Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Mappinawang Meninggal

In Memoriam Kak Mappi: Saya Anak Guru Dipaksa Masuk Pesantren, Tak Ada Garis Tangan Jadi Politisi

“Kau disebut orang bijak saat semua teman dan kenalanmu yang kukenal mengaku, ‘Saya orang paling dekat dengannya.’”

Penulis: Thamzil Thahir | Editor: Edi Sumardi
DOK TRIBUN TIMUR/KASWADI ANWAR
SOSOK MAPPINAWANG - Mappinawang semasa menjadi Ketua Tim Penjaringan dan Penyaringan Balon Ketua KONI Sulsel pada 2022 lalu. Mantan Ketua KPU Sulsel itu meninggal dunia, Selasa (28/1/2025), dan menyisakan duka bagi banyak sahabatnya. 

Thamzil Thahir

Editor In Chief Tribun TImur

ORANG bijak pernah menyitir definisi sederhana tentang orang baik:

“Kalau kau orang baik, kau tak pernah kehilangan teman. Justru teman yang kehilangan kamu.”

Si orang baik membalas:

“Kau disebut orang bijak saat semua teman dan kenalanmu yang kukenal mengaku, ‘Saya orang paling dekat dengannya.’”

Fatsun ini, seingatku, membekas dari sebuah artikel di majalah SANTRI saat aku menjadi santri pada akhir dekade 1980-an.

Majalah bulanan ini menjadi bahan bacaan “rebutan” di kalangan santri Sulsel dari dekade 1980-an hingga medio 1990-an.

Majalah berkala ini diterbitkan oleh anak-anak pesantren IMMIM “Putra” Ujungpandang pada awal dekade 1980-an.

Belakangan, kutahu salah satu inisiator majalah itu adalah guruku, AGH Baharuddin Assafa, di pesantren Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) Ujungpandang.

Dari guruku itu pula aku pertama kali mengenal nama Mappinawang—Kak Mappi.

Baca juga: Kenang Sosok Mappinawang, Nasaruddin Zailani: Tiap Ketemu Pasti Diberi Wejangan

Kak Mappi, ternyata, adalah salah satu pengelola majalah itu bersama Kak Indar Jaya, Kak Daswar, Kak Armin Mustamin Toputiri, dan beberapa nama “beken” lainnya dari masa Orde Reformasi di Sulsel.

Majalah SANTRI kemudian menjadi patron saat aku dan beberapa teman merintis majalah dinding Addariyah di kampus putra tsanawiyah DDI Mangkoso (1989) dan majalah dinding Al Hidayah di kampus MAPK (1992).

Saat menjadi kadet reporter surat kabar harian FAJAR pada akhir dekade 1990-an, aku mulai mengenal dan berinteraksi dengan Kak Mappi.

Suatu hari, di awal reformasi 1998, di kantor pengacara seniornya, Andi Rudianto Asapa, di Jalan Mappanyukki, Kak Mappi bercerita tentang perjuangannya menjadi pengacara pro bono untuk kasus hak ulayat lahan warga di Polewali Mamasa.

Di situ, rasa kagumku pada Kak Mappi semakin bertumbuh.

Baca juga: Isak Tangis Selimuti Rumah Duka Mappinawang Mantan Ketua KPU Sulsel

Oleh seniornya, seperti Kak Ilyas Amin, Rudianto Asapa, Nasiruddin Pasigai, Zohra A. Baso, Hamid Awaludin, Taslim Arifin, Christina Josep, dan banyak lagi, dia didaulat menjadi Ketua Aksi Pembela Pro Reformasi.

Organisasi ad-hoc ini adalah “organ bayangan” aktivis pro-demokrasi dengan afiliasi gerakan ke YLBHI Jakarta, yang dipimpin tokoh-tokoh seperti Adnan Buyung Nasution, Goenawan Mohamad, Bambang Widjojanto, dan banyak lagi.

Bagiku, Kak Mappi adalah sosok yang berwibawa.

Dia adalah pribadi yang mendahulukan kebutuhan daripada keinginan.

Dia memiliki idealisme pragmatik: uang bukan tujuan, melainkan hanya sarana mencapai tujuan.

Intonasi bicaranya datar, namun kalimat-kalimatnya lugas, tegas, dan pantas dijadikan kutipan.

Dia berperawakan tegar, dada bidang, dengan kumis dan senyuman yang selalu melekat.

Baca juga: Sosok Mappinawang di Mata Sudirman Natsir: Pribadi yang Sangat Baik

Kak Mappi adalah sosok narasumber sekaligus informan yang tak pelit berbagi cerita untuk berita.

Namun, dia juga bijak—tak pernah menjawab atau membagikan data jika tidak ditanya.

Dia ikut merintis beberapa organisasi pembela hukum berbasis isu publik strategis, seperti LBH Pers, Lembaga Perlindungan Anak (LPA), dan menjadi koordinator pembela kasus-kasus pro rakyat kecil. Kak Mappi juga sering mengabari kami soal isu lingkungan yang digarap WALHI.

Dia bahkan menjadi semacam “buku telepon berjalan” bagi para jurnalis di Makassar.

Nomor telepon dan latar belakang tokoh publik, aktivis, akademisi, pejabat, politisi, hingga preman, kerap kudapat darinya.

Ketika menjadi Ketua LBH Makassar (1997–2003) menggantikan Nasiruddin Pasigai, interaksinya dengan jurnalis semakin intens.

Dia adalah negosiator sekaligus mediator yang piawai. Sosok yang to the point, informal, peduli, dan teman ngopi yang asyik untuk dimintai nasihat.

Bersama Aidir Amin Daud, Ridwan Jonny Silama, dan Dr Darwis, seniornya di Fakultas Hukum Unhas, Kak Mappi mendapat amanah menjadi anggota KPU Sulsel.

Kala itu, aku adalah jurnalis desk politik yang bertugas meliput di kantor KPU Sulsel.

Aku ingat betul, empat komisioner pemilu provinsi sepakat menunjuk Kak Mappi sebagai Ketua KPU menggantikan Aidir Amin Daud yang mundur untuk melanjutkan karier di Kemenkum HAM Jakarta.

Di KPU, Kak Mappi banyak berinteraksi dengan politisi dan pengambil kebijakan strategis di tingkat lokal, regional, hingga nasional.

Selepas dari KPU, di momen pilkada langsung, banyak partai dan tokoh politik yang meminangnya menjadi calon kepala daerah di Selayar, tanah kelahirannya.

Namun, Kak Mappi tetap setia di jalur prodemokrasi. Dia menolak dan memilih tegas untuk tetap menjadi pembela di ruang sidang.

“Thamsil, saya ini anak guru yang dipaksa masuk pesantren. Tak ada garis tangan saya untuk jadi politisi,” katanya.

Sebagai kuasa hukum KPU di beberapa daerah, Kak Mappi pernah menghadapi tuduhan serius. Saat menangani perkara KPU Mamuju, dia sempat dicurigai menjadi money launderer.

Namun, dukungan mengalir deras. Aktivis, jurnalis, organisasi pengacara, ormas, politisi, hingga pengusaha ramai-ramai menjadi pembelanya.

Di pengadilan, hakim memutuskan Kak Mappi tidak terbukti bersalah.

“Mungkin itulah takdir saya. Mungkin dulu ada yang tersakiti saat saya jadi pengacara. Tapi saya juga yakin, buah-buah ikhlas saat jadi guru di IMMIM Putri dan Putra, saat masih mahasiswa, terbalas,” katanya suatu ketika.

Terakhir kali kita bertemu di selasar aula kampus UIN Alauddin di Samata, September 2024 lalu. Kau hadir sebagai Ketua Umum Ikatan Alumni Pesantren IMMIM (IAPIM) dan pembina paguyuban masyarakat Selayar.

“Tamsil, kau aktif juga di kegiatan sosial. Itu akan menyempurnakan imanmu,” ujarmu menasihati.

Selamat jalan, Kak Mappi.

Kau berpulang di momen Isra Mikraj, hari ketika Rasulullah diperjalankan ke Sidratul Muntaha.

Di bumi, kami memaafkanmu sebelum kau sempat meminta maaf.

Dari Ambon, kutitip doa semoga kuburmu terang benderang, dosa-dosamu diampuni, dan surga menjadi rumah abadimu.

Ambon, 28 Januari 2025

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved