Muammar Bakry
Ramadan dengan Cinta 25: Cinta Jagat
Namun di wilayah lain terjadi banjir karena meningkatnya air permukaan laut di daerah-daerah pesisir dan lain-lain.
Oleh: Muammar Bakry
Imam Besar Masjid Al Markaz Al Islami Jenderal M Jusuf
TRIBUN-TIMUR.COM - Pada dekade akhir-akhir ini, dunia disibukkan dengan isu perubahan iklim dan krisis lingkungan. 196 negara anggota PBB pada perjanjian Paris sepakat memperlambat laju pemanasan global di bawah 1,5-2 derajat celcius, namun hal itu tak mampu diwujudkan.
Dampak yang serius pada lingkungan kita yakni cuaca yang susah diprediksi, meningkatnya suhu dan gelombang panas yang membawa bencana alam, hilangnya berbagai spesies tumbuhan dan hewan, terjadi kekeringan dan gagal panen.
Namun di wilayah lain terjadi banjir karena meningkatnya air permukaan laut di daerah-daerah pesisir dan lain-lain.
Fenomena ini tentu berdampak pada kondisi sosial masyarakat kita mulai dari perekonomian hingga pada kesehatan manusia.
Ini berarti bahwa kerusakan alam dapat mengantar pada rusaknya tatanan sosial masyarakat kita, bahkan mengancam kehidupan makhluk dalam lingkungan kita.
Lingkungan yang terdiri dari benda hidup (biotik) seperti manusia, tumbuhan, hewan.
Dan benda tak hidup (a biotik) seperti air, udara (angin), tanah dan lain-lain.
Di antara makhluk yang paling berkepentingan dengan lingkungan adalah manusia, karena itu manusia diberikan amanah sebagai khalifah dengan fasilitas akal pikiran untuk mengelola, memelihara dan menjaganya.
Untuk menjaga keserasian (mizan) alam, kita diperintahkan berihsan. Berihsan dengan standar minimal adalah tidak merusak ekosistem alam.
Berihsan secara maksimal yakni melakukan hal-hal yang sifatnya transformatif untuk kemaslahatan lingkungan sesuai prinsip-prinsip keseimbangan hukum alam atau Sunnatullah.
Tidak membuang sampah di sembarang tempat adalah hal yang minimal dalam berihsan, tapi mengelola sampah menjadi hal yang produktif adalah berihsan secara maksimal.
Tidak merusak tanaman adalah hal yang minimal, tapi menanam pohon dan merawatnya bukti ihsan maksimal. Kalau tidak bisa membersihkan jangan mengotori, kalau tidak bisa menanam dan menyiram jangan menebang dan merusak.
Diperlukan sifat zuhud dalam menjaga bumi. Sikap berlebihan dalam mengeksploitasi alam adalah prilaku israf dan tabzir yang disenangi oleh setan.
Sikap spiritual dalam mengelola alam untuk kemaslahatan manusia sebagai tujuan hadirnya Syariah agar tidak menimbulkan kerusakan.
Karena itu dalam mengelola alam diperlukan Ekologi Spiritual yakni berinteraksi dengan lingkungan, dengan “menghadirkan” Tuhan dalam setiap aspek kegiatan. Merasakan bimbingan Tuhan dalam mengelola alam sebagai hamba dan khalifah.
Menerjemahkan potensi sifat-sifat Allah dalam berinteraksi dengan lingkungan misalnya meneladani sifat Rahman dan kasih sayang Allah.
Sehingga kita menjadi agen rahmatan lil alamin dalam mewujudkan keindahan, kenyamanan, kedamaian, dan kesejahteraan.
Ayat yang menyatakan kerusakan bumi karena ulah tangan manusia yang tidak menghadirkan Tuhan dalam suasana kebatinannya dalam mengelola alam.
Ayat 42 Surah arrum menyebutkan bahwa prilaku musyrik menjadi penyebab dan penggerak tangan berulah dalam melakukan tindakan pengrusakan alam.
Jadi musyrik dalam ayat tersebut bisa bermakna syrik dalam akidah, bisa juga bermakna syirik dalam perbuatan.
Syrik dalam perbuatan adalah orang yang memiliki orientasi material yang berlebih lebihan dengan mengabaikan nilai-nilai moralitas dalam bermuamalah dan mengelola alam ini.
Prilaku hidup yang merasa tidak diawasi oleh Allah swt, prilaku yang mengabaikan sifat keagungan Tuhan, jauh dari frekuensi ilahi yang membuat dirinya hilang kendali.
Agar tidak rusak kita harus berprilaku “Mushlih“, demikian QS. Huud ayat 117 Terjemahnya : Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.
Merawat dan mencintai jagat dengan menanam pohon sangat dianjurkan dan dianggap melakukan perbuatan sadaqah. “…. Rasulullah saw bersabda : tidaklah seorang muslim menanam tanaman, kemudian tanaman itu dimakan oleh burung, manusia, ataupun hewan, kecuali baginya dengan tanaman itu adalah sadaqah”. (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Anas).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.