Opini Aswar Hasan
Disinformasi dan Hoaks Mengancam Pilkada
Keduanya dapat menyebar dengan sangat cepat dan luas, berpotensi menimbulkan dampak negatif yang signifikan.
Ada ketidakpercayaan pada media. Banyak orang tidak percaya pada media mainstream dan lebih memilih sumber informasi di media sosial yang tidak terverifikasi.
Kejahatan yang terjadi memicu kemarahan publik yang mudah dimanipulasi dan diprovokasi. Isu identitas seperti ras, agama, dan etnis dimanfaatkan untuk memecah belah masyarakat.
MENGAPA MENARIK ?
Apa sebenarnya yang membuat disinformasi dan hosks itu menarik dan menelan korban tanpa disadari?
Berdasarkan penulusuran penulis, setidaknya ada 5 (lima) faktor yang yang menentukan mengapa mudah menelan korban, yaitu ; Pertama, karena tampilannya memadukan teks dan visual.
Penelitian Mafindo (2022) mengungkap bahwa konten berupa kombinasi antara teks dan gambar terdapat 79,2 persen penyebab disinformasi dan hoaks.
Penelitian tentang psikologi dan media di Inggris pada tahun 2022 bahkan menyimpulkan bahwa lewat teknologi, telah megaburkan batas antara citra visual yang nyata dan palsu.
Hal itu kemudian diperkuat melalui hasil penelitian Michael Hameleers dari Universitas Amsterdam, Belanda yang menegaskan bahwa disinformasi berbentuk visual lebih berpengaruh dibandingkan konten yang berupa teks saja.
Kedua, konten disinformasi dan hoaks dirancang untuk secara khusus menyentuh emosi dengan cara mengesploitasinya dan membangkitkan harapan palsu dan cenderung menakut-nakuti.
Menurut penelitian tentang rumor di Amerika, tipe tersebut mengikat emosi audiens sehingga merasakan hal itu penting, lantas mempercayainya.
Ketiga, disinformasi dan hoaks juga memanipulasi bukti guna mendukung klaimnya agar audiens bisa percaya. Salah satu caranya adalah dengan mencatut pernyataan yang mudah dipercaya. Hasil riset menunjukkan, sekitar 67 persen.
Keempat, memanfaatkan ketidaktahuan. Hal ini menjadi-jadi akibat ketidaktahuan masyarakat tentang data dan fakta terkait informasi yang disampaikannya itu ( Tempo, 18/12-2023).
Kelima, rendahnya literasi tentang disinformasi dan hoaks di masyarakat. Olehnya itu masyarakat perlu diberikan literasi agar memiliki kemampuan untuk membedakan informasi yang benar dan salah.
Untuk itu, masyarakat perlu melindungi diri dari dampak negatifnya sebuah disinformasi dan hoaks, khususnya oleh pihak yang terkait seperti KPU dan BAWASLU.
Perlu meningkatkan kesadaran dan literasi digital khusus bagi masyarakat agar selalu berpikir kritis sebelum percaya dan menyebarkan informasi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.