Opini Aswar Hasan
Opini Dosen Unhas: Hidup dengan Mindfullness
Mindfulness dan agama memiliki kesamaan yang mendalam dalam tujuan dan nilai-nilai yang mereka anjurkan.
Ketiga, Mindfulness mengajarkan untuk menerima segala sesuatu apa adanya, tanpa penilaian.
Ajaran agama juga menekankan pentingnya menerima takdir dan kehendak Tuhan. Takdir dalam Islam merupakan bagian dari rukun iman yang harus diyakini.
” Engkau beriman kepada Allah, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada para rasul-Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk .” (HR.Muslim,).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menyatakan bahwa beriman kepada takdir itu wajib karena bagian dari rukun iman yang enam sebagaimana disebutkan dalam hadits Jibril di atas.
Keempat, Kerendahan hati. agama mendorong individu untuk mengembangkan kerendahan hati dan melepaskan ego yang lebih mementingkan diri sendiri.
Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam, memberikan petunjuk yang sangat jelas mengenai pentingnya kerendahan hati. Sebagaimana ajaran Al-Qur'an yang secara eksplisit maupun implisit mendorong umatnya untuk selalu bersikap rendah hati, tawadhu', dan tidak sombong sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Luqman: 18 Janganlah memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi ini dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri.
TAHAPAN MINDFULLNESS
Jika mindfullness kita bawa ke sistem Islam, setidaknya ada 6 (enam) tahapan yang harus kita lalui menurut filosof Fahruddin Fais, yaitu : satu, Niat yang ikhlas.
Segala sesuatu yang mau dilakukan dan bernilai ibadah haruslah dilakukan dengan niat lillahitaalah.
Sah tidaknya sebuah perbuatan tergantung niatnya. Innamal a’malu binniyat. Niat itu penting karena segalanya ditentukan oleh niat.
Olehnya itu luruskanlah niat.
Kedua, zikir. Segala sesutu yang hendak dilakukan seharusnya disandarkan kepada Allah. Sebab dengan demikian, hati menjadi tenang. Dalam surat ar Rad ayat 28 disebutkan;
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram."
Ayat ini menurut tafsir al Misbah menjelaskan salah satu ciri khas orang-orang beriman yang sejati, yaitu hati mereka selalu merasa tenteram dan damai karena senantiasa mengingat Allah.
Kehidupan dunia yang penuh dengan gejolak dan cobaan tidak akan mudah menggoyahkan iman dan ketenangan hati mereka.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.