Opini Saparuddin Santa
PSU Palopo: Puncak Pertarungan Elit Partai dan Tokoh Politik Sulsel
Dengan Daftar pemilih tetap terakhir yang di tetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum ( KPU) sebanyak 125.572 pemilih dan jumlah TPS 260.
Oleh: Saparuddin Santa
Direktur Eksekutif Visi Indonesia Consulting
TRIBUN-TIMUR.COM - “Strategi tanpa taktik adalah jalan paling lambat menuju kemenangan. Taktik tanpa strategi adalah kebisingan sebelum kekalahan” – Sun Zu –Panglima Perang China.
Dalam kurun waktu kurang dari dua bulan kedepan, hampir seluruh mata politik di Sulawesi Selatan (Sulsel) akan tertuju ke Palopo, sebuah kota kecil dengan penduduk 180.518 jiwa (BPS,2024), terdiri dari 9 kecamatan dan 48 kelurahan.
Dengan Daftar pemilih tetap terakhir yang di tetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum ( KPU) sebanyak 125.572 pemilih dan jumlah TPS 260.
Dapat di pastikan bahwa Palopo akan jadi magnet politik paling riuh dalam hari-hari menjelang Pemungutan Suara Ulang (PSU) sebagai realisasi dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
PSU Palopo di tetapkan oleh KPU akan dilaksanakan pada hari Sabtu, 24 Mei 2025.
Bukan hanya karena ini satu-satunya PSU di Sulsel. Bukan juga karena PSU pada momen kali ini adalah sejarah pertama kalinya di lakukan PSU di Sulawesi Selatan secara utuh satu kabupaten/kota.
Tetapi juga karena Palopo adalah medan tempur terakhir dalam lima tahun kedepan, oleh para politisi lokal Palopo, para pekerja politik, tim bersama relawan, konsultan politik dan lembaga survei.
Tapi juga, ini adalah medan tempur pembuktian para elit partai pemegang otoritas politik di level Sulsel.
Bahkan boleh jadi para politisi nasional akan “melibatkan diri” dalam tarung terakhir 4 Pasangan Calon (Paslon) yang akan bertanding akhir Mei nanti.
Siapa saja yang akan turun gunung di Palopo?
Ramai jadi perbincangan warung kopi, baik itu ketika penulis singgah di warkop-warkop Kota Palopo dan sekitarnya, maupun jadi bahan diskusi panas di grup-grup wa politik dimana penulis menjadi anggota grup.
Bahwa, Palopo akan dikepung oleh para politisi yang menjadi partai pengusung para Paslon.
Dengan fakta selisih pada saat pemilihan pertama antara pasangan Trisal – Akhmad dan FKJ – Nur yang hanya selisih tipis, 595 suara ( Trisal – Akhmad 33.933 suara : FKJ – Nur 33.338 suara).
Dapat di pastikan bahwa pertarungan akan sangat sengit, dan keterlibatan para elit partai untuk memastikan dukungannya menjadi pemenang.
Sebutlah misalnya partai Nasdem yang di kawal oleh Rusdi Masse Mappasessu (RMS) di tingkat Sulsel.
Konon ( dalam obrolan warung kopi ), RMS akan “menerjunkan” seluruh kekuatan politiknya di Sulsel.
Baik itu Bupati- Bupati Nasdem yang sudah terpilih dan dilantik 20 Februari lalu, maupun para anggota DPRD Kabupaten dan Provinsi untuk ikut mendukung dan “mensupport” pasangan FKJ-Nur dalam memenangkan Pilwali Palopo demi “harga diri” partai Nasdem sebagai pemenang Pilwali sebelumnya ( 2018-2023).
Sama halnya dengan Nasdem, partai pengusung calon Naili Trisal – Akhmad, jika ingin mempertahankan kemenangan pada 24 Mei nanti, bisa dipastikan seluruh kekuatan partai pengusung ( Gerindra dan Demokrat ) akan di maksimalkan.
Sebagai “partainya” Presiden, Gerindra tentu malu jika harus takluk dan kalah dalam PSU kali ini. Tokoh-tokoh Gerindra dan Demokrat Se- Sulsel beserta pemenang Pilkada di daerah lainnya, harusnya juga melihat Pilwali Palopo sebagai pertarungan partai pengusung.
Lalu bagaimana dengan pasangan RMB-Atika? Dimana partai Partai Golkar sebagai pengusung utama dan di dukung oleh PKS.
Golkar tentu tidak ingin dianggap remeh, meskipun perolehan suara pada pemilihan pertama 27 November 2024 lalu mereka hanya mampu bersaing di posisi ketiga dengan capaian suara hanya 19.484.
Para tokoh partai dan Tim serta relawan pasti sudah banyak belajar dan mengevaluasi faktor-faktor yang membuat suara mereka terjun di angka tersebut.
Padahal Golkar adalah partai besar dan partai tertua di Sulawesi Selatan.
Mungkin sebaiknya para elit partai dan tokoh-tokoh sepuh Golkar Sulsel harus duduk kembali dan melihat Pilwali Palopo sebagai bagian dari
pertarungan martabat partai, sehingga ruh Gotong Royong itu bisa bangkit kembali dan mampu
memenangkan PSU.
Terakhir, Putri Dakka – Haidar Basir. Pasangan yang diusung partai PDI-P, PAN dan PPP ini, termasuk pasangan yang cukup fenomenal. Terutama calon Walikotanya, Putri Dakka.
Muncul sebagai calon yang diunggulkan sejak perhelatan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 lalu tapi tidak terpilih, dan maju kembali di Pilwali Palopo.
Nyatanya, pada pemilihan 27 November lalu, finis di posisi buncit dengan jumlah suara yang “tidak masuk akal” bagi para pendukungnya, yaitu 7.729 suara.
Kekalahan telak ini tentu memukul semangat dan psikologi pasangan ini dan para pendukungnya, diakui atau tidak.
Dengan tebaran kerja-kerja sosial yang sudah dilakukan oleh Putri Dakka jauh sebelum Pileg dan Pilwali, dan bahkan sebagian
besar kegiatan tersebut di hadiri dan dikerjakan langsung oleh Putri Dakka, tapi nyatanya masyarakat yang memilihnya sangat sedikit.
Kegagalan ini tentu harus menjadi perhatian dan evaluasi mendalam oleh tim dan partai pengusung. PDI-P, PAN, PPP mesti mengerakkan seluruh mesin partainya.
Dalam catatan penulis, selama aktif memantau dan melakukan survei di wilayah Luwu Raya ( termasuk Palopo) salah satu faktor utama kegagalan para calon meraih suara maksimal adalah manajemen tim dan logistik yang tidak terukur.
Manajemen tim yang dimaksud adalah “pengelolaan isu dan program, kinerja tim, serta jumlah logistik”.
Khusus Palopo, dalam sebuah survei yang lembaga kami lakukan sebulan sebelum pemilihan lalu, tepatnya di bulan Oktober 2024, terdapat anomali di kalangan pemilih, termasuk pemilih pemula dan gen Z ( pemilih yang seharusnya menjadi “pembeda”).
Mereka, tidak lagi memilih karena faktor figur ataupun investasi sosial para calon sebelumnya.
Mereka memilih karena faktor “kebutuhan” saat itu juga. Jadi akhirnya, para calon ( yang jumlah suara terakhirnya kecil )
terjebak pada; antara meyakini kinerja dan verifikasi akhir tim, dan kemampuan logistik berdasarkan kebutuhan di last minute.
Ini harus menjadi faktor perhatian semua calon, terutama yang merasa kemampuan logistiknya terbatas.
Di butuhkan strategi dan manajemen pengelolaan tim dan logistik yang terukur.
Menjaga Demokrasi dan Palopo yang damai
Apapun itu, dan siapapun yang ikut serta dalam pertarungan penentu Pilwali Palopo, sebagai warga negara yang baik, kita perlu mengajak semua pihak yang akan “melibatkan” diri dalam Mengepung Palopo, agar tetap menjaga kondisi tetap aman dan kondusif.
Bahwa politik hanya sebuah jalan, cita-cita utama adalah menjaga keberlangsungan demokrasi yang sehat, yang mampu melahirkan pemimpin yang di cintai warga dan mensejahterahkan masyarakat.
Lima tahun itu singkat untuk membangun sebuah daerah, jangan sampai perbedaan pilihan membuat gesekan tajam sehingga memperkeruh suasana dan justru melahirkan kepemimpinan yang di benci dan akhirnya tidak amanah dalam
mensejahterahkan warga Palopo.
Pilwali Palopo adalah milik orang Palopo. Masa depan kesejahteraan warga Palopo tidak di tentukan oleh para elit ataupun kekuatan dari luar Palopo, tapi oleh masyarakat Palopo sendiri.
Penyelenggara ( KPU) mesti benar-benar jujur dan adil dalam memperlakukan semua calon. Tabe, salamakki bertanding. Jaga Palopo.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.