Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Aswar Hasan

Penjara Khusus Koruptor

Keberadaan infrastruktur yang terisolasi tersebut dinilai penting untuk memastikan para koruptor tidak bisa kabur dari hukuman.

Editor: Sudirman
Ist
OPINI - Aswar Hasan, Dosen Fisipol Unhas 

Oleh: Aswar Hasan

Dosen Fisipol Unhas

TRIBUN-TIMUR.COM - PRESIDEN Prabowo Subianto menggagas pembangunan penjara khusus koruptor di pulau terpencil.

Keberadaan infrastruktur yang terisolasi tersebut dinilai penting untuk memastikan para koruptor tidak bisa kabur dari hukuman.

 ”Saya juga akan sisihkan dana buat (membangun) penjara disuatu tempat yang terpencil. Mereka tidak bisa keluar. Kita akan cari pulau, kalau mereka keluar biar ketemu sama hiu,”katanya.

Komitmen untuk memberantas korupsi dan menindak tegas para koruptor bukan pertama kali disampaikan Prabowo.

Dalam sebagian besar pidatonya di berbagai acara, Presiden kerap menyinggung haltersebut.

Bahkan, pada September 2024 atau sebulan sebelum dilantik menjadi presiden, ia sempat mengatakan akan menyisahkan anggaran khusus untuk mengejar koruptor yang lari
keluar negeri.

”Kalaupun dia lari ke Antartika, aku kirim pasukan khusus untuk mencari mereka di Antartika,” kata Prabowo saat itu.

Dihubungi secara terpisah, peneliti di Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Uniersitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Zaenur Rohman, mengatakan, dari pidato ke pidato Presiden Prabowo memang kerap menyampaikan ide tak biasa terkait pemberantasan korupsi.

Namun, ide itu hanya terkait dengan langkah yang tidak berkaitan satu sama lain.

Zaenur melihat, hal itu menunjukkan bahwa Presiden tidak memiliki gambaran besar mengenai hal yang perlu dilakukan untuk memberantas korupsi.

Penjara Khusus

Soal pembangunan penjara khusus koruptor, misalnya, menurut Zaenur itu tidak cukup untuk memberikan efek jera bagi koruptor.

Selama ini, Indonesia sudah memiliki penjara khusus koruptor di LembagaPemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, tetapi kasus korupsi belum bisa dihentikan.

Kasus korupsi terus terjadi karena hukuman penjara untuk koruptor tidak diiringi dengan pemiskinan melalui cara perampasan dan pemulihan aset yang dikorupsi.

Sayangnya, lanjut Zaenur, masih ada persoalan keterbatasan instrumen hukum dalam pemulihan aset.

Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki Undang-Undang Perampasan Aset.

Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang ada pun belum mengatur pengenaan denda yang tinggi untuk para koruptor.

Selain keterbatasan instrumen pemulihan aset, negara juga perlu mengupayakan reformasi aparat penegak hukum.

Hal itu krusial agar penegak hukum bisa menjalankan tugas tanpa pandang bulu.

”Beberapa hal itu yang harusnya dilakukan, sayang sekali itu tidak menjadi agenda yang ditawarkan Presiden. Presiden hanya menyampaikan pidato yang bombastis tanpa tindak lanjut,” kata Zaenur (Kompas, 14/3/2025).

Kekhawatiran Zaenur Rohman tersebut sangat beralasan disebabkan beberapa faktor, yaitu; Pertama, Undang-Undang tentang Perampasan Aset yang sangat penting itu, dalam
upaya pemberantasan korupsi karena dapat secara efektif memiskinkan koruptor dan mengembalikan kerugian negara, belum juga disahkan RUU di DPR RI.

Padahal sudah Lama dinantikan. Akibatnya, setelah koruptor bebas, ia masih menikmati hasil korupsinya.

RUU Perampasan Aset akan menjadi alat yang kuat untuk menindak koruptor secara efektif dan mengurangi insentif korupsi.

Tanpa regulasi ini, banyak pelaku korupsi yang tetap bisa menikmati kekayaannya meskipun telah dipenjara.

Oleh karena itu, percepatan pengesahan dan implementasi UU ini sangat diperlukan untuk memperkuat pemberantasan korupsi di Indonesia.

Kedua, Penjara khusus koruptor telah ada penjara khusus koruptor telah ada di Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Tetapi, tindak korupsi tidak berkurang dan efek jera bagi koruptor tidak juga mempan.

Mungkin ide President prabowo untuk penjara di sebuah pulau Yang terisolir dengan aturan yang khusus lagi ketat dengan sipir yang khusus dengan kontrol ketat, bisa membantu.

Tidak seperi di Sukamiskin yang seolah tempat tamasiah bagi koruptor.

Ketiga, Karena vonis hikuman koruptor masih ringan. Penjara bagi mereka hanya bagai waktu libur dari kesibukan selama ini.

Mungkin saatnya mempetimbangkan hukuman mati bagi mereka.

Hukuman mati di Indonesia menjadi perdebatan antara kelompok yang mendukung dan yang menolak: Pendukung hukuman mati berpendapat bahwa hukuman ini memberikan
efek jera bagi pelaku kejahatan berat dan melindungi masyarakat dari ancaman serius.

Sementatara penentang hukuman mati menganggap hukuman ini melanggar hak asasi manusia dan berpotensi terjadi kesalahan dalam penegakan hukum.

Bahwa hukuman mati di Indonesia masih diterapkan. Eksekusi hukuman mati masih dilakukan, terutama terhadap terpidana narkoba dan teroris.

Pertanyaanya apakah kejahatan korupsi mereka yang merugikan negara hingga triliunan itu, masih dipandang kecil?

Kita atau anda semua tentu tidak menginginkan negeri ini menjadikan surganya bagi para koruptor. Wallahu a’lam bissawabe.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved