengan kita,” kata Trump, seperti dikutip CNBC.

Ia menyebut hubungan pribadinya dengan Presiden Tiongkok, Xi Jinping, tetap baik dan menjadi dasar keyakinannya bahwa kesepakatan dagang akan tercapai.

“Saya selalu berhubungan baik dengan Presiden Xi. Kami memiliki hubungan sangat baik. Saya pikir sesuatu yang positif akan datang,” ujarnya.

Meski beberapa produk teknologi seperti iPhone dan chip mendapat penangguhan tarif, dampak kebijakan ini meluas ke hampir seluruh sektor ekonomi AS.

Perusahaan di berbagai bidang—dari mainan hingga pakaian dan furnitur—melaporkan pembatalan massal pesanan dari Tiongkok.

“Produsen furnitur di Tiongkok mengalami penghentian total pesanan dari importir AS. Hal yang sama terjadi pada mainan, pakaian, alas kaki, dan peralatan olahraga,” ujar Alan Murphy, CEO Sea-Intelligence kepada CNBC.

Sementara itu, Brian Bourke dari SEKO Logistics menambahkan bahwa pemesanan dari Asia Tenggara mulai kembali, tapi dari Tiongkok masih lumpuh total.

Ekonom Erica York dari Tax Foundation menyebut bahwa tarif setinggi 145 persen “akan menghentikan sebagian besar perdagangan antara AS dan Tiongkok.”

Menurutnya, barang-barang yang tidak memiliki pengganti saja yang kemungkinan akan terus diimpor meski biayanya sangat tinggi.

Barang elektronik dan peralatan medis termasuk yang dikecualikan dari tarif karena sulit untuk diproduksi ulang di negara lain.

Langkah ini tidak cukup untuk meredam guncangan dalam rantai pasokan global.

Murphy menambahkan bahwa produsen kini mulai memindahkan produksi ke Asia Tenggara atau menurunkan harga ke pasar Eropa untuk bertahan.

 “Menyiapkan manufaktur teknis butuh waktu dan biaya besar,” ujarnya.

Tarif yang berubah-ubah juga memukul usaha kecil yang tidak punya kapasitas untuk menyesuaikan diri dengan cepat.

“Ini bukan beban yang bisa ditanggung oleh bisnis kecil,” kata Stephen Lamar, CEO American Apparel & Footwear Association.

Perusahaan pelayaran Maersk memperingatkan bahwa tarif baru akan memicu kekacauan logistik dan lonjakan tarif pengiriman dalam beberapa bulan ke depan.

Di tengah ketidakpastian, banyak barang kini terbengkalai di pelabuhan karena tak diambil atau tak dibayar.

Perusahaan seperti JS Cargo, FR8 Auctions, dan Merchandise USA kini membeli kargo terbengkalai itu untuk dijual di pasar diskon.

Sementara para pengirim barang memilih pendekatan “wait and see" saat banyak negara bingung dengan arah kebijakan perdagangan AS.

Tidak Dapat Arahan Jelas

Menurut laporan Politico, diplomat dari berbagai negara menyatakan bahwa mereka tidak mendapatkan arahan jelas dari pemerintahan Trump tentang apa sebenarnya yang diinginkan AS.

“Kami benar-benar tidak tahu apa yang diinginkan,” ujar seorang diplomat Asia yang ikut dalam negosiasi.

Gedung Putih mulai memprioritaskan negosiasi dengan mitra strategis seperti Vietnam, India, Korea Selatan, dan Jepang, sementara negara-negara lain menunggu giliran—tetap membayar tarif tinggi tanpa kepastian kapan bisa dinegosiasikan.

Trump memangkas sebagian tarif menjadi 10 persen untuk 90 hari ke depan bagi negara-negara tersebut, namun pengecualian itu tidak berlaku bagi Tiongkok.

Banyak negara akhirnya mengajukan permintaan formal untuk perundingan bilateral, termasuk Jepang yang mengirim pejabat tinggi ke Washington untuk membahas hambatan non-tarif.

Namun upaya menghapus hambatan nontarif justru dinilai akan memperumit negosiasi.

“Amerika ingin kita memiliki mobil yang tidak aman dan ayam yang sakit,” sindir William Reinsch dari CSIS.

Sementara negara-negara kecil dengan ekonomi lemah punya ruang negosiasi yang sempit untuk bisa lolos dari tarif tetap Trump sebesar 10 persen.

Trump bersikeras bahwa semua langkah ini bagian dari “seni bertransaksi” untuk mencapai kesepakatan terbaik bagi AS.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved