Dialog Budaya
Mengurai Pro-Kontra Haji Bugis, Prof Idham Bodhi: Mappatoppo Adalah Tradisi Bukan Rukun
Hal ini terungkap dalam Dialog Budaya ke-10 yang digelar di Aula Tribun Timur, Jl Cendrawasih, Makassar, Kamis (20/3/2025) sore.
Penulis: Erlan Saputra | Editor: Alfian
Ada kebanggaan, ada harapan, dan ada semacam ekspektasi sosial yang membuat tradisi Mappatoppo’ terus hidup.
"Jadi petugas pendidik ibadah untuk khususnya itu berat juga kalau kita menghadapi masalah-masalah di lapangan," ungkapnya.
Ia pun menegaskan pentingnya riset lanjutan terhadap tradisi ini.
Termasuk mempelajari implikasi budaya dan psikologisnya terhadap jamaah dan masyarakat.
Menurutnya, pemahaman atas fenomena ini tidak hanya memperkaya khazanah budaya Nusantara.
Namun juga membantu membangun pendekatan yang tepat dalam pembinaan ibadah haji di masyarakat yang sarat tradisi seperti Bugis-Makassar.
Adapun Tradisi Mappatoppo adalah salah satu tradisi khas masyarakat Bugis-Makassar yang dilakukan untuk menyambut kepulangan jamaah haji.
Secara harfiah, Mappatoppo’ berarti 'meletakkan' atau 'memakaikan'.
Dalam praktiknya, tradisi ini berupa pemakaian simbol-simbol kehormatan seperti peci atau serban kepada jamaah haji laki-laki, dan cipo’-cipo’ (kerudung khusus) kepada jamaah perempuan.(*)
Dialog Budaya Kupas Tuntas Tradisi Mappatoppo: Haji Bugis dalam Perspektif Budaya |
![]() |
---|
Dialog Budaya ke-9: Menelusuri Makna Puasa dalam Perspektif Berbagai Agama |
![]() |
---|
Tradisi Puasa Berbagai Agama Ritual Tua, Bukan Sekadar Pindahkan Jam Makan |
![]() |
---|
Tokoh Katolik Makassar Darius Allo Tangko: Puasa Bukan Sekadar Menahan Lapar, Tapi Menguatkan Iman |
![]() |
---|
Tribun Timur Jadi Tuan Rumah Dialog Gerakan Kedaulatan Budaya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.