Aliran Sesat di Maros
BREAKING NEWS: MUI Bongkar Aliran Sesat di Maros, Warga Resah
Dalam surat tersebut, MUI Maros menyatakan penyebaran ajaran ini telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Penulis: Nurul Hidayah | Editor: Saldy Irawan

TRIBUN-TIMUR.COM - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Maros resmi menyatakan ajaran Pangissengana Tarekat Ana’ Loloa sebagai aliran sesat.
Ajaran yang dibawa oleh Dg Bau ini dianggap menyimpang dari ajaran Islam.
Pernyataan ini tertuang dalam surat maklumat MUI Maros Nomor 50/M-MUI-MRS/III/2025 yang ditandatangani langsung oleh Ketua Umum MUI Maros, Syamsul Khalid.
Dalam surat tersebut, MUI Maros menyatakan penyebaran ajaran ini telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
MUI Maros juga meminta masyarakat untuk lebih waspada dan tidak mudah terpengaruh dengan ajaran yang bertentangan dengan Islam.
Salah satu hal yang menjadi dasar penetapan ajaran ini sebagai sesat adalah adanya perubahan dalam rukun Islam.
Jika dalam Islam rukun Islam itu berjumlah lima, ajaran Pangissengana Tarekat Ana’ Loloa justru mengajarkan l jumlah rukun Islam ada sebelas.
Selain itu, ajaran ini juga mengajarkan praktik ibadah haji yang menyimpang.
Para pengikutnya meyakini ibadah haji bisa dilakukan di Gunung Bawakaraeng, bukan di Mekkah.
MUI menegaskan hal ini bertentangan dengan syariat Islam, karena ibadah haji yang sah hanya bisa dilakukan di Tanah Suci sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Hadis.
Penyimpangan lainnya adalah ajaran ini dianggap tidak sejalan dengan petunjuk Al-Qur’an, Hadis, Ijma, dan Qiyas.
MUI menilai ajaran ini tidak memiliki dasar yang kuat dalam Islam dan justru berpotensi menyesatkan umat.
Saat ini, pimpinan ajaran tersebut, Dg Bau, telah dipanggil oleh pihak berwenang untuk memberikan klarifikasi terkait ajarannya.
Sebelumnya, Aliran sesat Pangissengana Tarekat Ana’ Loloa di Desa Bonto Somba, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan masih terus melakukan perekrutan pengikut.
Padahal pimpinan ajaran sesat ini sudah dilaporkan ke pihak berwajib.
Saat ini, jumlah pengikut aliran ini tercatat sebanyak 30 orang, mengalami peningkatan dari sebelumnya yang hanya berjumlah 27 orang.
Hal ini disampaikan Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Maros, Muhammad, Senin (10/3/2025) lalu.
Ia mengatakan pihaknya mendapati kegiatan aliran tersebut kembali aktif setelah beberapa waktu terakhir.
“Akhir-akhir ini, kegiatan untuk mempengaruhi masyarakat setempat kembali dilakukan,” katanya.
Ia mengatakan pengikut dari aliran ini diiming-imingi dengan pusaka yang dijual dengan harga bervariasi, mulai dari Rp300 ribu hingga Rp10 juta.
Para pengikut yang membeli pusaka tersebut diyakini akan mendapatkan surga, sebuah klaim yang jelas bertentangan dengan ajaran agama yang sah.
“Kalau beli pusaknya akan mendapat surga,” tuturnya.
Shalat yang dilakukan pun sangat singkat dan tidak memiliki dasar ilmu yang memadai.
“Shalatnya itu singkat sekali, tidak ada ilmunya, tidak sesuai ajaran kita,” ujarnya.
Ibadah puasa mereka lakukan juga tidak berlangsung selama 30 hari penuh.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.