Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

TNI

Ormas Sipil Tolak Revisi UU TNI, Khawatirkan Dwifungsi ABRI

Organisasi masyarakat sipil menolak Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI (UU TNI). 

Editor: Muh Hasim Arfah
Tribunnews.com/Gita Irawan
REVISI UU TNI - Sebenyak 19 organisasi masyarakat sipil menolak revisi Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI yang saat ini tengah digodok di DPR. Saat konferensi pers di Gedung YLBHI Menteng Jakarta Pusat pada Kamis (6/3/2025), mereka memajang foto lima perwira TNI aktif yang menduduki jabatan sipil di pemerintahan. 

TRIBUN-TIMUR.COM- Organisasi masyarakat sipil menolak Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia  (UU TNI ). 

Hal itu terungkap ketika 19 organisasi masyarakat sipil ikut Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi I DPR RI dengan pakar dan perwakilan LSM di DPR beberapa hari lalu.Mereka tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Sektor Keamanan.

Koalisi ini berisi antara lain Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI Nasional, dan Amnesty International Indonesia.

Kemudian juga ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, SETARA Institute, dan Centra Initiative.

Selain itu Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang, dan Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP).

Selanjutnya Public Virtue, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, dan Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN).

Terdapat 10 orang perwakilan yang hadir langsung dalam konferensi pers di Gedung YLBHI Menteng Jakarta Pusat pada Kamis (6/3/2025) dan ada dua orang yang menyampaikan pandangannya secara virtual.

Sejumlah poster dipajang di hadapan mereka yang menunjukkan penolakan terhadap revisi UU TNI atau RUU TNI.

Satu di antaranya menampilkan kolase lima foto perwira aktif TNI yakni Mayor Inf Teddy Indra Wijaya, Mayjen Maryono, Mayjen Irham Waroihan, Laksamana Pertama Ian Heriyawan, dan Mayjen Novi Helmy Prasetya.

Pada poster yang sama ditulis juga jabatan mereka yakni Sekretaris Kabinet, Irjen Kementerian Perhubungan, Irjen Kementerian Pertanian, Badan Penyelenggara Haji, dan Dirut Perum Bulog 

Selain itu, ditulis juga "Pengisian jabatan sipil oleh tentara aktif oleh pemerintah merupakan bentuk perlawanan terhadap supremasi hukum".

Mereka menolak di antaranya karena mengkhawatirkan sejumlah hal.

Kekhawatiran m terkait revisi UU TNI tersebut antara lain menyangkut potensi kembalinya dwi fungsi ABRI yang pernah berlaku pada masa Orde Baru melalui penempatan perwira aktif TNI di jabatan sipil, penghapusan pasal larangan berbisnis bagi prajurit, hingga potensi represi militer terhadap kebebasan berpendapat dalam konteks demokrasi.

Selain itu, mereka juga memandang proses revisi UU TNI saat ini gelap dan tidak transparan.

Wakil Ketua Bidang Advokasi YLBHI Arif Maulana memandang proses revisi UU TNI saat ini seperti halnya dengan proses revisi berbagai UU lain yang menurutnya mengabaikan prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan dalam UU 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved