Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kabar Baik, Prabowo Subianto Izinkan Pengecer Jual Gas Elpiji 3 Kg

Prabowo Subianto telah meminta Kementerian ESDM yang dipimpin Menteri Bahlil Lahadalia agar mengizinkan kembali pengecer menjual elpiji 3 kg. 

Editor: Sudirman
TRIBUNNEWS / CHAERUL UMAM
GAS ELPIJI - Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/2/2025). Pengecer tetap diperbolehkan menjual gas elpiji 3 kg. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Pengecer tetap diperbolehkan menjual gas elpiji 3 Kg.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/2/2025).

Menurut Dasco, Prabowo Subianto telah meminta Kementerian ESDM yang dipimpin Menteri Bahlil Lahadalia agar mengizinkan kembali pengecer menjual elpiji 3 kg. 

"Setelah komunikasi dengan presiden, presiden kemudian telah menginstruksikan kepada SDM untuk perhari ini mengaktifkan kembali pengecer-pengecer yang ada untuk berjualan seperti biasa," kata Dasco.

Dasco menyebut kebijakan menjual elpiji 3 kg hanya melalui pangkalan, sebenarnya untuk membenahi harga di pengecer agar tidak mahal.

Baca juga: Pedagang Kelontong di Gowa Tolak Kebijakan Pembatasan Penjualan Gas Elpiji 3 Kg

Aturan-aturan yang ada nanti akan menertibkan harga elpiji subsidi supaya tidak mahal di masyarakat.

Dengan demikian, para pengecer akan diatur mengenai harga jual gas LPG 3 kg-nya, supaya tidak melonjak harganya.

Nantinya, pengecer akan menjadi sub-pangkalan, dengan aturan agar harga elpiji 3kg tidak mahal.

"Jadi pengecer yang akan menjadi sub-pangkalan ini akan ditentukan juga harganya sehingga harga di masyarakat itu tidak mahal," imbuhnya.

Diketahui, pemerintah melarang pengecer menjual elpiji 3 kg per 1 Februari 2025. Kini elpiji 3 kg hanya dijual melalui pangkalan.

Akibat kebijakan ini, sejumlah warga di beberapa lokasi di Jakarta mengalami antrean panjang demi mendapatkan elpiji 3 kg di pangkalan resmi.

Keluhan Warga

Di Sulawesi Selatan, warga dan pengecer gas 3 kg, ramai-ramai menolak kebijakan baru ini.

Andar (26), pemilik kios kelontongan di Jl Basoi Daeng Bunga, Kelurahan Bonto-bontoa, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, mengaku menolak kebijakan tersebut.

"Saya menolak kebijakan ini. Sebab, penjualan gas 3 kg di pangkalan akan menyusahkan warga. Selain itu, menjadi penjadi pengecer gas sudah menjadi mata pencaharian kami sebagai pedagang kecil," katanya.

Apalagi, lanjutnya, masyarakat sangat terbantu jika gas elpiji 3 kg dijual di pengecer atau di warung kelontongan.

"Masyarakat itu terbantu kalau kita (warung) jualan gas, karena kan biasa agen hanya buka sampai sore, kalau warung bisa sampai malam, bahkan 24 jam." ucapnya

"Untuk sekarang saya masih jual. Tapi kalau stok sudah habis pasti kami sudah tidak dapat jatah lagi.

Penolakan juga disuarakan Ali (51), pemilik kios kelontongan sekaligus pengecer gas 3 kg di Kabupaten Enrekang.

"Saya tidak setuju. Kasihan dengan orang yang tinggal di gunung kalau harus ke pangkalan untuk membeli gas,," ujar Ali, di warungnya, Senin (3/2/2025) siang.

Ali mengaku baru tahu dari wartawan kalau ada kebijakan baru hanya pangkalan yang boleh menjual gas 3 kg.

Menurutnya, masyarakat akan sangat terbebani kalau pengecer gas dihilangkan.

Soal harga elpiji 3 kg, Ali mengaku menjualnya Rp29 ribu per tabung.

Senada dengan Ali, pemilik kios lain, Lia (45), juga tidak setuju dengan aturan tersebut.

"Kasihan konsumen kalau harus jauh-jauh ke pangkalan untuk membeli gas. Untung kalau gasnya ada, kalau pas kosong, bagaimana," tutur Lia, di tokonya.

Pemilik pangkalan elpiji di Pasar Sudu, Enrekang, M Said Lahu (71), mengamini jika aturan baru tersebut dapat memberatkan masyarakat.

Sebab, keberadaan pengecer elpiji sangat membantu konsumen, khususnya yang tinggal jauh dari pangkalan.

Penjual bakso di Pasar Sudu, Kelurahan Kambiolangi, Kecamatan Alla, Kabupaten Enrekang, mengaku khawatir tidak kebagian gas 3 kg jika membeli di pangkalan.

"Susah juga, karena banyak orang antri di pangkalan, jadi kadang tidak kebagian," tutur Supri. 

Senada dengan Supri, Zainuddin, penjual Coto Makassar yang juga berjualan di Pasar Sudu, mengaku pasrah dengan berlakunya aturan tersebut.

"Mau gimana kalau sudah begitu. Tinggal diakali saja bagaimana supaya tidak bertambah biayanya," tutur Zainuddin.

"Kita lihat saja bagaimana situasinya, apakah kita masih diberdayakan sebagai pelaku UMKM," tuturnya.

Dia berharap elpiji 3 kg tetap dijual di warung-warung kelontongan.

Warga Kota Parepare, Sulawesi Selatan, meminta pemerintah tidak memberlakukan aturan tersebut.

"Saya dari tadi cari ini (gas) tidak ada di warung-warung lagi dijual," kata warga Kecamatan Soreang, Diva, Senin (3/2/2025).

Diva mengatakan, aturan penjualan elpiji 3 kg hanya di pangkalan atau agen justru mempersulit masyarakat miskin.

"Masalahnya tidak ada yang tahu, tiba-tiba tidak ada dijual begini. Harus di pangkalan, sementara pangkalan jauh semua, sementara kita butuh cepat karena mau digunakan," ungkapnya.

"Tidak ada bagusnya. Justru mempersulit kami, itukan untuk warga miskin. Sudah miskin, dipersulit lagi," ucapnya.

Di Bone, warga Kecamatan Amali, Darma, berharap aturan tersebut dibatalkan.

Sebab, pangkalan elpiji sangat jauh dari rumahnya.

"Selama ini kan saya beli di pengecer, di warung-warung dekat rumah. Kalau harus beli di pangkalan, itu jauh dari rumah," ujarnya.

Pemilik kios kelontongan di Kecamatan Amali, Ayu, dengan tegas mengatakan aturan tersebut mematikan sumber pendapatan pedagang kecil.

"Itu mematikan sumber pendapatan kami kalau dilarang menjual gas 3 kg. Padahal tidak seberapa untungnya," jelasnya.

"Sekarang ini stok di warung saya masih banyak, penjualan juga masih normal-normal saja. Tapi tidak tahu juga nanti untuk beberapa hari ke depan, siapa tahu masyarakat panik," tandasnya.

Di Kabupaten Maros, sejumlah kios kelontongan masih menjual tabung melon ini.

Salah satu pedagang, Zaharia, bahkan mengaku tidak tahu mengenai aturan baru ini.

“Aturan baru berarti, saya tidak tahu,” katanya saat ditemui di tokonya di Labuang, Kecamatan Turikale, Senin (3/2/2025).

Menurutnya, aturan baru ini sangat menyusahkan masyarakat.

Sebab, pangkalan elpiji biasanya terletak jauh dari rumah warga.

“Di rumah saya saja, itu pangkalan lokasinya jauh, bisa sampai 5 km. Sementara kalau pengecer itu hampir di tiap lingkungan ada,” bebernya.

Ia pun mengaku tak mampu untuk meningkatkan status tokonya menjadi pangkalan.

Sebab, membuka pangkalan membutuhkan modal yang sangat besar.

“Kalau eceran itu cukup 10-20 tabung saja, tapi kalau pangkalan itu harus lebih banyak, modal kami tidak sampai,” ungkapnya.

Salah satu pembeli, Abdul Rasyid mengaku lebih memilih membeli di pengecer meski harganya lebih mahal.

Di pengecer harga gas elpiji Rp20 ribu sementara di pangkalan hanya Rp18.000.

“Tidak apa-apa walau lebih mahal di pengecer tetap dibeli, karena lebih dekat. Kalau pangkalan, jauh, kadang kita butuh gas elpiji malam-malam, masa kita harus tempuh jarak sampai 3 km dulu, mending beli di warung,” tutupnya.

 

 

 

 

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved