Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Wawancara Eksklusif Tribun Timur

Berantas Stunting Bukan Hanya Urusan Pemerintah

Dalam Podcast Spesial HGN, hadir Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Sulsel, Hariani Djompa dan Direktur Jenewa Institute, Surahmansah Said.

Penulis: Hasriyani Latif | Editor: Hasriyani Latif
YouTube Tribun Timur
CEGAH STUNTING - Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Sulsel, Hariani Djompa (kanan) dan Direktur Jenewa Institute, Surahmansah Said (tengah) dalam Podcast Spesial HGN di studio Tribun Timur, Jumat (31/1/2025). Dalam pemaparannya, ereka memaparkan peran pemerintah dan lembaga non-pemerintah dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya asupan gizi seimbang untuk cegah stunting. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Hari Gizi Nasional (HGN) diperingati tiap 25 Januari.

Tujuannya menyebarluaskan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya memilih dan mengonsumsi makanan bergizi.

Dalam Podcast Spesial HGN Tribun Timur edisi Jumat (31/1/2025) hadir Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Sulsel, Hariani Djompa dan Direktur Jenewa Institute, Surahmansah Said.

Mereka memaparkan bagaimana peran pemerintah dan Lembaga non-pemerintah dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya asupan gizi seimbang.

Dipandu Host Fiorena Jieretno, berikut petikan wawancaranya:

Jenewa Institute seperti apa?

Surahmansah: Lembaga non pemerintah atau NGO lokal bergerak di bidang Kesehatan masyarakat, salah satunya gizi. Lembaga ini berdiri sejak 2020 dan menjadi mitra pemerintah/Dinkes dalam berbagai program diantaranya penguatan gizi di Sulsel. Kami bermitra sudah masuk tahun kelima dengan Dinkes Sulsel, UNICEF Indonesia, dam Tanoto Foundation.

Konsep makanan bergizi?

Surahmansah: Makanan dengan gizi seimbang. Beda usia beda porsi. Setiap individu punya porsi berbeda-beda sesuai kebutuhan. Kalau dulu ada istilah 4 Sehat 5 Sempurna itu sudah tidak digunakan. Sekarang lebih ke gizi seimbang.

Hariani: Konsep gizi seimbang diramu sedemikian rupa sehingga ada yang namanya Isi Piringku. Ini memudahkan masyarakat untuk mengetahui porsi karbohidrat, protein dan lainnya.

Makna tema hari gizi?

Hariani: Tahun ini mengusung tema Pilih Makanan Bergizi untuk Keluarga Sehat Menuju Indonesia Emas 2045. Tema ini mengajak elemen masyarakat untuk berkontribusi dalam menciptakan generasi yang siap menghadapi tantangan global. 
Tema ini menekankan pentingnya pola makan dan bergizi sebagai kebutuhan individu dan investasi jangka panjang bagi generasi pelanjut Bangsa Indonesia. Dengan memilih makanan bergizi, masyarakat tidak hanya memenuhi kebutuhan nutrisi sehari-hari, namun juga berkontribusi pada generasi akan datang.

Status gizi masyarakat Sulsel?

Hariani: Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2022 kondisi stunting lumayan tinggi di angka 27,04 persen. Di 2023, dari hasil pemantauan teman-teman di lapangan meski hasilnya belum keluar InsyaAllah akan turun. Ini menggambarkan status gizi balita di Sulsel.

Program yang akan dijalankan?

Surahmansah: Ada beberapa rangkaian kegiatan dalam rangka Hari Gizi Nasional. Yang sudah kami laksanakan seminar gizi kerja sama dengan Universitas Negeri Makassar (UNM). Pekan depan rencana webinar dengan narasumber dari Kementerian Kesehatan, UNICEF, dan Persatuan Ahli Gizi. 
Kampanye juga kami jalankan di beberapa daerah, seperti pencegahan stunting, wasting, gizi remaja, serta kelebihan gizi/obesitas.
Stunting harus selalu digaungkan. Selama masih ada kehamilan/kelahiran, calon-calon anak stunting akan selalu ada. Makanya kita tidak boleh lengah.

Stunting dan Wasting apa bedanya?

Surahmansah: Sama-sama kekurangan gizi, bedanya stunting sudah kronis atau berlangsung lama. Sedangkan wasting kekurangan gizi yang terjadi saat ini atau dikenal dengan istilah gizi buruk. Penanganan stunting lebih ke pencegahan saat masa kehamilan, setelah lahir sampai usia dua tahun. Inilah masa-masa paling efektif. Kalau gizi buruk punya standar penanganan sendiri. Wasting juga bisa menyebabkan stunting. Kalau tidak ditangani cepat dan tepat bisa menyebabkan kematian. 

Dampak edukasi yang diberikan?

Hariani: Untuk pencegahan tidak dimulai dari ibu hamil tapi remaja putri. Ada beberapa program, seperti pemberian tablet tambah darah. Remaja putri dalah calon-calon ibu hamil. Sekaligus meluruskan, masih banyak mindset yang mengatakan jika tablet penambah darah itu hanya untuk ibu hamil. Padahal mereka dipersiapkan untuk menjadi ibu hamil yang sehat. Edukasi seperti inilah yang harus diperbanyak. 
Kalau program KB pendekatan berbeda antara masyarakat perkotaan dan pedesaan. Masyarakat perkotaan mudah dijangkau dengan edukasi di media sosial. Sementara di pedesaan tergantung kondisi, seperti tidak ada jaringan internet harus gunakan media lain. Edukasi langsung ke masyarakat lewat kader. 
Tahun 2024 kami lakukan pelatihan kader untuk keterampilan 25 kompetensi yang harus mereka kuasai. Salah satunya, mereka mampu mengedukasi masyarakat terkait permasalahan yang dihadapi. 

Program yang sedang berjalan?

Hariani: Selain melatih kader, kami punya inovasi 'Aksi Stop Stunting'. Di 2024 kolaborasi dengan Poltekkes Makassar, Dinkes kabupaten/kota, puskesmas. Harapannya inovasi ini bisa diadopsi oleh mereka.

Pelatihan kader?

Hariani: Kader jumlahnya banyak, setiap posyandu ada kader minimal lima orang. Jumlah posyandu saja di Sulsel lebih dari 10 ribu. Pelatihan yang dilakukan kabupate/kota bertahap. Namun sembari pelatihan berjalan, metode/sosialisasi lainnya juga dilakukan.  

Peran NGO?

Surahmansah: Sangat strategis karena konsepnya kolaborasi. Semua punya peran masing-masing. Sifatnya penguatan. Ketika ada program, kami diskusikan dengan pemerintah program apa yang perlu dikuatkan. Salah satu yang kami dorong dalam beberapa tahun terakhir adalah pendekatan Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP). Ada empat pendekatan, yakni advokasi, mobilisasi sosial, komunikasi media, dan komunikasi antarpribadi.
Di Sulsel sudah punya pedoman sendiri terkait KPP untuk pencegahan stunting. Dan itu pertama di Indonesia. Pedoman ini sudah mulai dijabarkan ke-20 kabupaten/kota melalui strategi perubahan perilaku. 
Untuk mobilisasi sosial, bagaimana menggerakkan masyarakat nonkesehatan untuk turut serta berkontribusi mengedukasi.

Tantangan terbesar?

Surahmansah: Keterlibatan masyarakat nonkesehatan. Selalu ada kesan tanggung jawab program kesehatan milik Kesehatan/pemerintah. Di sini butuh kesadaran masyarakat untuk mensupport. 

Bagaimana dengan Anda?

Hariani: Kami mengharapkan komitmen pemerintah setempat, keterlibatan dari lintas sektor. Contohnya saat intervensi serentak. Sangat susah mendatangkan masyarakat ke posyandu. Padahal kalau masyarakat ke posyandu, kami bisa mengintervensi. 

Bagaimana dengan tablet tambah darah?

Hariani: Remaja putri di Sulsel yang mengonsumsi tablet tambah darah masih sekitar 58 persen. Butuh sosialisasi massif manfaat konsumsi tablet ini. Program Minum Tablet Tambah darah Serentak menyasar sekolah-sekolah (mulai SMP), minum sekali sepekan tiap Jumat.

Sudah berjalan berapa lama?

Hariani: Sudah dua tahunan. 

Dukungan ke program MBG?

Surahmansah: Makan Bergizi Gratis (MBG) sangat bagus. Luar biasa perhatian pemerintah untuk masyarakat. Kami sangat support lewat edukasi. Tujuannya agar penerima program paham seperti ini porsi ideal untuk anak SD, SMP, dan SMA. Yang kami dengar program ini juga nantinya kan menyasar ibu balita/ibu menyusui.
Lalu sanitasi, perlu cuci tangan sebelum makan, keamanan pangan. Prinsipnya kami akan support penuh program ini dan melihat posisi mana yang akan dikuatkan.

Peran dinas?

Hariani: Kami lihat dulu peran Dinkes seperti apa. Program MBG ada dua hal, makanan dan edukasi. Kemarin juga sudah ada suray edaran peran Dinkes dalam program ini. Kami lebih banyak ke pengawasan, seperti penyiapan makanan, ketahanan pangan, Kesehatan lingkungan.

Inovasi terbaru Dinkes Sulsel?

Hariani: Sudah berjalan satu tahun. Ada 5 lokus dalam satu desa. Pemilihan esa dengan pertimbangan tingginya angka stunting. Bagaimana masyarakat memilih makanan bergizi. Kami fasilitasi mereka mengatur menu. Bergizi bukan berarti mahal. Makanan berbasis lokal itu yang dimunculkan di menu, sehingga mereka punya pengetahuan mengolah makanan dari bahan lokal yang ada.
Tahun 2024 ada 120 lokus untuk 24 kabupaten/kota, berharap tahun ini ada pengembangan lagi.(*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved