Opini
Logical Fallacy
Ad Hominem adalah menyerang pribadi lawan, bukan menyanggah argumen. Mengutamakan sentimen dibanding argumen.
Oleh: Ilyas Alimuddin
Pegiat Logika
TRIBUN-TIMUR.COM - Salah satu kesalahan atau kesesatan logika (logical fallacy) yang paling sering ditemui dalam diskusi atau perdebatan sehari-hari adalah ad hominem.
Ad Hominem adalah menyerang pribadi lawan, bukan menyanggah argumen. Mengutamakan sentimen dibanding argumen.
Kasus terbaru yang ditemui adalah ketika Rocky Gerung (RG) dalam salah satu acara di televisi swasta nasional, oleh lawan debatnya Silfester Matutina dianggap tidak bahagia karena belum menikah.
Kalimat ini sebenarnya bukan hal baru bagi RG. Dalam berbagai kesempatan, ruang dan tempat (apalagi di platform medsos), beliau seringkali mendapatkan nyinyiran bujang lapuk, pintar tapi menikah dan lain sebagainya.
Tulisan ini bukan untuk membela RG, tapi karena Kesesatan logika sudah menjadi gejala umum maka penting untuk memberi sedikit sumbangsih pemikiran untuk meluruskan kesalahan-kesalahan logika tersebut.
Kesalahan logika ini menjadi sinyalemen kuat masih rendahnya kualitas literasi pemahaman logika yang benar di masyarakat.
Karena itu penting untuk selalu melakukan edukasi pemahaman logika yang benar. Agar kesalahan-kesalahan logika, tidak lagi terulang.
Dalam alam demokrasi, menikah atau tidak menikah adalah privasi. Pilihan hidup membujang bukanlah sebuah tidak kejahatan. Tidak menikah adalah pilihan hidup individu yang mesti dihargai.
Bukan untuk dipertanyakan, dihakimi apalagi disalahkan. Pilihan yang merupakan hak asasi. Hak bebas untuk berkehendak.
Bagi yang mempersoalkannya, itu menunjukkan lemahnya pemahaman tentang toleransi dan buruknya pengakuan hak asasi setiap individu.
Pilihan hidup untuk membujang bukanlah hal baru. Apalagi bagi seorang intelektual.
Sejarah mendedahkan begitu banyak ilmuwan dengan kontribusi luar biasa bagi kehidupan, memilih hidup membujang. Sebutlah misalnya, Bapak Ilmu Ekonomi, Adam Smith tak pernah
menikah.
Sebagai dosen ekonomi, penulis sering berseloroh kepada mahasiswa, bahwa sebagai anak yang lahir dari rahim ilmu ekonomi, kita ini anak piatu, karena hanya punya bapak tidak punya ibu.
Bagaimana mau punya ibu, kalau bapak sendiri tak pernah menikah. Manusia paling berpengaruh kedua di dunia ini setelah Nabi Muhammad adalah Issac Newton.
Bahkan posisinya di atas Yesus Kristus yang menduduki posisi ketiga, menurut Michael H. Hart dalam bukunya: “100 Tokoh Paling Berpengaruh Di Dunia”.
Sama halnya dengan Adam Smith, Newton pun tak pernah menikah. Blaise Passcal, Nikola Tesla, Immanuel Kant, Copernicus dan masih banyak lagi adalah sederet ilmuwan yang memilih untuk tidak menikah.
Tak hanya ilmuwan, kaum agamawan pun banyak yang tidak menikah. Dalam islam dikenal nama-nama Imam Nawawi, Ath Thabari, Ibnu Taimiyah, Imam Al-Zamakshari dan lainnya.
Apa alasan para ilmuwan dan agamawan tidak menikah? Tidak terlalu penting untuk mengetahuinya. Yang pasti dengan pilihan hidup membujang, mereka telah berhasil memberikan kontribusi yang sangat besar bagi kehidupan umat manusia.
Kesalahan logika yang kedua yang dilakukan oleh Silvester (termasuk banyak orang lainnya yakni hasty generalization, yakni membuat asumsi dari suatu hal berdasarkan contoh yang kurang memadai.
Mengambil satu contoh kemudian mengambil kesimpulan umum atau menggeneralisasi. Ketika dia mengatakan saya telah menikah karena itu saya bahagia.
Jadi RG yang tidak menikah, atau siapapun yang tidak menikah pasti tidak bahagia. Faktanya sering kita lihat banyak yang sudah menikah tapi tidak bahagia, ataupun sebaliknya memiliki hidup sendiri dan tetap hidup bahagia.
Ilmu logika mengajarkan bahwa bila ingin menggeneralisir, maka hal tersebut harus didukung oleh premis yang memadai dan relevan.
Kesalahan logika ketiga yakni red herring. Yakni mengalihkan pembicaraan yang tidak berhubungan dengan argumen yang disampaikan lawan bicara. Hal ini terlihat ketika mengalihkan topik perdebatan dengan menyinggung persoalan privasi lawan debat.
Misalnya saat berdebat masalah kebijakan pemerintah, kemudian tiba-tiba lawan debat mengatakan anda ini kurus, belum menikah, belum pernah menduduki jabatan publik, hanya tamatan Strata Satu, maka tidak pantas berbcara kebijakan pemerintah.
Kesalahan selanjutnya adalah argumentum ad populum. Jika semua orang melakukan, pasti itu benar. Pemahaman seperti ini sangat berbahaya dan mengandung kerancuan.
Apa jadinya jika di suatu lingkungan semua orang suka minuman keras, pemakai narkoba, suka melanggar aturan lalu lintas, suka mencuri, hobi judi dan lain-lain, jika pemahaman argumentum ad populum ini digunakan maka semua kesalahan-kesalahan tersebut dianggap benar.
Begitu berbahanya kesesatan logika ini, maka perlu untuk senantiasa berusaha meningkatkan pemahaman logika yang benar di masyarakat.
Memberi edukasi, meningkatkan literasi, menumbuhkan budaya membaca, membiasakan berdiskusi dan berdebat adalah sederet langkah yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kontruksi dan logika berpikir yang benar bagi masyarakat.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.