Opini Qudratullah
Jurnalisme Dakwah: Transformasi Dakwah dalam Ruang Publik
Di sinilah jurnalisme dakwah hadir sebagai sebuah pendekatan yang menggabungkan aspek jurnalistik dengan nilai-nilai keislaman.
Oleh: Dr Qudratullah MSos.
Dosen Institut Agama Islam Negeri Bone
TRIBUN-TIMUR.COM - Dalam era digital yang serba cepat, media massa memainkan peran penting dalam membentuk opini publik dan memberikan informasi kepada masyarakat.
Namun, di tengah derasnya arus informasi, jurnalisme tidak hanya berfungsi sebagai penyampai berita, tetapi juga memiliki tanggung jawab moral dan sosial dalam menyampaikan nilai-nilai kebaikan.
Di sinilah jurnalisme dakwah hadir sebagai sebuah pendekatan yang menggabungkan aspek jurnalistik dengan nilai-nilai keislaman.
Jurnalisme dakwah bukan sekadar menyebarluaskan berita yang berkaitan dengan Islam atau kegiatan keagamaan.
Lebih dari itu, jurnalisme dakwah merupakan bentuk pemberitaan yang berlandaskan nilai-nilai Islam, baik dalam isi maupun cara penyampaiannya.
Prinsip dasar jurnalisme seperti kebenaran, objektivitas, dan keberimbangan tetap dijunjung tinggi, namun dengan tambahan aspek moral dan etika Islam yang menekankan kejujuran, keadilan, serta kemaslahatan umat.
Jurnalisme dakwah bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang lebih beradab melalui penyampaian informasi yang tidak hanya faktual tetapi juga bermuatan nilai-nilai Islam (Baharuddin, 2017).
Urgensi jurnalisme dakwah semakin meningkat seiring dengan maraknya berita hoaks, propaganda, dan eksploitasi isu-isu sensitif yang dapat memecah belah umat.
Dalam hal ini, jurnalisme dakwah berperan sebagai benteng moral yang menyajikan informasi berdasarkan prinsip amar ma'ruf nahi munkar, yaitu mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Jurnalisme dakwah juga memiliki fungsi edukatif yang kuat, karena berperan dalam membentuk pola pikir masyarakat berdasarkan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran.
Jurnalisme dakwah berakar pada ajaran Islam yang menekankan pentingnya menyampaikan kebenaran.
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman bahwa hendaknya ada segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar (QS. Ali Imran: 104).
Ayat ini menjadi landasan utama bagi jurnalisme dakwah, yang menuntut para jurnalis untuk tidak hanya menyampaikan berita, tetapi juga memastikan bahwa informasi yang disampaikan mengandung unsur dakwah yang konstruktif.
Jurnalisme dakwah tidak hanya menyajikan fakta, tetapi juga memiliki misi membentuk kesadaran kolektif masyarakat agar senantiasa berada dalam koridor nilai-nilai Islam (Hidayat, 2020).
Secara filosofis, jurnalisme dakwah berangkat dari pemikiran bahwa informasi memiliki kekuatan untuk membentuk persepsi dan tindakan masyarakat.
Oleh karena itu, jurnalisme yang berorientasi dakwah harus mampu memberikan dampak positif bagi pembaca, baik dari segi moral, sosial, maupun spiritual.
Meskipun memiliki peran yang mulia, jurnalisme dakwah menghadapi berbagai tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah bagaimana memastikan bahwa pemberitaannya tidak hanya mengakomodasi satu golongan atau mazhab tertentu dalam Islam.
Bias sektarian dapat mengurangi daya tarik jurnalisme dakwah di kalangan umat Islam yang lebih luas dan bahkan dapat menimbulkan perpecahan.
Selain itu, di era digital banyak berita yang beredar tanpa melalui proses verifikasi yang jelas.
Tantangan bagi jurnalisme dakwah adalah bagaimana menjaga kredibilitas dengan memastikan bahwa setiap berita yang disajikan sudah melalui proses verifikasi yang ketat dan tidak mengandung unsur propaganda yang dapat merugikan masyarakat.
Tantangan utama jurnalisme dakwah adalah “bagaimana tetap menjaga integritas jurnalistik di tengah kepungan media yang sering mengutamakan sensasi daripada kebenaran (Nasution, 2019).
Perkembangan teknologi digital juga menuntut jurnalisme dakwah untuk beradaptasi dengan platform baru seperti media sosial, podcast, dan video streaming.
Jika jurnalisme dakwah gagal beradaptasi, maka pesan yang ingin disampaikan akan sulit menjangkau khalayak luas, terutama generasi muda.
Selain itu, banyak media dakwah yang masih bergantung pada pendanaan dari organisasi tertentu, sehingga independensinya sering kali dipertanyakan.
Jurnalis dakwah harus menemukan model bisnis yang berkelanjutan agar dapat tetap beroperasi secara independen tanpa intervensi dari pihak-pihak tertentu.
Untuk menjadikan jurnalisme dakwah sebagai pilar informasi yang berkualitas, ada beberapa strategi yang dapat diterapkan.
Jurnalisme dakwah harus tetap berpegang pada prinsip dasar jurnalistik, seperti verifikasi data, keberimbangan, dan independensi dalam pemberitaan.
Berita yang disajikan harus berdasarkan fakta dan tidak bersifat spekulatif atau emosional.
Selain itu, jurnalisme dakwah harus menampilkan Islam sebagai agama yang rahmatan lil 'alamin.
Pemberitaan harus bersifat inklusif dan mampu merangkul berbagai kalangan, tanpa mengarah pada eksklusivitas atau fanatisme sempit.
Menurut Zuhdi, media dakwah yang efektif adalah yang mampu merangkul semua elemen masyarakat, bukan hanya kelompok tertentu (Zuhri, 2022).
Di era digital, media dakwah harus mampu beradaptasi dengan platform digital seperti YouTube, Instagram, dan TikTok untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah dalam format yang menarik dan mudah diakses oleh masyarakat luas.
Menggabungkan kemampuan jurnalis profesional dengan para ulama atau cendekiawan Muslim dapat menghasilkan pemberitaan yang tidak hanya akurat, tetapi juga memiliki kedalaman spiritual yang lebih kuat.
Selain menyajikan berita, jurnalisme dakwah juga harus mampu menghadirkan laporan investigatif yang mendalam terkait isu-isu sosial yang relevan dengan nilai-nilai Islam, seperti mengungkap ketidakadilan sosial, kemiskinan, dan eksploitasi yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Jurnalisme dakwah juga harus mampu menjaga independensinya dengan tidak berpihak pada kepentingan tertentu.
Selain itu, jurnalis dakwah juga harus memiliki kompetensi profesional dalam bidang jurnalistik agar berita yang disajikan tetap memiliki kualitas tinggi.
Dengan semakin berkembangnya teknologi informasi, masa depan jurnalisme dakwah sangat bergantung kemampuan beradaptasi dengan perubahan zaman.
Jika jurnalisme dakwah mampu memanfaatkan teknologi digital, memperkuat integritas jurnalistik, dan tetap berpegang pada nilai-nilai Islam yang universal, maka akan semakin relevan dan berpengaruh dalam membentuk opini publik.
Selain itu, jurnalisme dakwah harus mampu merespons isu-isu global yang berkaitan dengan umat Islam, seperti Islamofobia, konflik di dunia Muslim, serta peran Islam dalam pembangunan sosial dan ekonomi.
Dengan demikian, jurnalisme dakwah tidak hanya menjadi sarana informasi, tetapi juga sebagai alat transformasi sosial yang positif.
Seperti yang dikatakan oleh Rasyid bahwa jika jurnalisme dakwah ingin tetap relevan, maka harus mampu mengikuti perkembangan zaman tanpa kehilangan substansi dakwahnya (Rasyid, 2022).
Jurnalisme dakwah adalah sebuah pendekatan yang tidak hanya berfokus pada penyampaian informasi, tetapi juga bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai moral dan keislaman dalam setiap pemberitaan.
Dengan menghadapi tantangan secara bijak dan menerapkan strategi yang tepat, jurnalisme dakwah dapat menjadi sarana yang efektif dalam menyebarkan kebaikan serta memberikan pemahaman yang lebih luas tentang Islam kepada masyarakat.
Oleh karena itu, perlu adanya sinergi antara jurnalis, ulama, dan masyarakat dalam membangun ekosistem jurnalisme dakwah yang berintegritas dan bermanfaat bagi umat.
Peran Jurnalisme Dakwah sebagai Bentuk Transformasi Dakwah di Era Digital
Dalam era digital yang semakin berkembang pesat, dakwah tidak lagi terbatas pada mimbar-mimbar masjid atau majelis taklim.
Teknologi telah membuka ruang yang lebih luas bagi penyebaran nilai-nilai Islam melalui berbagai platform digital.
Dalam hal ini, jurnalisme dakwah memainkan peran krusial sebagai bentuk transformasi dakwah yang lebih modern, cepat, dan menjangkau audiens yang lebih luas.
Jurnalisme dakwah di era digital hadir sebagai medium penyebaran informasi yang tidak hanya faktual tetapi juga memiliki dimensi edukatif, inspiratif, dan transformatif bagi masyarakat Muslim maupun non-Muslim.
Jurnalisme dakwah merupakan bentuk komunikasi massa yang mengedepankan prinsip-prinsip Islam dalam penyampaian berita dan informasi.
Prinsip ini mencakup kejujuran, keadilan, objektivitas, serta nilai amar ma'ruf nahi munkar. Melalui pendekatan ini, jurnalisme dakwah tidak hanya berfungsi sebagai penyampai berita, tetapi juga sebagai agen perubahan sosial yang mengedukasi masyarakat tentang nilai-nilai Islam yang moderat dan inklusif.
Dengan demikian, jurnalisme dakwah berperan dalam membangun kesadaran keagamaan yang lebih luas dan memberikan pemahaman Islam yang lebih kontekstual sesuai dengan perkembangan zaman (Burhanuddin, 2017).
Jurnalisme dakwah juga memiliki peran dalam melawan misinformasi dan hoaks yang sering kali beredar di dunia maya.
Di tengah derasnya arus informasi yang tidak selalu dapat dipercaya, jurnalisme dakwah dapat menjadi sumber informasi yang valid dan kredibel bagi umat Islam.
Dengan mengedepankan verifikasi berita dan prinsip jurnalistik yang berbasis etika Islam, jurnalisme dakwah dapat menjadi garda terdepan dalam menjaga kesucian ajaran Islam dari distorsi informasi yang menyesatka.
Selain itu, jurnalisme dakwah berkontribusi dalam membentuk opini publik yang lebih positif tentang Islam.
Di banyak negara, Islam sering kali disalahpahami atau distereotipkan secara negatif. Melalui pemberitaan yang objektif dan berimbang, jurnalisme dakwah dapat membantu membangun citra Islam yang lebih humanis, damai, dan inklusif.
Hal ini penting untuk meredam Islamofobia serta memperkuat solidaritas antarumat beragama.
Namun, di balik potensinya yang besar, jurnalisme dakwah juga menghadapi berbagai tantangan.
Salah satunya adalah bagaimana memastikan bahwa konten yang disajikan tetap menarik tanpa kehilangan esensi dakwahnya.
Di era digital, persaingan konten sangat ketat, sehingga jurnalisme dakwah harus mampu berinovasi dalam menghadirkan narasi yang relevan dan tidak monoton.
Selain itu, tantangan lainnya adalah bagaimana menjaga independensi dan integritas jurnalistik dalam menghadapi tekanan dari berbagai pihak yang mungkin memiliki kepentingan tertentu (Rasyid, 2022).
Untuk menghadapi tantangan ini, jurnalisme dakwah perlu terus berkembang dengan memanfaatkan teknologi dan tren komunikasi terbaru.
Penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam analisis data, optimalisasi mesin pencari (SEO), serta pemanfaatan media sosial secara efektif adalah beberapa strategi yang dapat diterapkan agar jurnalisme dakwah tetap relevan dan berdaya saing.
Kolaborasi antara jurnalis Muslim, akademisi, dan ulama juga penting untuk memastikan bahwa konten yang disampaikan tetap memiliki kedalaman intelektual dan spiritual.
Dengan demikian, jurnalisme dakwah di era digital memiliki peran yang sangat signifikan dalam mentransformasikan dakwah menjadi lebih inklusif, modern, dan berdampak luas.
Sebagai sarana dakwah yang berbasis informasi, jurnalisme dakwah tidak hanya berfungsi sebagai penyampai pesan, tetapi juga sebagai alat untuk memperkuat pemahaman Islam yang lebih moderat, inspiratif, dan sesuai dengan tantangan zaman.
Oleh karena itu, pengembangan jurnalisme dakwah harus terus dilakukan agar tetap menjadi bagian dari solusi dalam membangun peradaban Islam yang lebih maju dan harmonis di era digital ini.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.