Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kilas Tokyo

Keindahan dalam Kesederhanaan

Saya terkadang melihat mereka duduk sendiri di cafe menikmati secangkir minuman.

Editor: Sudirman
DOK TRIBUN TIMUR
OPINI - Kolumnis tetap Kilas Tokyo Tribun Timur, Muh Zulkifli Mochtar. 

Oleh: Muh Zulkifli Mochtar

TRIBUN-TIMUR.COM - SAYA merasakan kultur masyarakat Jepang ini sejak lama.

Saya terkadang melihat mereka duduk sendiri di cafe menikmati secangkir minuman.

Saya tidak tahu apa yang sedang dipikirkan, tapi ekspresinya terlihat begitu tenang, tanpa krasak krusuk dan damai. Sangat fokus dan bahagia menikmati minumannya.

Juga, teman kerja saya hampir setiap hari membawa makan siang berupa home made onigiri – semacam nasi yang dikepal menggunakan tangan hingga berbentuk sedikit bulat atau lonjong.

Onigiri teman hanya dibungkus sekedarnya dengan plastik cling wrap sederhana. Enak sekali katanya.

Betul-betul terlihat menikmati – meski hanya sekedar nasi onigiri saja, dalam ketenangan dan kesendiriannya beristirahat.

Dan masih sangat banyak lagi perilaku yang mirip mirip sama.

Minggu lalu tidak sengaja saya membaca sebuah tulisan di sebuah media online, akhirnya saya tahu pandangan hidup yang sudah lama saya amati ini.

Ternyata ini disebut Wabi Sabi-merupakan semacam filosofi pandangan hidup masyarakat Jepang yang tetap selalu berusaha menerima berbagai ketidaksempurnaan. Dan berusaha mencari sesuatu keindahan dalam keterbatasan itu. 

Wabi Sabi mendorong mereka untuk tetap berfokus pada kebahagiaan yang dimiliki, meski tidak sempurna, dibanding berharap kepada bentuk-bentuk lain yang tidak kita mereka punyai.

Selalu berusaha menerima kehidupan yang tidak sempurna. Pantas saja mereka betul-betul menikmati sekedar secangkir kopi dalam kesendirian.

Pantas saja nasi onigiri sederhana pun sudah cukup menikmatkan makan siang teman saya. Sebuah kursi kayu yang tua pun bisa terasa indah jika bisa menerima kondisi ketidaksempurnaannya.

Wabi Sabi adalah filosofi hidup yang selalu menekankan kesederhanaan, kebahagiaan atau keindahan dari berbagai bentuk ketidaksempurnaan.

Saya baca disebuah literatur, Seni merangkai bunga (ikebana) dan upacara minum teh Jepang yang dikenal dengan chanoyu atau sado juga merupakan ekspresi kultural Wabi Sabi masyarakat Jepang.

Upacara minum teh yang terkesan seperti kegiatan sangat sederhana, namun di dalamnya tersirat terdapat berbagai bentuk inti budaya tradisional Jepang mulai dalam proses persiapan teh, penyeduhan teh, hingga proses mulai menjamu tamu.

Inti upacara minum teh bukanlah pada teh itu sendiri, tetapi pada suasana yang diciptakan oleh ruang teh dan benda-benda di dalamnya. 

Filosofi hidup ini juga terlihat dalam semua segi kehidupan mereka. Dalam pola berbicara, juga dalam cara berpakaian.

Bahkan juga dalam bentuk bangunan mereka yang sering berdesain sederhana, tanpa bentuk fantastis spektakuler menghebohkan, juga tanpa warna warna menyolok.

Bentuk simple dan sederhana, Tapi tetap terasa eleganitas bangunan yang tak lekang dimakan waktu.

Filosofi ini juga tercermin dalam desain interior Jepang: berkesan naturalis, sederhana tapi tetap cantik, elegan dan minimalis.

Material bangunan yang digunakan juga umumnya berkarakter dekat dengan kekhasan dan kesederhanaan dengan harmoni alam lingkungan sekitar.

Desain sering menampilkan furniture serba minimalis, terkadang kita melihat hanya sebuah vas dan bunga cantik di tengah ruangan lapang dan kosong. 

"Minimalisme memang memiliki sejarah panjang di Jepang” menurut Mihoko Iida penyusun buku Japanese Interior, seperti ditulis Lindsay Baker di BBC.

Menurut Richard Powell, inti dari Wabi Sabi adalah mengakui tiga realitas sederhana dunia: tidak ada hal yang yang abadi, tidak ada yang selesai dan tidak ada yang sempurna. Untuk itu Tidak perlu malu dengan berbagai keterbatasan.

Ketidaksempurnaan adalah bagian dari hidup yang tidak bisa dihindari.

Saat ini kita telah memasuki bulan Ramadhan 1446 Hijriah – bulan yang mengajarkan kita untuk belajar hidup sederhana dan menikmati keterbatasan.

Filosofi hidup Wabi sabi ini sangat cocok untuk kita terapkan dalam kehidupan sehari hari.

Untuk mengurangi gaya hidup berlebihan tiada habisnya. Carilah kebahagiaan dan keindahan dalam kesederhanaan dan ketidaksempurnaan itu.

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved