Opini Zaenuddin Endy
Pesan Puang Ramma: Jangan Kecewakan Ulama
Di Sulawesi Selatan, NU tumbuh dengan kekuatan kearifan lokal, berkat tokoh-tokoh seperti Syekh Sayyid Djamaluddin Assegaf atau Puang Ramma.
Oleh: Zaenuddin Endy
Koordinator Kader Penggerak NU Sulsel
TRIBUN-TIMUR.COM - NAHDLATUL Ulama (NU) adalah warisan besar yang tidak hanya menjadi organisasi, tetapi juga wadah perjuangan para ulama untuk melestarikan nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jamaah.
Di Sulawesi Selatan, NU tumbuh dengan kekuatan kearifan lokal, berkat tokoh-tokoh seperti Syekh Sayyid Djamaluddin Assegaf atau Puang Ramma, ayah dari Puang Makka.
Beliau adalah salah satu muassis (pendiri) dan penggerak NU Sulawesi Selatan yang menyampaikan pesan penting: “NU dibangun oleh para ulama, maka lanjutkan perjuangan dan jangan kecewakan mereka.”
Pesan ini tidak hanya menjadi pengingat akan sejarah, tetapi juga panduan tentang bagaimana kita, warga Nahdliyin, harus ber-NU dengan cara yang arif dan penuh keikhlasan.
Di tengah perubahan zaman, pesan ini mengingatkan bahwa NU bukan sekadar organisasi formal, tetapi adalah amanah yang harus dijaga dengan sepenuh hati.
Sejak awal, NU tidak dibangun dengan ambisi pribadi, melai1nkan dengan keikhlasan para ulama yang ingin melindungi umat dari tantangan zaman.
Para pendiri NU, seperti KH. Hasyim Asy’ari, memahami bahwa Islam yang moderat dan toleran harus dijaga agar tetap relevan di tengah arus modernitas.
Di Sulawesi Selatan, perjuangan ini dilanjutkan oleh tokoh-tokoh seperti Puang Ramma, yang membawa nilai-nilai NU ke dalam kehidupan masyarakat Bugis-Makassar.
Puang Ramma mengajarkan bahwa ber-NU bukanlah soal jabatan atau pengakuan, tetapi tentang pengabdian kepada umat.
“Ber-NU dengan hati yang ikhlas” adalah prinsip yang selalu beliau tekankan.
Sebagai organisasi yang lahir dari keikhlasan, NU harus terus dijaga oleh orang-orang yang memiliki niat tulus untuk melayani, bukan oleh mereka yang hanya mencari popularitas atau kekuasaan.
Di era modern, NU menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Globalisasi, digitalisasi, dan perubahan sosial membawa peluang sekaligus ancaman.
Dalam situasi ini, ber-NU dengan cara yang arif menjadi sangat penting. Ber-NU dengan cara arif berarti memahami konteks zaman, menghormati tradisi, dan mencari solusi yang bijaksana untuk tantangan yang dihadapi umat.
Cara-cara arif yang diajarkan oleh ulama terdahulu, seperti berdialog, bermusyawarah, dan menghargai perbedaan, harus terus dilestarikan.
Ber-NU tidak hanya soal struktur organisasi, tetapi juga soal bagaimana kita menghidupkan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari. Dalam setiap tindakan, kita harus bertanya: Apakah ini sesuai dengan tujuan mulia NU. Apakah ini membawa manfaat bagi umat.
Keikhlasan adalah kunci utama dalam menjaga NU. Seperti yang disampaikan Puang Ramma, NU dibangun oleh para ulama dengan keikhlasan, dan hanya dengan keikhlasan pula organisasi ini bisa terus berkembang.
Keikhlasan berarti bekerja untuk kebaikan umat tanpa mengharapkan imbalan atau pengakuan. Keikhlasan juga berarti menempatkan kepentingan umat di atas kepentingan pribadi atau kelompok.
Generasi muda NU harus memahami bahwa keikhlasan bukan hanya soal niat, tetapi juga soal tindakan.
Ber-NU dengan hati yang ikhlas berarti terlibat aktif dalam kegiatan organisasi, membantu sesama, dan menjaga integritas. Ini adalah cara untuk menghormati warisan para ulama dan memastikan bahwa NU tetap berada di jalur yang benar.
Salah satu pesan penting dari Puang Ramma adalah menjaga khittah NU. Khittah NU adalah panduan moral dan spiritual yang menjadi dasar perjuangan organisasi ini.
Menjaga khittah berarti memastikan bahwa NU tetap fokus pada pelayanannya kepada umat, bukan pada ambisi politik atau kepentingan pribadi.
Menjaga khittah juga berarti ber-NU dengan cara yang arif, seperti yang diajarkan oleh para ulama. Ini berarti menjaga nilai-nilai moderasi, toleransi, dan inklusivitas dalam setiap langkah yang diambil.
Ketika NU mulai menyimpang dari khittah-nya, maka organisasi ini akan kehilangan esensinya sebagai pelayan umat.
Pesan Puang Ramma secara implisit mengingatkan kita bahwa NU adalah rumah besar umat, bukan alat politik.
Ketika NU mulai dijadikan alat untuk kepentingan tertentu, maka nilai-nilai luhur yang menjadi fondasinya akan terancam.
Ber-NU dengan hati yang ikhlas berarti menempatkan NU di atas segala kepentingan duniawi.
Sebagai organisasi yang melayani umat, NU harus tetap independen dan berfokus pada misi utamanya: menjaga ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah dan memperjuangkan kemaslahatan umat. Ini adalah tugas berat, tetapi dengan keikhlasan dan kearifan, kita dapat melaksanakannya.
Pesan Puang Ramma adalah pengingat abadi bahwa NU adalah amanah yang harus dijaga dengan keikhlasan dan kearifan.
Generasi penerus NU memiliki tanggung jawab besar untuk melanjutkan perjuangan para ulama pendahulu, seperti Puang Ramma, yang telah berjuang dengan sepenuh hati untuk menjaga nilai-nilai NU.
Ber-NU dengan cara yang arif berarti memahami konteks zaman, menghormati tradisi, dan mengambil langkah-langkah bijaksana untuk menghadapi tantangan.
Ber-NU dengan hati yang ikhlas berarti bekerja untuk kebaikan umat tanpa mengharapkan imbalan atau pengakuan.
Dengan cara-cara ini, kita tidak hanya menjaga NU tetap relevan, tetapi juga menghormati warisan para ulama yang telah mendahului kita.
Sebagai warga Nahdliyin, mari kita lanjutkan perjuangan ini dengan penuh keikhlasan dan kearifan.
Jangan pernah mengecewakan para ulama yang telah mendirikan NU dengan penuh pengorbanan. Karena seperti yang sering disampaikan oleh para ulama, “Keikhlasan adalah kunci keberkahan.” Wallahu A’lam Bissawab. Alfatihah.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.