Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Banggar DPR Tuduh PDIP Inisiator Kenaikan PPN 12 Persen, Prabowo Hanya Eksekusi

Anggota Komisi XI DPR RI, itu menilai sikap PDIP terhadap kenaikan PPN sangat bertolak belakang saat membentuk UU HPP tersebut.

Editor: Ansar
Kolase Tribun-timur.com
Ketua Umum PDIP, Megawati dan Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Wihadi Wiyanto. Wihadi Wiyanto mengatakan, wacana kenaikan PPN 12 persen merupakan keputusan Undang-Undang (UU) Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Menurutnya, payung hukum itu merupakan produk Legislatif periode 2019-2024 dan diinisiasi oleh PDI Perjuangan (PDIP). 

Sebelumnya diberitakan, Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka justru meminta Presiden Prabowo Subianto membatalkan rencana kenaikan PPN sebesar 12 persen pada 1 Januari 2025. Keputusan diyakini akan berdampak besar kepada masyarakat.

Rieke menjelaskan bahwa penundaan kenaikan PPN 12 persen bertujuan untuk menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK) akan semakin meningkat. Selain itu, kenaikan PPN juga beepotensi akan menaikan harga kebutuhan pokok.

"Berdasarkan pertimbangan ekonomi dan moneter antara lain angka PHK meningkat, deflasi selama kurang lebih lima bulan berturut-turut yang harus diwaspadai berdampak pada krisis ekonomi dan kenaikan harga kebutuhan pokok," ujar Rieke kepada wartawan, Sabtu (21/12/2024).

Rieke menjelaskan argumentasi pemerintah untuk menaikkan PPN menjadi 12 persen sesuai pasal 7 UU Nomor 7 tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan dinilai juga tidak tepat. Dia meminta pemerintah harus mengambil secara utuh aturan tersebut.

Dalam Pasal 7 ayat (3) UU tersebut, tarif pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen setelah berkonsultasi dengan alar kelengkapan DPR RI.

Dalam UU itu juga dijelaskan, Menteri Keuangan RI diberikan kewenangan menentukan besaran PPN perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga kebutuhan pokok setiap tahunnya.

"Saya sangat mendukung Presiden Prabowo menunda atau bahkan membatalkan rencana kenaikan PPN 12 persen," jelasnya.

Sebagai gantinya, Rieke mengusulkan pemerintah menerapkan dengan tegas self assessment monitoring system dalam tata kelola perpajakan. 

Di antaranya, perpajakan selain menjadi pendapatan utama negara, berfungsi sebagai instrumen  pemberantasan korupsi, sekaligus sebagai basis perumusan strategi pelunasan utang negara.

Selain itu, terwujudnya satu data pajak Indonesia, agar negara mampu menguji SPT wajib pajak,  akurasi pemetaan, perencanaan penerimaan dan pengeluaran negara secara komprehensif, termasuk pendapatan yang legal maupun ilegal.

"Dan memastikan seluruh transaksi keuangan dan non- keuangan wajib pajak, wajib dilaporkan secara lengkap dan transparan," jelasnya.

Di sisi lain, Rieke juga meminta dana pembangunan infrastruktur wajib dengan skala prioritas  lyang memengaruhi hajat hidup orang banyak.

"Inovasi dan kreativitas mencari sumber anggaran negara yang tidak membebani pajak rakyat dan membahayakan keselamatan negara, termasuk segera menghimpun dan mengkalkulasikan dana kasus-kasus korupsi, serta segera dikembalikan ke kas negara," pungkasnya.

Diberlakukan pada 2025

Diketahui, pemerintah telah memutuskan untuk tetap memberlakukan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang mulai berlaku pada 1 Januari 2024.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved