Opini Aswar Hasan
Memaafkan Itu Sehat
Lebaran merupakan momen yang penuh makna bagi umat Islam setelah menjalani ibadah puasa
Oleh: Aswar Hasan
Dosen Fisipol Unhas
khudzil-‘afwa wa’mur bil-‘urfi wa a‘ridl ‘anil-jahilin. Jadilah pemaaf, perintahlah (orang-orang) pada yang makruf, dan berpalinglah dari orang-orang bodoh.
( al A’ raf:199)
Menurut Tafsir Tahlili, Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad dan juga umatnya menjadi orang yang pemaaf, dan tidak meminta sesuatu yang akan menyulitkan orang lain dan suruhlah orang mengerjakan dan mengucapkan yang makruf, berupa kebajikan yang dipandang baik oleh akal, agama dan tradisi masyarakat, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh, teruslah melangkah dalam berdakwah.
Lebaran merupakan momen yang penuh makna bagi umat Islam setelah menjalani ibadah puasa, Lebaran juga menjadi saat yang tepat untuk mempererat hubungan sosial melalui silaturahmi dan saling memaafkan.
Dalam perspektif psikologi, memaafkan memiliki dampak yang luar biasa bagi kesehatan mental dan fisik seseorang. Tidak hanya membawa kedamaian batin, tetapi juga dapat meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan.
Tinjauan Psikologis
Dalam psikologi, memaafkan didefinisikan sebagai proses melepaskan perasaan negatif seperti dendam, kemarahan, dan kebencian terhadap orang lain yang telah menyakiti kita (Worthington & Scherer, 2004).
Memaafkan bukan berarti melupakan atau membenarkan kesalahan orang lain, tetapi lebih kepada pembebasan diri dari beban emosional yang dapat berdampak buruk pada kesehatan mental dan fisik.
Ketika seseorang menyimpan dendam, tubuh mereka mengalami peningkatan hormon stres seperti kortisol, yang dapat memicu kecemasan dan tekanan darah tinggi (Luskin, 2002).
Dengan memaafkan, seseorang dapat melepaskan emosi negatif, sehingga membantu menurunkan tingkat stres dan meningkatkan kesejahteraan emosional.
Lawler et al. (2003) menemukan bahwa individu yang lebih mudah memaafkan memiliki tekanan darah yang lebih stabil dibandingkan mereka yang sering menyimpan dendam.
Dengan demikian, pemaafan dapat berkontribusi dalam menjaga kesehatan jantung.
Stres akibat kemarahan yang berlarut-larut dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, membuat seseorang lebih rentan terhadap penyakit.
Dengan memaafkan, tubuh dapat berfungsi lebih optimal dalam melawan infeksi dan penyakit lainnya.
8 Peraturan
Harriet Lerner, penulis buku The Dance of Anger dan Why Won’t You Apologize: Healing Big Betrayals and Everyday Hurts, selama dua dekade mempelajari tentang permintaan maaf dan orang-orang yang tidak dapat memberinya.
Ada sejumlah aturan agar permintaan maaf ini betul-betul ‘bekerja’. Dalam catatannya, setidaknya ada delapan aturan yang harus dipatuhi, yaitu:
1. Jangan ada ‘Tetapi
Permintaan maaf yang benar tidak memasukkan kata «tetapi» di dalamnya («Saya minta maaf, tapi ...»). «Tapi» secara otomatis membatalkan permintaan maaf, dan hampir selalu melahirkan opini baru di dalamnya.
2. Fokus pada tindakan Anda
Permintaan maaf yang benar tetap fokus pada tindakan Anda, bukan pada respons orang lain.
Misalnya, «Saya minta maaf karena Anda merasa sakit hati dengan apa yang saya katakan di pesta tadi malam.»
Itu bukan permintaan maaf. Sebagai gantinya, cobalah, «Saya minta maaf atas apa yang saya katakan di pesta tadi malam.
Itu tidak peka dan tidak beralasan.» Sebut perilaku Anda yang ingin Anda mintakan maaf dan minta maaf untuk itu, titik.
3. Sederhana saja, tak perlu berlebihan
Tetap fokus pada mengakui perasaan pihak yang terluka tanpa membayangi mereka dengan rasa sakit atau penyesalan Anda sendiri.
4. Jangan menyalahkan siapapun
Permintaan maaf yang tulus tidak terjebak pada siapa yang harus disalahkan atau siapa yang «memulainya».
Mungkin Anda hanya andil 25 persen dalam kesalahan itu dan mungkin orang lain memprovokasi Anda.
Tapi Anda tak perlu menyebut nama siapa yang memiliki andil terbesar. Cukup katakan, «Saya mohon maaf atas bagian saya dalam hal ini.»
5. Perbaiki sikap
Permintaan maaf yang benar harus didukung oleh tindakan korektif. Jika saudara Anda marah karena dia merasa membayar beberapa kali belanja Anda bersama-sama, minta maaf dan beri tahu dia bahwa Anda akan membayar untuk beberapa kali belanja berikutnya.
6. Jangan diulang
Permintaan maaf yang benar mengharuskan Anda melakukan yang terbaik untuk menghindari hal yang sama terulang.
Tak bijak jika meminta maaf dengan sangat baik dan kemu dian melanjutkan perilaku yang Anda mintakan maaf. Pastikan Anda tak akan mengulanginya di kemudian hari.
7. Bukan untuk membungkam orang lain
Permintaan maaf yang benar tidak boleh digunakan untuk membungkam orang lain (Misal, «Saya mengatakan saya sudah meminta maaf setidaknya 10 kali, tapi mengapa kamu masih membicarakan urusan itu?»).
Permintaan maaf juga tidak boleh digunakan sebagai jalan keluar cepat untuk keluar dari percakapan atau sengketa yang sulit.
8. Terima risiko bahwa tidak semua permintaan maaf diterima
Jika Anda tulis meminta maaf, tentu tak jadi soal diterima atau tidak permintaan maaf Anda.
Memperbaiki kesalahan mungkin menjadi bagian dari proses penyembuhan Anda, tetapi temukan cara lain untuk menyembuhkan jika orang lain tidak ingin mendengarnya dari Anda.
Sebuah luka serius atau pengkhianatan membutuhkan perbaikan dari waktu ke waktu untuk memulihkan kepercayaan.
Jadi seperti kata pemeo: biarkan waktu yang menyembuhkan semua luka. Wallahu a’lam bisawwabe.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.