Opini Sudirman Nasir
Pilpres Amerika Serikat dan Fenomena Jurang Jender
Dukungan besar kalangan laki-laki untuk Trump pada pilpres 2024 membuat sejumlah pengamat menyebut fenomena ini sebagai testosterone ticket
Oleh: Sudirman Nasir
Dosen/peneliti di Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Eisenhower Fellow (Global Program, 2019) di AS
TRIBUN-TIMUR.COM - Donald Trump dari Partai Republik dipastikan memenangkan pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS) setelah pemungutan suara 5 November lalu. Kamala Harris dari Partai Demokrat gagal mencatat sejarah menjadi presiden perempuan pertama AS.
Sebaliknya, Donald Trump berhasil menjadi orang kedua setelah Grover Cleveland yang meraih posisi presiden di negeri Paman Sam dalam dua periode tidak beruntun.
Ada sejumlah keunikan dalam pilpres AS 2024. Salah satunya adalah makin terlihatnya keterbelahan atau jurang jender (gender divide) dalam pilpres tersebut. Jurang jender berperan besar melatari kemenangan Donald Trump .
Fenomena jurang jender sebenarnya sudah terlihat sejak pilpres AS pada tahun 1980an, namun dalam pilpres kali ini keterbelahan tersebut menjadi semakin tajam.
Jurang jender bisa dilihat pada kenyataan Harris mendapatkan dukungan lebih besar dari kalangan perempuan meskipun ternyata tak cukup membuatnya memenangkan pilpres.
Harris meraih dukungan 53 persen dari kalangan perempuan dibandingkan Trump yang hanya memperoleh 46 persen. Sebaliknya, Donald Trump jauh lebih berhasil meraih dukungan kaum laki-laki yaitu sebesar 54 persen (pada pilpres 2020 lalu, Trump hanya memperoleh 51 persen dukungan kalangan ini).
Dukungan besar kalangan laki-laki untuk Trump pada pilpres 2024 membuat sejumlah pengamat menyebut fenomena ini sebagai testosterone ticket, yang ternyata Karena makin pentingnya jurang jender ini maka selama kampanye lalu kubu Harris maupun Trump berupaya sekeras mungkin mengotimalkan dampak keterbelahan tersbut untuk keuntungan masing-masing.
Terdapat sejumlah aspek psikologis, sosial, ekonomi dan politik yang kompleks di balik jurang jender dalam pilpres AS.
Pertama, semakin banyak kalangan perempuan Amerika terutama yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi dan kondisi sosial-ekonomi menengah yang secara politik dan ideologi menjadi kian progresif dan liberal serta cenderung makin dekat dengan pandangan Partai Demokrat dan pada pilpres lalu menjadi pendukung Kamala Harris.
Sebaliknya, kian bertambah jumlah kalangan laki-laki dari berbagai latar belakang ras dan sosial-ekonomi yang makin mendekatkan diri pada Partai Republik dan terutama pada kubu Donald Trump.
Kalangan laki-laki kulit putih dari latar belakang pekerja kerah biru (white working class) tanpa pendidikan tinggi yang semula menjadi pendukung utama Trump kini diikuti dalam jumlah cukup besar dari kalangan laki-laki kulit hitam (African-American) maupun Hispanik (warga AS keturunan Latin).
Kedua, jurang jender dalam politik AS sekaligus menunjukkan masalah struktural yang dalam yakni kenyataan makin banyaknya kalangan laki-laki yang tertinggal atau merasa tertinggal dalam aneka aspek seperti pendidikan, pekerjaan dan ekonomi di negeri tersebut.
Kalangan laki-laki yang tertinggal atau merasa tertinggal di AS mengalami sejumlah gegar (shocks) melihat kemajuan yang terjadi pada banyak kalangan perempuan dan kemudian mengalami krisis identitas terutama terkait maskulinitas ( masculinity in crisis ).
Mereka cenderung tetap menganut nilai-nilai tradisional dan konservatif (termasuk dalam hubungan antar laki-laki dan perempuan) sementara telah terjadi pergeseran nilai dan sikap cukup tajam pada banyak kalangan perempuan serta pada struktur ekonomi dan sosial di negeri itu.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.