Nurhasan Wafat
Anregurtta Mangkoso Berlinang Air Mata Tausiah di Sisi Jenazah Nurhasan: Siapkan Diri dengan Salat
Ketua Umum IADI Mangkoso KH Arham Basit bermalam di rumah duka. Hadir juga Prof Dr KH Muammar Bakry dan Ketua DDI Sulsel Prof Dr Andi Aderus Banua
TRIBUN-TIMUR.COM, MAROS - Suara Anregurutta Mangkoso, AGH Prof Dr M Faried Wadjedy, bergetar. Air bening mengalir di retina matanya.
Meski demikian, Anregurutta Mangkoso tak pernah terlihat mengusap mata. Apalagi mengeringkan air mata dengan tisu yang disediakan.
Anregurutta Mangkoso menyampaikan takziyah dalam Majelis Manasikul Janazah Nurhasan bin Najamuddin di Maros, Sulawesi Selatan, Kamis, 16 Januari 2025, pagi.
“Pada pagi hari ini, kita berkumpul di tempat ini, tidak ada yang membuat kita datang kemari untuk berkumpul kecuali tidak ada kita yang menduga dan tidak ada yang merencanakan sebelumnya bahwa hari ini kita akan datang ke tempat ini. Dan itulah kekuasaan Allah.”
Prosesi pelepasan jenazah Nurhasan bin Najamuddin dipandu mantan Ketua Umum Ikatan Satri dan Mahasiswa DDI Mangkoso Asal Maros (Istamar), KH Ibnu Hajar.
Rumah duka dan sekitarnya dipenuhi ribuan pelayat. Rerata mereka adalah alumni DDI Mangkoso.

Ketua Umum Ikatan Alumni DDI Mangkoso atau IADI, KH Arham Basit, bermalam di rumah duka.
Kiai Arham Basit mukim di Jakarta. Dia mengantar jenazah Nurhadan dari Jakarta ke Maros tadi malam.
Jenazah Nurhasan bin Najamuddin disambut oleh Bupati Maros AS Chaidir Syam di Bandara Hasanuddin, Rabu malam.
Hadir juga Imam Besar Al Markaz Al Islami yang juga Rektor Universitas Islam Makassar (UIM) dan Sekretaris Umum MUI Sulsel Prof Dr KH Muammar Bakry Lc MA serta Ketua Pengurus Wilayah DDI Sulsel Prof Dr KH Andi Aderus Banua Lc MA.
Beberapa kali Anregurutta Mangkoso, AGH Prof Dr M Faried Wadjedy, henti sejenak.
“Ananda Nurhasan telah memenuhi panggilan Allah...,” ujar Anregurutta Mangkoso.
“Mungkin ada cita-citanya belum tercapai. Tapi ternyata Allah SWT memanggilnya untuk mendapatkan yang jauh lebih tinggi dari apa yang dia cita-citakan,” kata Anregurutta Mangkoso menambahkan.
Anregurutta Mangkoso sedikit merunduk dan mengarahkan wajah ke jenazah Nurhasan ketika berkata, “Wahai hamba-Ku, daripada kamu capek-capek, kamu penat, untuk mengejar sesuatu yang walaupun kamu akan jadikan sebagai sarana untuk beribadah kepadaku, tapi karena kecintaanku, saya memanggil kamu mendapatkan sesuatu yang jauh... jauh...jauh... lebh tinggi daripada apa yang engkau cita-citakan.”
Anregurutta Mangkoso menatap kurus ke depan. Retina matanya semakin basah. Sejenak jeda. Hening. Hanya suara isak sesekali terdengar.
Anregurutta merunduk lagi ke arah jenazah Nurhasan bin Najamuddin lalu berkata, “Makanya, dia pun berangkat......”
Suara Anregurutta semakin bergetar dan terhenti. Seakan tak kuasa melanjutkan.
Suara Anregurutta Mangkoso semakin serak ketika berucap, “Tanpa pamit...daripada kita semua.”
Suara isak semakin jelas terdengar di sela keheningan.
“Dalam hidup ini ada tiga hal yang saling kejar mengejar, manusia, cita-citanya, dan ajalnya. Kita selalu mengejar cita-cita kita, tapi disadari ada ajal mengejar kita dari belakang.... Inilah hidup,” jelas Anregurutta Mangkoso.
“Oleh karena itu, tidak ada kata yang paling teap daripada mari kita menyiapkan diri.
Trdak ada jalan lain... Tidak ada jalan lain...,” katanya menambahkan.
Dengan wajah semakin basah air mata, Anregurutta Mangkoso melanjurkan nasihat kepada anak-anak dan hadirin.
“Ketika Allah SWT berfirman Qullu nafsin dzaiqatul maut..., setiap yang bernyawa itu pasti akan merasakan kematian. Ini isyarat agar kita memiliki dua kesiapan. Kesiapan pertama yaitu kita sendiri siap mati.... karena tidak ada jalan lain. Kesiapan kedua, ketika orang terdekat kita ditimpa kematian. Jadi siap mati dan siap kematian...”
Anregurutta Mangkoso jeda lagi. Seakan memberi kesempatan hadirin merenung.
Lalu melanjutkan lagi dengan berkata dalam Bahasa Bugis, “Jadi sediaki mateh, sediatokki amateng... dengan meninggalkan orang yang paling dekat dengan kita.”
Anregurutta Mangkoso lalu mengenang peristiwa 40 tahun silam.
Ketika itu, Anregurutta Faried Wadjedy baru enam bulan tiba kembali di Barru, setelah belasan tahun belajar di Mesir.
“Saya enam bulan ketibaan saya dari Kairo, ternyata tidak tidur di Mangkoso bersama Gurutta Mangkoso (AGH Amberi Said, ayah Anregurutta Faried Wadjedy). Saya tidur di Lapasu. Selesai Shalat Subuh, datang salah seorang adik saya yang bernama Salman, menyampaikan, dengan bahasa kita mengatakan, ‘Nasalaiki Etta...’. Saya tertegun... ‘Nasalaiki...’ Beliau meninggalkan kita. Terus yang terbetik dalam hati saya ‘Narapi’i roh passuke’na... (Bahasa Bugis: Sudah sampai berarti waktunya).
“Inilah yang terjadi pada Ananda Nurhasan. Tidak ada kata yang membuat kita lebih tetap kecuali ‘narapi’i roh passuke’na..’ Sebelum kita lahir sudah ada takdir memang, bahwa di sini batas kamu,” kata Anregurutta Mangkoso.
Anregurutta seakan merenung. Lalu berkata “Siapki....”
“Daaann... untuk tanda kesiapan kita, tolong...tolong...tolong... jangan lalaikan Salat lima waktu. Yang lain soal kedua, soal ketiga, tapi yang paling penting Salat Lima Waktu, karena inilah kuncinya surga,” jelas Anregurutta Mangkoso.(*)
Nurhasan bin Najamuddin
Nurhasan wafat
Anregurutta Mangkoso
Faried Wadjedy
Arham Basit
Muammar Bakry
Andi Aderus Banua
DDI Mangkoso
IADI Mangkoso
Chaidir Syam
Bandara Hasanuddin
AGH Faried Wadjedy Antar Kepergian Eks Calon Bupati Maros Nurhasan ke Pemakaman |
![]() |
---|
In Memoriam Nurhasan: Cacang, Definisi Hidup Kebaikan dan Keikhlasan |
![]() |
---|
Elite PB HMI Jelaskan Kenapa Menteri ESDM Bahlil Lahadalia Antar Jenazah Nurhasan ke Bandara Soetta |
![]() |
---|
Cacang, Definisi Hidup Kebaikan dan Keikhlasan |
![]() |
---|
Ketua Yayasan Ponpes DDI Mangkoso: Nurhasan Masa Depan DDI |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.