Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pilkada Jakarta 2024

Anies Potensi Maju di Pilgub Jakarta Usai Ridwan Kamil Borong 12 Partai, PKS Keluarkan Perintah

Meski PKS, Nasdem dan PKB meninggalkan Anies Baswedan dan bergabung ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) usung Ridwan Kamil di Jakarta, namun nasibnya belu

Editor: Ansar
Kompas.com
Presiden PKS Ahmad Syaikhu (tengah) bersama Sekjen PKS Aboe Bakar Al-Habsyi (kanan) saat konferensi pers Konsolidasi Nasional Calon Kepala Daerah Pilkada 2024, Selasa (20/8/2024) di ICE BSD, Tangerang. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Nasib Partai Keadilan Sejahtera (PKS) setelah meninggalkan Anies Baswedan jelang Pilkada Jakarta 2024.

Meski PKS, Nasdem dan PKB meninggalkan Anies Baswedan dan bergabung ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) usung Ridwan Kamil di Jakarta, namun nasibnya belum aman.

PDIP partai satu-satunya yang menyatakan tegas tak bergabung ke KIM usung Ridwan Kamil.

Kini PDIP sedang bahas strategi usung Anies Baswedan di Jakarta.

Kini PKS memastikan tidak akan berubah calon dukungan dan tetap dilanjutkan.

Hal itu ditegaskan Presiden PKS Ahmad Syaikhu ketika menjelaskan sikap partai, terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah syarat partai politik untuk mengusung pasangan calon kepala daerah.

 “Ada guncangan-guncangan mungkin terkait dengan keputusan MK dalam proses pendaftaran di KPU, KPUD, persyaratannya ternyata dibuat lebih ringan, tidak 20 persen lagi, tapi 7,5 persen,” ujar Syaikhu dalam acara Konsolidasi Nasional Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah PKS, Selasa (20/8/2024).

Syaikhu berharap agar seluruh jajaran pengurus partai, dan para calon kepala daerah yang didukung PKS di Pilkada serentak 2024, untuk tidak goyah dengan adanya kebijakan baru tersebut.

Dia justru meminta seluruh jajaran partai, pendukung dan para calon kepala daerah dari PKS, agar memperkuat kerja sama demi memenangkan Pilkada serentak 2024.

“Saya berharap pada Bapak Ibu sekalian, karena jalinan yang sudah kita jalin sudah sedemikian panjang. Kiranya apa yang sudah kita rekatkan, kuatkan, kiranya tidak terkoyak kembali, kemudian kita memulai sesuatu yang dari awal lagi,” kata Syaikh

 “Kiranya yang sudah kita mulai itu, bisa kita lanjutkan, dan kita sukseskan sampai menang. Alhamdulillah,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, MK mengabulkan sebagian gugatan Partai Buruh dan Gelora yang meminta partai politik tanpa kursi DPRD dapat mengusung calon kepala daerah.

Kedua partai sebelumnya menggugat Pasal 40 UU Pilkada yang pada intinya mengatur ambang batas pencalonan kepala daerah sebesar 20 persen kursi DPRD atau 25 persen perolehan suara sah pileg sebelumnya.

Dalam pertimbangannya, MK menegaskan bahwa ketentuan itu tidak relevan untuk dipertahankan sehingga harus dinyatakan inkonstitusional.

 "Jika dibiarkan berlakunya norma Pasal 40 ayat (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 secara terus-menerus dapat mengancam proses demokrasi yang sehat," kata hakim konstitusi Enny Nurbaningsih membacakan pertimbangan Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 itu, Selasa (20/8/2024).

Hakim konstitusi Daniel Yusmic menyatakan alasan berbeda (concurring opinion) dan Guntur Hamzah menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion).

MK juga sepakat dengan argumentasi Partai Buruh dan Gelora bahwa dalam penyusunan UU Pilkada ini, pembentuk undang-undang abai dengan putusan MK terdahulu nomor 005/PUU-III/2005.

Dalam putusan 19 tahun lalu itu, MK menegaskan bahwa partai politik di luar DPRD juga bisa mengusung calon kepala daerah, sepanjang memenuhi akumulasi suara sah di pileg sebelumnya. 

Namun, substansi putusan itu justru diabaikan dalam revisi UU Pilkada yang terbit pada 2016, ketika Indonesia mencoba skema peralihan menuju pilkada serentak dan putusan MK ini tidak menjadi perhatian.

Dalam putusannya, Mahkamah menyatakan bahwa ambang batas pencalonan kepala daerah oleh partai politik disamakan dengan ambang batas pencalonan kepala daerah dari jalur independen/nonpartai/perseorangan. 

Dengan ini, maka ambang batas pencalonan gubernur-wakil gubernur menjadi:

 a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai 2 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 10 persen;

b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap 2-6 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 8,5 persen;

c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap 6-12 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 7,5 persen;

d. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 6,5 persen.

 Sementara itu, ambang batas pencalonan wali kota/bupati dan wakilnya menjadi:

 a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 250.000 jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 10 persen;

b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap 250.000-500.000 jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 8,5 persen;

 c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500.000-1 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 7,5 persen;

 d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 6,5 persen.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved