Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Aswar Hasan

Lima Ukuran Calon yang Harus Dipilih di Pilkada

Padahal, elektabilitas sesosok Kepala Daerah seharusnya merupakan resultante dari variabel lainnya.

|
Editor: Sudirman
Ist
Aswar Hasan, Dosen Fisipol Unhas 

Oleh Aswar Hasan

Dosen Fisipol Unhas

TRIBUN-TIMUR.COM - Penulis sependapat dengan Rocky Gerung bahwa yang merusak demokrasi di Pilkada adalah karena keterpilihan itu semuanya dinilai dari aspek tingkat elektabilitas sepasang calon.

Padahal, elektabilitas sesosok Kepala Daerah seharusnya merupakan resultante dari variabel lainnya.

Seharusnya variabel yang dibutuhkan kepala daerah untuk pemerintahan yang good governance lagi demokratis dan berkomitmen karena beridealime berdasarkan visi dan misinya (bukan dibuatkan).

Pilkada seringkali menjadi ajang pertarungan sengit antar calon pemimpin daerah.

Dalam persaingan yang ketat, elektabilitas atau tingkat keterpilihan seringkali menjadi tolok ukur utama keberhasilan.

Namun, penekanan yang berlebihan pada elektabilitas tanpa mempertimbangkan variabel lainnya, justru menjauhkan dari subtansi tujuan Pilkada itu sendiri dan hanya menghabiskan uang.

Sepasang calon kepala daerah seharusnya dipilih berdasarkan 5 (lima) variabel yaitu;

Pertama, Etikabilitas. Saat ini negara sedang krisis etika penyelenggara negara. Olehnya itu etikabilita penyelenggara negara sudah menjadi keharusan.

Etikabilitas sangat penting karena calon yang memiliki prinsip etis kuat cenderung memimpin dengan adil, menghindari korupsi, dan lebih mengutamakan kepentingan rakyat. 

Pemimpin dengan etikabilitas yang baik akan membangun kepercayaan publik, yang merupakan fondasi bagi stabilitas pemerintahan.

Kedua, Intelektualitas. Kemampuan intelektual seorang calon juga menjadi pertimbangan penting.

Dalam menghadapi masalah kompleks yang dihadapi oleh daerah, seorang pemimpin yang cerdas dan berwawasan luas dapat memberikan solusi yang inovatif.

Mereka yang memiliki intelektualitas tinggi juga cenderung lebih terbuka terhadap berbagai sudut pandang dan pemikiran yang dapat memajukan daerah secara progresif.

Ketiga, Integritas. Integritas merupakan landasan dari semua kualitas lain. Seorang calon yang memiliki integritas yang kuat tidak hanya jujur, tetapi juga konsisten dalam tindakannya, sesuai dengan nilai-nilai yang ia pegang.

Pemimpin yang memiliki integritas akan sulit tergoda untuk berbuat curang atau menyalahgunakan wewenang, sehingga pemerintahan dapat berjalan dengan lebih bersih dan transparan dan adil.

Keempat, Kapasitas. Kapasitas seorang calon kepala daerah mencakup  kemampuannya sebagai pemimpin dalam memahami, mengelola, dan menyelesaikan tugas-tugas yang ada.

Pemimpin yang berkapasitas tinggi memiliki pemahaman yang baik tentang pemerintahan berikut berbagai permasalahannya.

Mereka juga cakap dalam bekerja dengan tim dan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan yang lebih besar.

Kelima, Kapabilitas. Kapabilitas Ini lebih menekankan pada keterampilan dan keahlian teknis calon dalam menjalankan tugas-tugasnya.

Kapabilitas yang baik mencakup kompetensi teknis yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik.

Pemimpin dengan kapabilitas tinggi mampu mengimplementasikan kebijakan secara efektif, serta memiliki visi dan strategi yang jelas untuk mencapai target yang telah ditentukan.

Kelima variabel ini saling melengkapi dan idealnya seorang calon memiliki kelimanya secara seimbang.

Pemimpin yang berintegritas tinggi, memiliki kecerdasan, etika yang kuat, kapasitas untuk memahami kebutuhan daerah, serta kapabilitas untuk menerapkan kebijakan, sangat mungkin akan menjadi pemimpin yang mampu membawa daerahnya menuju perubahan yang lebih baik.

Jadi, sesungguhnya Pilkada yang baik adalah tidak mengutamakan tingkat elektabilitas karena seharusnya elektabilitas itu adalah resultante dari kelima variabel yang telah penulis sebutkan di atas.

Sayangnya, elektabilitas itu lebih banyak disebabkan oleh faktor uang dan dinasti politik.

Elektabilitas memang penting untuk memenangkan pemilihan. Namun, calon pemimpin yang hanya mengejar popularitas tanpa memiliki integritas dan kapasitas yang memadai akan sulit membawa perubahan positif bagi daerah.

Etikabilitas mencerminkan karakter moral dan etika seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang beretika akan menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan akuntabilitas.

Sementara itu, intelektualitas menunjukkan kemampuan seorang pemimpin dalam menganalisis masalah, merumuskan solusi, dan mengambil keputusan yang tepat.

Terlalu fokus pada elektabilitas dapat memunculkan beberapa masalah, antara lain; munculnya pemimpin yang tidak kompeten.

Calon yang hanya pandai beretorika dan pandai membangun citra positif belum tentu memiliki kemampuan manajerial yang baik. Di samping itu, akan menyuburkan korupsi dan KKN.

Pemimpin yang lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan umum cenderung melakukan tindakan korupsi dan KKN.

Mengatasi masalah tersebut, perlu dilakukan beberapa upaya, antara lain:   meningkatkan kesadaran masyarakat.

Masyarakat perlu didorong untuk memilih pemimpin yang tidak hanya populer, tetapi juga memiliki integritas dan kapasitas yang memadai.

Media massa juga perlu terlihat aktif dalam menyajikan informasi yang objektif dan mendidik masyarakat.

Partai politik juga perlu lebih selektif dalam memilih calon pemimpin dan memberikan pendidikan politik kepada kadernya untuk itu, perlu dilakukan reformasi sistem politik yang lebih demokratis dan transparan.

Elektabilitas memang penting, tetapi tidak boleh menjadi satu-satunya kriteria dalam memilih pemimpin.

Masyarakat perlu lebih kritis dan cerdas dalam memilih pemimpin yang benar-benar mampu membawa perubahan positif bagi daerah.

Dengan demikian, demokrasi dapat berjalan dengan baik dan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud. Wallahu a’lam bisawwabe.

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Kajili-jili!

 

Kajili-jili!

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved