Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Fakta Baru Pemerasan Polsek Baito ke Guru Supriyani Terungkap saat di Propam, Jumlah Lebih Rp50Juta

Supriyani dimintai uang, sebagai syarat untuk berdamai dengan Aipda Wibowo Hasyim Kanit Intelkam Polsek Baito.

Editor: Ansar
TribunnewsSultra
Dari tujuh polisi yang diperiksa Propam Polda Sulawesi Tenggara (Sultra), dua diantaranya terindikasi minta uang untuk kasus guru Supriyani di Konawe Selatan (Konsel). 

Kombes Pol Moch Sholeh menyampaikan pemeriksaan dua anggota polisi terkait indikasi permintaan uang, hasil temuan tim internal..

"Sementara kami mintai pendalaman keterangan dua personel ini," jelasnya.

Meski diperiksa, baik Ipda MI dan AM masih tetap menjalankan tugas di Polsek Baito.

Jika hasil pemeriksaan kode etik terbukti bersalah, maka akan dikeluarkan surat perintah penempatan khusus (patsus).

Untuk diketahui, patsus merupakan prosedur dijalankan Provos terhadap polisi, diduga melakukan pelanggaran disiplin. 

Sifat dari patsus sendiri adalah prosedur pengamanan. Namun pemaknaan secara legal berbeda penahanan biasa. 

Prosedur patsus Provos terhadap terduga anggota polisi yang melakukan pelanggaran disiplin dan kode etik.

Aturan patsus tertuang dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Anggota Polri. 

Pasal 1 ayat 35 tertulis patsus dimaksud dapat berupa markas, rumah kediaman, ruang tertentu, kapal, atau tempat ditunjuk atasan yang menghukum.

"Kalau memang terbukti ada pelanggaran kode etik, kami akan tingkatkan untuk patsus atau ditarik ke Polda Sultra," jelasnya.

Sholeh menyampaikan saat ini, pihaknya sudah memeriksa 7 personel polisi terkait permintaan sejumlah uang.

Awal permintaan uang Rp2 juta tersebut saat kasus guru Supriyani bergulir di Polsek Baito.

Jumlah uang diduga bertambah bahkan Rp50 juta, diminta ke keluarga Supriyani agar kasus dihentikan.

Polda Sultra baru mendapatkan bukti permintan uang Rp2 juta. Sementara uang Rp50 juta masih pendalaman penyidik dan mencari bukti kuat saksi.

"Sudah kroscek soal permintaan uang Rp50 juta tapi belum terlihat."

"Indikasinya ada. Perlu penguatan dari kepala desa dan saksi lainnya," ungkap Moch Sholeh.

Selain itu, pihaknya juga sudah memeriksa sejumlah saksi seperti Kepala Desa Wonua Raya, Supriyani dan suaminya.

"Semua pihak kami periksa, mengklarifikasi soal permintaan uang itu," beber Kabid Propam Polda Sultra. 

Iptu Muh Idris diduga dalang permintaan uang

Sosok Iptu Muhammad Idris Kapolsek Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, diduga dalang pemerasan terhadap guru honorer, Supriyani.

 Iptu Muhammad Idris ikut jadi sorotan terkait kasus Guru Supriyani yang dilaporkan orangtua murid.

Orangtua murid yang diduga dianiaya Supriyani adalah Kanit Intelkam Polsek Baito, Aipda Wibowo Hasyim.

Iptu Muh Idris dituding sempat minta uang damai Rp 50 juta kepada guru Supriyani.

Hal ini disampaikan Kepala Desa Wonua Raya, Rokiman.

Nominal Rp50 juta keluar dari mulut Kanit Reskrim Polsek Baito dalam proses mediasi kasus guru Supriyani.

Namun, Rokiman diminta membuat kesaksian palsu dengan menyebut uang damai atas permintaan kades selaku pemerintah desa.

Bahkan, Rokiman mendapat intimidasi sejumlah oknum polisi yang menyiapkan surat pernyataan bermaterai.

Rokiman membongkar asal usul uang damai Rp50 juta saat diperiksa Propam Polda Sultra pada Jumat (1/11/2024) lalu.

Awalnya, Rokiman membuat video mengenakan pakaian putih yang menyebut uang damai Rp50 juta diminta oleh Kanit Reskrim Polsek Baito

Supriyani enggan membayar uang damai karena bekerja sebagai guru honorer.

Setelah video tersebut beredar, Rokiman didatangi Kapolsek Baito dan diminta membuat kesaksian palsu.

"Tetiba datang Kapolsek Baito dan mengatakan 'nah ini Pak Desa yang selama ini saya cari, susah sekali, coba dibantu dulu saya (buat video klarifikasi)'," kata Rokiman menirukan ucapan Kapolsek Baito, melansir dari Tribunnews.

Kapolsek Baito kemudian mengarahkan Rokiman membuat pernyataan palsu.

"Kapolsek minta saya menyampaikan dana Rp50 juta inisiatif pemerintah desa."

"Untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi," tandasnya.

Propam Polda Sultra mendalami dugaan uang damai Rp50 juta dengan memeriksa Kades Wonua Raya yang terlibat dalam proses mediasi.

Kabid Humas Polda Sultra, Kombes Pol Iis Kristian, mengatakan pemeriksaan berlangsung pada Kamis (31/10/2024) dan hasilnya akan segera diumumkan.

"Iya benar, tadi yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk dimintai sejumlah keterangannya terkait isu uang damai Rp50 juta dalam kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan guru Supriyani," tuturnya, Kamis, dikutip dari TribunnewsSultra.com.

Diketahui, ayah korban merupakan Kanit Intelkam Polsek Baito bernama Aipda WH.

Propam Polda Sultra juga menyelidiki standar operasional prosedur (SOP) penyelidikan kasus guru Supriyani.

Sebanyak 6 anggota polisi telah diperiksa, terdiri atas 3 personel Polsek Baito dan 3 personel Polres Konawe Selatan.

Kabid Propam Polda Sultra, Kombes Pol. Moch Sholeh, mengatakan tim khusus dibentuk untuk mengusut kasus ini.

"Sementara masih pendalaman," ucapnya, Selasa (29/10/2024).

Lantas, seperti apa sosok Kapolsek Baito Iptu Muh Idris?

Berdasarkan penelusuran Tribunnews.com, ia memiliki nama lengkap Muhammad Idris.

Dirinya berpangkat Inspektur Polisi Satu atau disingkat Iptu.

Iptu merupakan pangkat Perwira Pertama tingkat dua di Kepolisian Republik Indonesia. 

Tanda kepangkatan Iptu adalah dua balok emas.

Iptu Muh Idris ternyata tergolong baru sebagai Kapolsek Baito.

Ia menjabat sebagai orang nomor satu di Polsek Baito selama kurang lebih 7 bulan, lebih tepatnya 212 hari.

Iptu Muh Idris melakukan serah terima jabatan (Sertijab) pada Kamis (04/04/2024).

Ia menggantikan Kapolsek Baito sebelumnya yang bernama Ipda Fuad Hasan.

Upacara sertijab dipimpin langsung oleh Kapolres konawe selatan, AKBP Wisnu Wibowo di Aula Pesat Gatra Polres Konsel.

Fakta lain terungkap, kasus Supriyani mulai mencuat di awal kepemimpinan Iptu Muh Idris.

Sebelumnya, Kapolsek Baito Iptu Muhammad Idris tak hanya dituding mengintimidasi Kepala Desa Wonua Raya, Rokiman agar mau mengaku berinisiatif meminta uang damai Rp 50 juta di kasus guru Supriyani

Kapolsek Baito juga dituding sebagai dalang atau orang yang memerintahkan Kanit Reskrim untuk meminta uang damai Rp 50 juta tersebut. 

Hal itu diungkapkan Andri Darmawan, kuasa hukum Guru Supriyani dalam wawancara dengan Metro TV pada Jumat (1/11/2024). 

Dijelaskan Andri, sebenarnya kasus yang melibatkan guru Supriyani dengan anak anggota polisi Aipda WH sudah pernah dimediasi di kantor Polsek Baito

"Terungkap bahwa Ibu Supriyani ditekan penyidik bernama Jefri supaya minta maaf ke orangtua korban karena akan ditetapkan tersangka. Diminta minta maaf agar perkara berhenti," ungkap Andri. 

Akhirnya, lanjut Andri, Supriyani pun meminta maaf dengan menangis, meski saat itu dia yakin tidak bersalah. 

Namun, setelah Supriyani minta maaf justru perkara tidak berhenti. Supriyani justruditetapkan sebagai tersangka. 

"Karena untuk menghentikan ibu Supriyani harus membayar uang Rp 50 juta. Itu tidak disanggupi Ibu Supriyani, sehingga perkara ini berlanjut," kata Andri. 

Siapa yang meminta uang damai Rp 50 juta? 

Dengan tegas Andri mengatakan bahwa yang meminta adalah Kanit Reskrim. 

"Katanya permintaan kapolsek. Kemarin sempat viral," katanya. 

Informasi permintaan uang damai Rp 50 juta itu pun dibenarkan Kades Wonua Raya. 

Bahkan saat diperiksa di Propam Polda Sultra, Kades membeberkan semuanya.

"Untuk menguatkan itu kami ada bukti rekaman terkait permintaan uang Rp 50 juta dari kanit atas permintaan kapolsek. 

"Kami akan beberkan di persidangan," tegas Andri. 

Dari bukti rekaman yang diterima  Tribun Sultra (grup surya.co.id), Kades Wonua Raya, Rokiman blak-blakan mengungkap gelagat Kapolsek Baito. . 

Seperti diketahui, Rokiman awalnya membuat video pengakuan tentang uang damai Rp 50 juta kasus guru Supriyani

Di video pertama itu, Rokiman mengatakan permintaan uang damai Rp 50 juta itu disampaikan Kanit Reskrim Polsek Baito.

Namun, tidak setelah video ini viral, muncul video lain Rokiman yang berbeda dengan sebelumnya. 

Dalam video viral itu, Rokiman yang mengenakan jaket mengatkaan munculnya uang damai Rp 50 juta itu atas inisiatif pemerintah desa. 

Setelah dua video ini viral, Propam Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) pun memanggil Kades Rokiman untuk diperiksa terkait polemik uang damai Rp 50 juta, pada Kamis (31/10/2024) kemarin.

Dalam video  berdurasi 7 menit 11 detik yang diterima TribunnewsSultra.com, pada Jumat (1/11/2024), Rokiman kembali mengklarifikasi hal ini.

Menganakan mengenakkan baju batik, Rokiman yang didampingi kuasa hukum menjelaskan soal informasi uang Rp50 juta di hadapan penyidik Propam, yang mengenakan baju putih.

Penyidik bertanya soal uang Rp 50 juta di kasus Supriyani karena ada dua video, namun pengakuannya berbeda.

"Video penjelasan pak desa, soal permintaan sejumlah uang penydik Polsek Baito."

"Kami meminta penjelasan video yang mana sebenarnya sesuai?," tanya  penyidik.

Kades Wonua Raya pun blak-blakan di hadapan propam, terkait 2 video karena berbeda pernyataan.

Menurutnya, pernyataan yang sesuai fakta yakni video pertama saat ia memakai baju putih.

Sementara video pernyataan saat ia mengenakan jaket, Rokhiman mengaku diintimidasi atau diarahkan Kapolsek Baito.

"Video yang pakai jaket, saya diarahkan dimana saya tersudut. Yang mengarahkan Kapolsek Baito," ungkapnya.

Ia menceritakan, dirinya sudah dicari pihak polsek, setelah kapolres dan kajari Konsel berkunjung ke rumah camat Baito, sebagai upaya mediasi.

Saat itu, dia diundang Camat Baito dalam pertemuan. Kemudian dia menuju depan kantor camat dan bertemu beberapa kepala desa.

"Tetiba datang Kapolsek Baito dan mengatakan 'nah ini pak desa yang selama ini saya cari, susah sekali," jelasnya.

Saat itu Kapolsek Baito meminta bantuan ke Kades Wonua Raya.

"Coba dibantu dulu saya," ucapnya.

Di situ Kapolsek Baito mengarahkan kades untuk menyampaikan pernyataan yang tidak sesuai seperti video beredar.

"Kapolsek minta saya menyampaikan dana Rp 50 juta inisiatif pemerintah desa."

"Untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi," kata Rokhiman.

"Sebenarnya tidak seperti itu, permintaan uang Rp50 juta yang menyampaikan pak Kanit Reskrim," jelas sang kades. (*)

Artikel ini telah tayang di TribunnewsSultra.com

Sumber: Tribun Timur
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved