Pilkada 2024
9 Daerah di Sulsel Rawan Tinggi Jelang Pemilihan 27 November, Pinrang Teratas
Ada sembilan daerah rawan tinggi berdasarkan Pemetaan Kerawanan Pemilihan (PKP) Bawaslu RI.
Penulis: Faqih Imtiyaaz | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Polisi Daerah (Polda) Sulawesi Selatan mencatat daerah rawan tinggi jelang pencoblosan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 27 November mendatang.
Hal ini disampaikan Dirsamapta Polda Sulsel, Kombes Pol Setiadi Sulaksono dalam diskusi 'Pilkada Damai dan Sulsel Tangguh' di Aula Prof Syukur Abdullah, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin, Makassar, Kamis (21/11/2024).
Ada sembilan daerah rawan tinggi berdasarkan Pemetaan Kerawanan Pemilihan (PKP) Bawaslu RI.
Mulai dari Kabupaten Pinrang diperingkat teratas.
Lalu Bulukumba, Takalar, Luwu, Maros.
Kemudian Barru, Palopo, Wajo, Pangkep.
Daerah ini akan mendapat perhatian serius untuk pengamanan menghadapi 27 November.
Dalam PKP Bawaslu RI Sulsel berada di peringkat 4 rawan tinggi.
Sementara itu data terbaru versi Indeks Potensi Kerawanan Pilkada (IPKP) Baintelkam Polri, Sulsel turun di peringkat ke-10.
Kombes Pol Setiadi sudah mengungkapkan faktor penyebab potensi kerawanan.
"Potensi kerawanan seperti konflik antar pendukung paslon," kata Kombes Pol Setiadi.
Dirinya mencontohkan kejadian di Pilgub Sulsel.
Sewaktu debat kandidat kedua, tensi pendukung meningkat sampai adanya bentrokan.
"Lempar-lemparan itu, didalam tenang. Bahkan anggota kami ada kena saat pengamanan," katanya.
Berikutnya negative campaign, jadi perhatian Polda Sulsel.
"Banyak berita hoax, jadi dipantau terus," lanjutnya.
Kemudian money politics rawan terjadi di masa tenang pilkada.
Selanjutnya serangan cyber juga bisa saja menganggu keamanan pilkada serentak.
Selain itu, Polda Sulsel tengah fokus pada distribusi logistik.
Begitu juga terkait netralitas ASN, Polri dan TNI jelang hari pencoblosan.
Sebelumnya Ketua Ikatan Cindekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Prof Arif Satria menyebut kecenderungan saat ini adanya politik elektoral yang berbasis transaksional.
Kondisi ini umum terjadi bahkan perlahan meredupkan politik substansial.
Padahal substansial itu penting untuk melihat kemampuan pemimpin.
"Kita perlu menata ulang sistem politik di Indonesia agar lebih menjunjung tinggi nilai kejujuran dan lebih nilai politik substansial," kata Prof Arif Satria.
"Jadi pola pemimpin yang dilahirkan dari pilkada, pilgub atau pilwali itu kita menjunjung tinggi meritokrasi. Orang yang punya visi, kemampuan itu yang dipilih, bukan hanya karena finansial yang kuat," lanjutnya.
Selama ini, Prof Arif Satria melihat sistem politik di Indonesia kian tidak inklusif.
Sebab praktik politik kini seolah-olah memilih pihak yang memiliki kekuatan finansial.
Hal ini disebutnya bahkan diakui oleh ketua-ketua partai.
Prof Arif Satria mengaku ada nilai-nilai yang harus dijaga dalam proses berpolitik.
Nilai ini membawa pemilih dalam politik substansial.
"Nilai kejujuran, kesantunan bertanggungjawab, untuk bisa membuat negara kita bisa mencapai kesejahteraan," jelasnya.(*)
Laporan Wartawan Tribun-Timur.com, Faqih Imtiyaaz
Pasangan Mari-Yo Unggul Sementara di PSU Pilgub Papua 2025 Berdasarkan Exit Poll |
![]() |
---|
Cetak Sejarah Suara Terkecil, Putri Dakka-Haidir Basir Anjlok di PSU Palopo Sentuh 0,3 Persen |
![]() |
---|
Bawaslu Palopo Imbau Penertiban APK Jelang Masa Tenang PSU Pilkada |
![]() |
---|
Sosok Santi Parida Dewi, Dibayar Rp64 Juta Supaya Memilih di Pilkada Barito Utara |
![]() |
---|
Ayah-Anak Gagal Pilkada 2024, Nadalsyah Kalah Pilgub Kalteng, MK Gugurkan Akhmad Gunadi karena Uang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.