Ternyata Bukan Cuma NPD, Ini Alasan Lain Kapolda Jabar Pecat Valyano Boni Raphael dari SPN
Valyano Boni Raphael dipecat dari SPN Polda Jabar enam hari sebelum pelantikannya sebagai anggota Polri.
TRIBUN-TIMUR.COM - Fakta baru terungkap dalam kasus pemecatan Valyano Boni Raphael, siswa bintara dari Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Jawa Barat (Jabar).
Diketahui, Valyano Boni Raphael dipecat dari SPN Polda Jabar enam hari sebelum pelantikannya sebagai anggota Polri.
Siswa Bintara SPN Polda Jabar itu dikeluarkan dari SPN pada 3 Desember 2024.
Valyano Boni Raphael dipecat karena disebut mengidap Narcisstic Personality Disorder (NPD).
Belakangan terungkap, ada alasan lain Valyano Boni Raphael dipecat atau dikeluarkan dari SPN Polda Jabar.
Hal tersebut diungkap Kepala SPN Polda Jabar Kombes Dede Yudy Ferdiansah dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI, Kamis (6/2/2025), dikutip dari YouTube TV Parlemen, Selasa (11/2/2025).
Dalam rapat tersebut, Kombes Dede Yudy Ferdiansah mengatakan bahwa dikeluarkannya Valyano juga karena tidak disiplin.
Dia mengungkapkan Valyano banyak tidak mengikuti jam pelajaran atau pendidikan sebagai standar minimal.
Adapun, kata Dede, persentase kehadiran Valyano hanya mencapai 19,33 persen.
"Yang bersangkutan tidak mengikuti pelajaran kelas sebanyak 132 jam pelajaran 12 persen dan perjalanan lapangan sebanyak 100 JP 8 persen. Sehingga keseluruhan 223 JP atau 19,33 persen."
"Dari aturan yang ada, melebihi 12 persen, 144 JP dari total 1.200 JP," jelas Dede.
Alasan lain, Valyano Boni Raphael pernah berbohong soal riwayat mengikuti pendidikan.
Dede mengatakan Boni berbohong saat proses Penelusuran Mental Kepribadian (PMK).
Ketika mengisi Litpers, yaitu tes untuk menelusuri latar belakang, sikap, dan cara hidup calon Bintara, Boni dikatakan mengaku tak pernah mengikuti pendidikan militer.
Tetapi, setelah pihak SPN Polda Jabar berkoordinasi dengan Komando Pembinaan Doktrin, Pendidikan, dan Latihan Sekolah Bintara TNI Angkatan Laut (Kodiklatal Seba TNI AL), diketahui Boni pernah mengikuti pendidikan pada 2023.
"(Boni) memberikan keterangan palsu. Yang Bersangkutan mengisi Litpers atau PMK, (mengaku) tidak pernah mengikuti pendidikan militer," ungkap Dede.
"Dari hasil koordinasi dengan Kodiklatal Seba TNI AL, Yang Bersangkutan pernah mengikuti pendidikan di Seba TNI AL gelombang 1 tahun 2023 selama dua bulan," imbuh dia.
Untuk memperjelas riwayat pendidikan militer Boni, Kodiklatal TNI AL mengirim surat kepada SPN Polda Jabar.
Dalam surat Komandan Kodiklatal TNI AL Nomor: R/758/XI/2024 tertanggal 12 November 2024, Boni disebutkan pernah mengikuti pendidikan sebagai siswa Dikmaba TNI AL angkatan XLIII/1 Tahun Ajaran 2023.
Meski demikian, Boni diberhentikan karena mengidap depresi berat.
Selain itu, kata Dede, menurut surat Kodiklatal TNI AL, Boni juga tidak mengikuti kegiatan belajar melebihi 10 persen dari seluruh jam pelajaran.
"Keputusan Komandan Kodiklat TNI AL, Yang Bersangkutan dikeluarkan dengan alasan memiliki penyakit depresi berat dengan gejala psikotik," jelas Dede.
Valyano, sambung Dede, juga karena dianggap malas.
Dengan berbagai alasan yang dikemukakan di atas, maka Kapolda Jabar Irjen Akhmad Wiyagus memutuskan untuk mengeluarkan Valyano dari SPN Polda Jabar.
Beda Kata Kabiddokkes dan Ipda Ferren soal Kondisi Kejiwaan Valyano
Perbedaan hasil pemeriksaan terhadap kondisi kejiwaan siswa SPN Polda Jabar, Valyano Boni Raphael yang dikeluarkan karena disebut mengidap NPD terungkap dalam rapat dengar pendapat Komisi III DPR.
Perbedaan tersebut terjadi antara hasil pemeriksaan yang dilaporkan oleh Kabbidokkes Polda Jabar, Kombes Nariyana dan anggota Bagian Psikologi Polda Jawa Barat, Ipda Ferren Azzahra.
Berdasarkan laporan dari Kombes Nariyana, Valyano dinyatakan tidak menderita gangguan jiwa.
Hal itu diketahui dari hasil pemeriksaan oleh dokter spesialis kejiwaan forensik di salah satu rumah sakit di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
"Hasilnya, bahwa siswa dinyatakan tidak ada gangguan jiwa. Pada terperiksa Valyano Boni Raphael, saat kini tidak ditemukan adanya tanda atau gejala gangguan jiwa yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari," kata Nariyana dalam RDP, dikutip dari YouTube TV Parlemen, Minggu (9/2/2025).
Nariyana menjelaskan Valyano juga dianggap masih memiliki potensi untuk menjalankan pendidikannya di SPN Jabar.
Hal itu, katanya, terbukti dengan tingkat intelektual Valyano yang masih dianggap batas normal.
"Memiliki potensi kecerdasaan yang tergolong rata-rata di atas IQ 109 atau skala PM 60," jelasnya.
Nariyana juga mengatakan Valyano dinyatakan mampu untuk menjalankan pekerjaan yang bersifat rutin dan terstruktur.
Kendati demikian, Nariyana mengungkapkan adanya kerentanan yang diderita oleh Valyano sehingga agak mengganggu yang bersangkutan untuk menjalani pendidikannya.
Pertama, Valyano tidak memiliki cara berpikir yang matang meski sebenarnya memiliki kemampuan untuk menyampaikan ide atau gagasan.
"Dan cenderung mencari solusi yang cepat dan instan ketika menghadapi suatu permasalahan atau menghadapi situasi dalam tekanan," jelas Nariyana.
Kedua, Valyano memiliki sifat ingin menonjolkan diri dan membutuhkan pengakuan dari orang lain.
"Sehingga, membuat terperiksa rentan untuk mengalami permasalahan karena sikap dan perilaku yang disalahartikan oleh lingkungan yang belum mengenalnya," jelas Nariyana.
Paparan Ipda Ferren
Pada kesempatan yang sama, hasil analisa terkait kondisi Valyano yang berbeda dengan Kabiddokkes disampaikan oleh anggota Bagian Psikologi Polda Jabar, Ipda Ferren Azzahra.
Mulanya, Ferren menjelaskan bahwa saat aktivitas berlari sambil bersorak meneriakan kata 'Brimob' adalah salah satu kriteria perilaku untuk memenuhi diagnosa NPD.
Dia menegaskan hal tersebut bukan menjadi acuan tunggal bahwa Valyano menderita NPD.
"Ada tiga kriteria NPD dari hasil wawancara kami yang masuk dari sembilan. Yang pertama yaitu (Valyano) merasa memiliki hak lebih."
"Kami mendapat data dari SPN bahwa yang bersangkutan itu tidak ingin dirawat di RS Polri saat impaksi gigi dan ingin dirawat di RS Siloam dan mendapat fasilitas terbaik," jelas Ferren.
Ferren menegaskan berdasarkan aturan dari SPN Jabar, bahwa segala pemeriksaan kesehatan dilakukan di RS Polri.
Selanjutnya, kata Ferren, Valyano memiliki sikap suka memanfaatkan orang lain.
"Kami mendapatkan juga informasi bahwa yang bersangkutan itu pernah menyuruh siswa lain untuk memukul punggungnya menggunakan sapu lidi dengan maksud seolah-olah dipukuli oleh pengasuh."
"Karena sudah dilakukan pemeriksaan, tidak terbukti adanya pemukulan atau penculikan tersebut," jelas Ferren.
Terakhir, Valyano memiliki sikap arogan dan angkuh.
Namun, belum selesai Ferren menjelaskan, sudah dipotong oleh Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni. (*)
Sumber: Tribunnews.com dan Tribunnews.com
Profil Irjen Rudi Setiawan Kapolda Jabar Bebaskan 670 Perusuh |
![]() |
---|
Sosok Rudi Setiawan Calon Wakapolri, Usut Tragedi Nikah Putra Dedi Mulyadi |
![]() |
---|
Jejak Karier Irjen Rudi Pimpin Olah TKP Tragedi Perikahan Anak Dedi Mulyadi |
![]() |
---|
Rekam Jejak Irjen Rudi Setiawan Bongkar Sindikat Penjualan Bayi di Jabar |
![]() |
---|
5 Hari Kapolda Jabar Berpangkat Bintang 3, Kini Kembali Bintang 2 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.