Headline Tribun Timur
108 Guru Besar Unhas ‘Tena Malla'na’, Amran: Bukan Guru Besar Sembarangan
Sebanyak 108 guru besar dari Universitas Hasanuddin (Unhas) secara lantang menentang revisi UU Pilkada oleh DPR RI.
TRIBUN-TIMUR.COM - Sebanyak 108 guru besar dari Universitas Hasanuddin (Unhas) secara lantang menentang revisi UU Pilkada oleh DPR RI.
Sementara, di Universitas Gadjah Mada (UGM) 1.000 akademisi menyampaikan pernyataan sikap dan keprihatinan atas kondisi darurat demokrasi Indonesia akhir-akhir ini.
Dalam pernyataan sikapnya tertanggal 22 Agustus 2024, para profesor dari Kampus Merah menegaskan jika putusan hasil sidang Mahkamah Konstitusi (Nomor 60/PUU-XXII/2024) terkait dengan ambang batas partai dalam mencalonkan kepala daerah dan syarat usia calon kepala daerah harus dihitung pada saat penetapan pasangan calon (Nomor 70/PUU-XXII/2024) bersifat final dan mengikat.
"(Putusan MK) final dan mengikat bagi semua, termasuk semua lembaga tinggi negara sehingga tidak ada alasan untuk tidak menerimanya," demikian salinan isi pernyataan sikap mereka yang diterima Tribun, Sabtu (24/8/2024).

Upaya Baleg DPR RI membahas revisi UU Pilkada dianggap telah menunjukkan tidak adanya sikap negarawan dari para wakil rakyat.
"Sangat geram atas sikap serta tindak laku para pejabat baik di tataran eksekutif, legislatif, maupun yudisial yang sangat arogan dan secara nyata telah mengingkari sumpah jabatan mereka," kata mereka.
Prof Amran Razak, salah seorang dari 108 guru besar, mengatakan, para guru besar yang menentang revisi UU PIlkada adalah guru besar pemberani
"Bukan Guru Besar SembaranGan. Tena malla'na (tidak ada rasa takutnya) kena maklumat," tulis Amran melalui akunnya di Facebook, Sabtu kemarin. Amran merupakan mantan demonstran di era Orde Baru dan mantan Wakil Rektor III Unhas.
Baca juga: Mahasiswa UNM Bawa Poster Negara Bukan Milik Keluarga Jokowi-Dewan Pengkhianat Rakyat di Flyover
Didukung dekan
Di UGM, pernyataan sikap 1.000 akademisi (dosen dan tenaga pendidik) mendapatkan dukungan dari Forum Dekan se-UGM.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada masyarakat dan Alumni UGM, Dr Arie Sujito dalam pernyataan sikap bersama menerangkan, ini sebagai bentuk respon atas kondisi demokrasi Indonesia menghadapi masalah serius.
“Kita prihatin dengan kondisi demokrasi dan hukum kita yang mengalami kemunduran pascareformasi dengan ditandai ketegangan hukum, manipulasi politik yang dapat berisiko mengancam konstitusi tatanan bernegara dan bermasyarakat,” kata Arie Sujito dikutip dari laman UGM, Sabtu kemarin.
UGM merupakan almamater Presiden Jokowi damn bakal calon Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Dukungan 1.000 akademisi atas pernyataan sikap ini menurut Arie karena mereka tidak ingin demokrasi yang sudah diperjuangkan para mahasiswa dan aktivis di tahun 1998 lalu akhirnya harus mengalami stagnasi.
Termasuk seperti kembali ke masa era Orde Baru dimana kekuatan oligarki partai dan manuver elit politik mewujudkan kepentingan kelompok dan golongan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.