Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Timor Leste

Nasib Timor Leste Setelah Merdeka dari Indonesia, Dulu Bercita-cita Jadi Negara Kaya, Faktanya Beda

Laporan World Population Review pada September 2023 lalu pun mengungkap bagaimana kabar terkini Timor Leste.

Editor: Ansar
Tribun-Timur.com
Nasib Timor Leste setelah 22 tahun lepas dari Indonesia. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Nasib Timor Leste setelah merdeka dari Indonesia.

Timor Leste sempat dikabarkan bangkrut meski memiliki kekayaan alam yang melimpah.

Sudah 22 tahun Timor Leste merdeka dari Indonesia, namun kondisi negara itu belum sesuai harapan.

Upaya pemerintah Timor Leste untuk kaya raya belum tercapai.

Hingga kini Timor Leste masih berjuang dari kebangkrutan dan terus melakukan pembangunan.

Sejauh ini isu,  Timor Leste sudah bangkrut belum terbukti.

Laporan World Population Review pada September 2023 lalu pun mengungkap bagaimana kabar terkini Timor Leste.

Seperti diketahui, Timor Leste baru merdeka pada Mei 2002 silam.

Timor Leste bisa dibilang negara yang masih berusia muda di benua Asia.

Selain itu, negara baru ini juga terkenal dengan kekayaan alamnya dan di kawasan Asia Tenggara .

 Berdasarkan laporan World Population Review pada September 2023 lalu, Timor Leste masuk dalam daftar 10 negara miskin di Asia.

Negara yang pernah dianeksasi Indonesia sejak 1976 hingga 1999 itu berada di posisi kesembilan dalam daftar negara miskin di Asia yang dilansir World Population Review.

Adapun negara ini dinilai masih menjalani tahap pembangunan.

Saat ini, Timor Leste memiliki pendapatan per kapita sebesar US$ 1.381 atau sekitar Rp 21,12 juta.

World Population Review menyebut beberapa indikator dalam mengukur tingkat ekonomi suatu negara.

 Salah satunya menggunakan jumlah pendapatan per kapita atau dikenal Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita.

PDB per kapita sendiri merupakan total PDB suatu negara yang dibagi dengan jumlah penduduk dari negara tersebut.

Berdasarkan perhitungan World Population Review, daftar 10 negara termiskin di Asia terdiri dari Afganistan, Korea Utara, Yaman, Tajikistan, Suriah, Nepal, Kirgistan, Pakistan, Timor Leste dan Myanmar.

Timor Leste kini bersaing dengan negara miskin tersebut untuk menjadi negara makmur.

7 penyebab Timur Leste masih miskin

Setelah merdeka, pemerintah terus berupaya melakukan pembangunan di Timor Leste.

Pendapatan negara dari minyak dan gas menjadi tumpuan utama perekonomian negara tersebut.

Seperti diketahui, Timor Leste memiliki ladang minyak dengan cadangan minyak berlimpah.

Kekayaan minyak Timor Leste itu pula yang sering kali memunculkan pertanyaan, mengapa negara termuda Asia Tenggara ini tetap terjebak dalam kemiskinan dengan sumber daya alam yang demikian?

Melansir borgenproject.org (20/7/2017), dijabarkan mengenai 7 penyebab utama kemiskinan Timor Leste, apa saja?

1. Kerusakan infrastruktur yang parah selama pendudukan Indonesia

Banyak infrastruktur ekonomi Timor-Leste menjadi rusak parah selama tahun-tahun pendudukan Indonesia.

Hal tersebut berdampak negatif pada banyak layanan penting negara, seperti perawatan kesehatan, pertanian, dan pendidikan.

Kurangnya infrastruktur telah memperburuk kerawanan pangan di Timor
leste.

Banyak orang bergantung pada hasil panen sebagai sumber makanan utama mereka, sementara sejumlah besar tanaman telah dialokasikan secara tidak tepat atau diperdagangkan di pasar gelap yang memperparah masalah kelaparan.

2. Tantangan dari geografi sekitar

Geografi di wilayahnya menjadi tantangan tersendiri bagi Timor Leste.

Medan negara yang tidak rata membuat pertanian dan pengumpulan air menjadi sulit, dengan hanya 30 persen dari tanah subur yang digunakan untuk bertani.

Sekitar 70 persen penduduk negara tinggal di pedesaan dan mengandalkan pertanian sebagai sumber makanan utama mereka.

Sementara itu, mereka dihadapkan pada tantangan mengatasi musim
hujan dan kemarau.

Bencana alam juga membuat ini sulit, dengan banjir dan kekeringan menyebabkan kerugian besar.

Akibatnya, banyak keluarga yang bertani hanya mampu menghasilkan
pangan yang cukup untuk delapan bulan dalam setahun.

3. Kekurangan makanan yang berdampak pada penyakit

Kekurangan makanan berkontribusi pada sejumlah besar penyakit dan penyakit di Timor Leste.

Malnutrisi tersebar luas, dan perawatan kesehatan yang layak sulit didapat, terutama bagi mereka yang berada di daerah pedesaan.

Angka kematian ibu termasuk yang tertinggi di dunia, dan 45 dari setiap 1.000 anak diperkirakan meninggal sebelum ulang tahun pertama mereka.

Sementara itu, dari mereka yang bertahan hidup, banyak yang kerdil karena gizi buruk.

4. Kurangnya akses air dan sanitasi

Air dan sanitasi juga menimbulkan masalah bagi perawatan kesehatan.

Dari semua orang Timor, 300.000 tidak memiliki akses ke air bersih, dengan sejumlah besar penduduk menggunakan keran umum dan mata air yang tidak terlindungi untuk mendapatkan air yang mereka butuhkan.

Selain itu, 700.000 orang tidak memiliki sanitasi yang layak. Kurangnya fasilitas dasar ini memungkinkan penyebaran penyakit, yang mengakibatkan kematian yang tidak perlu, terutama pada anak kecil.

5. Tingkat pendidikan di Timor yang rendah

Tingkat pencapaian pendidikan di Timor-Leste rendah, dengan kurangnya melek huruf di antara penduduk yang menjadi masalah.

Sebelum kemerdekaan, banyak sekolah di Timor Leste hancur dan kekurangan guru.

Laporan UNESCO 2015 menemukan banyak tantangan yang dihadapi sistem pendidikan .

Tingkat putus sekolah dan kehadiran, terutama anak perempuan, adalah salah satu masalah utama yang dihadapi negara ini.

6. Kesenjangan ketrampilan dna kurangnya lapangan pekerjaan

Salah satu alasan utama pendidikan menjadi penyebab utama kemiskinan di Timor-Leste adalah dampak langsungnya terhadap lapangan kerja.

Sementara lebih dari tiga perempat pekerja Timor-Leste dipekerjakan di sektor primer, pekerjaan di luar area ini terbatas.

Masalah pendidikan negara mencegah pengembangan tenaga kerja terampil, yang menghalangi kemampuan pemerintah untuk berfungsi secara efektif.

Kesenjangan keterampilan ini sangat bermasalah bagi kaum muda Timor, di mana pendidikan yang tidak memadai telah menyebabkan tingkat pengangguran sebesar 40 persen.

Hal yang semakin memperparah masalah ini adalah kurangnya penciptaan lapangan kerja di luar pemerintahan, dengan sektor swasta hanya mampu menciptakan sekitar 400 pekerjaan per tahun.

7. Ketepatan pemanfaatan bantuan luar negeri

Sementara Timor Leste menerima bantuan luar negeri dari banyak sumber, muncul pertanyaan apakah bantuan telah memberikan hasil yang dapat diamati.

Kebijakan donor belum tentu sejalan dengan apa yang terbaik untuk negara, terutama bila difokuskan pada sektor publik versus swasta.

Meskipun demikian, laporan pemerintah baru-baru ini menunjukkan bahwa bidang-bidang penting kesehatan, pertanian dan pendidikan menerima investasi yang signifikan melalui bantuan luar negeri.

Sebagai beberapa penyebab utama kemiskinan di Timor Leste, investasi lebih lanjut di daerah-daerah ini dapat memungkinkan setidaknya sedikit pengentasan kemiskinan yang dihadapi negara tersebut.

Timor Leste Diisukan Bangkrut

Mengutip artikel di Serambi News yang tayang 2021  Timor Leste tak kunjung sejahtera usai lepas  dari Indonesia.

Saat itu, Timor Leste dikenal sebagai negara miskin di dunia, menempati urutan ke 152 dari 162 peringkat ekonomi dunia.

Bahkan dikatakan Timor Leste semakin mendekati kebangkrutan dan kehabisan uang, karena ladang minyaknya yang semakin menipis.

Timor Leste dikatakan memiliki cadangan uang yang semakin sedikit, dengan pendapatan satu-satunya hanyalah ladang minyak, yang dikelola oleh asing.

Minyak yang dihasilkan ladang minyak Timor Leste akan diberikan dalam bentuk royalti, oleh perusahaan yang mengerjakan mintak tersebut.

Menurut Dokumen Kementerian Luar Negeri Selandia Baru, ini sangat berbahaya.

Ladang minyak yang semakin menipis membuat negara itu semakin kehabisan sumber pendapatannya.

Belum lagi proyek pembangunan yang diprediksi akan memakan uang dalam jumlah besar, dan utang yang cukup tinggi dari China.

"Lebih dari 75 persen sumber daya di ladang Bayu-Undung dan Kitan telah habis," kata dokumen kementerian itu.

"Sejak 2012 (pendapatan minyak dan gas) mengalami penurunan," katanya.

"Pada 2014, pendapatan minyak dan gas memberikan pendapatan 40 persen lebih rendah kepada pemerintah Timor Leste dibandingkan pada 2013," imbuhnya.

Pada tahun 2014, dana minyak bumi menyumbang 93 persen dari total pendapatan negara.

Tetapi pemerintah telah menghabiskan dua kali pendapatan sebenarnya dari dana tersebut setiap tahun sejak 2008.

Tak cukup sampai disitu, Timor Leste juga terancam dengan situasi berbahaya kematian rata-rata pekerja yang cukup tinggi.

Menurut analisis data kematian akibat kerja oleh ILO, Dewan Keselamatan Nasional, dan Elsevier Ltd.

Studi tersebut mengungkapkan tingkat kematian global dari kegiatan ekonomi di seluruh dunia, mengutip Islandia, Malta dan San Marino sebagai tiga negara paling tidak berbahaya bagi pekerja.

Konsultan kesehatan dan keselamatan di Arinite menganalisis tingkat kematian rata-rata di tempat kerja per 100.000 pekerja di seluruh dunia.

Beberapa negara ditemukan memiliki kondisi kematian di tempat kerja dalam jumlah tinggi.

Seperti di antaranya Bhutan, di Asia Selatan, sebagai negara paling berbahaya bagi pekerja, dengan tingkat kematian rata-rata 31,9 di semua pekerjaan.

Timor Leste adalah yang paling berbahaya kedua, dengan tingkat 29,2 kematian pekerja per 100.000, dan Nepal adalah yang paling berbahaya ketiga, dengan tingkat 28,8.

Sebagai perbandingan, Islandia, yang telah memegang posisi negara paling damai sejak 2008, tidak memiliki kematian akibat kerja, seperti halnya Malta dan San Marino.

Studi tersebut mengatakan negara-negara ini mengalami sedikit kejahatan kekerasan dan memiliki tingkat pendidikan dan tingkat pekerjaan yang sangat tinggi.

Meskipun posisi teratas Malta, itu tidak berarti tidak ada kematian yang tercatat di tempat kerja di pulau itu.

Menurut National Statistics Office (NSO), enam kecelakaan kerja fatal dilaporkan pada paruh pertama tahun 2021.

Sementara pada tahun 2020 total tujuh orang meninggal di tempat kerja, dan tiga kematian dicatat pada tahun 2019.

Menurut NSO, 892 kecelakaan non-fatal per 100.000 orang yang dipekerjakan dilaporkan pada tahun 2020 saja.

Selain itu, pada tahun 2020, total 2.328 kecelakaan non-fatal dilaporkan di Malta, jauh lebih rendah dari 3.258 yang dilaporkan pada 2019 dan 3.252 pada 2018.

Kemudian, CEO Otoritas Kesehatan dan Keselamatan Kerja (OHSA) Mark Gauci, mengatakan ada total 10 kecelakaan fatal di industri konstruksi saja antara 2018 dan 2020. (*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved