Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kabar Viral

Capek-capek Kuliah S3 di Kampus Top China, Lulus Jualan Sosis: Gaji Tinggi Belum Tentu Bahagia!

Dilansir dari South China Morning Post Rabu (24/7/2024), mereka adalah lulusan dari  Universitas Sun Yat-sen di provinsi Guangdong, China.

Editor: Alfian
scmp.com
Mahasiswa lulusan S3 jualan sosis di pinggir jalan. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Seseorang menempuh pendidikan tinggi bahkan hingga program doktoral atau S3 biasanya punya harapan ke depan bisa bekerja dengan gaji tinggi.

Namun rupanya hal ini tak berlaku bagi beberapa orang, dimana setelah lulus S3 bukannya mencari pekerjaan malah memilih jualan sosis di pinggiran jalan.

Tak tanggung-tanggung sosok lulusan S3 ini menempuh pendidikan di kampus top China.

Bagaimana kisahnya? berikut selengkapnya kabar viral lulusan S3 memilih jualan sosis di pinggir jalan.

Baru-baru ini viral sebuah kedai yang menjual sosis di pinggir jalanan di China.

Kedai sosis itu ramai jadi sorotan karena penjualnya yang merupakan sekelompok mahasiswa lulusan S3.

Dilansir dari South China Morning Post Rabu (24/7/2024), mereka adalah lulusan dari  Universitas Sun Yat-sen di provinsi Guangdong, China.

Ada sembilan orang yang berjualan di kedai tersebut, termasuk mahasiswa S3 dan pascasarjana yang mengambil jurusan filsafat.

Setelah menyelesaikan satu hari kerja penelitian, mereka bergiliran menjual dagangan mereka di jalanan dekat kampus pada malam hari.

Mereka memasang tabung gas dan pemanggang sosis di atas sepeda motor listrik yang dimodifikasi.

Ziheng, seorang mahasiswa PhD filsafat berusia 28 tahun, memulai bisnis sampingan menjual sosis.

Baca juga: Capek-capek Lulus Cumlaude UGM Kini Jadi Tukang Bersih-bersih, Dea: Keluar dari Zona Nyaman

Kepada Yangtse Evening Post, ia mengatakan: “Kami semua terlibat dalam penelitian filosofis dan berharap dapat menggunakan sosis sebagai media untuk bertukar pikiran dengan pelanggan, dan menjadi teman baik mereka.”

Mereka juga memiliki tujuan khusus yakni untuk mengubah pekerjaan menjual sosis mereka menjadi dialog jalanan bergaya Sokrates.

Dialog itu nantinya akan mendorong diskusi santai dan fleksibel tentang topik-topik filosofis yang menarik.

Untuk setiap sosis yang terjual, mereka akan menjawab pertanyaan filosofis pelanggan, membahas isu-isu sosial, teori akademis, atau sekadar berbagi anekdot pribadi.

Pangda, salah satu anggota tim, adalah lulusan filsafat.

Ia bekerja sebagai tutor bagi para siswa yang tengah mempersiapkan diri menghadapi ujian masuk pascasarjana.

Ia mengatakan para anggotanya semua sibuk menulis makalah dan mengajar di siang hari, terlibat dalam pekerjaan mental.

Menjual sosis setelah bekerja memberi mereka kesempatan untuk beraktivitas fisik dan membantu meredakan kecemasan akademis.

“Bagi para mahasiswa yang biasanya berkutat dengan kegiatan belajar di kampus, berjualan sosis di pinggir jalan memungkinkan kami untuk bertemu dengan banyak orang, dan menjadi cara unik untuk terhubung dengan masyarakat,” ungkapnya.

Pangda juga mengatakan ia menikmati berjualan sosis dan ingin terus menekuninya.

“Penghasilan tinggi belum tentu mendatangkan kebahagiaan.

Anak muda harus punya semangat. Tugas-tugas kecil pun bisa mendatangkan kebahagiaan besar.” imbuhnya.

Sosis-sosis tersebut dijual dengan harga antara tiga hingga lima yuan (Rp 6 ribu-Rp11 ribu) untuk dua potong.

Ziheng mengatakan mereka memperoleh penghasilan 100 hingga 200 yuan (Rp 220 ribu-Rp440 ribu) sehari.

Mereka berjualan dari pukul 10 malam hingga tengah malam.

Kisah para mahasiswa S3 berjualan sosis ini mengundang berbagai macam komentar dari netizen.

Tak sedikit netizen memuji aksi mereka.

"Kelompok pelajar ini patut dipuji atas keberanian mereka! Mereka bersedia merendahkan hati dan merasakan sisi lain kehidupan," kata seseorang di Weibo.

Sementara yang lain berpendapat berbeda, salah satunya mengatakan: "Ini adalah pemborosan sumber daya pendidikan. Mereka seharusnya dapat menggunakan waktu mereka untuk memberikan kontribusi yang lebih berarti bagi masyarakat."

Lulusan S2 London Pulang Indonesia Jadi Guru SD

Bagi Galih Sulistyaningra statusnya sebagai Guru SD saat ini nyaris tak terbayangkan.

Mengingat, Galih Sulistyaningra sebelumnya berhasil menuntaskan program magisternya atau S2 di London, Inggris.

Sebagai lulusan magister apalagi dari salah satu kampus terbaik di luar negeri, pilihan menjadi seorang guru seperti anomali.

Hanya saja Galih Sulistyaningra tak pernah menyesalinya.

Sebaliknya, Galih Sulistyaningra mengaku beruntung bisa menjalankan profesinya saat ini.

Lantas siapa Galih Sulistyaningra ? berikut sosoknya :

Sosok Galih Sulistyaningra, seorang wanita lulusan S2 London yang baru-baru ini viral.

Galih Sulistyaningra memutuskan kembali ke Indonesia setelah lulus S2 London.

Diketahui, Galih Sulistyaningra kuliah S2 di London dengan beasiswa dari  Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Setelah lulus S2, Galih Sulistyaningra pun memilih menjadi guru SD di Tanah Air.

Galih Sulistyaningra lulusan S2 London pilih jadi Guru SD Negeri.
Galih Sulistyaningra lulusan S2 London pilih jadi Guru SD Negeri. (ist)

Keputusannya ini sontak menuai sorotan dari netizen.

Tak sedikit netizen memuji Galih Sulistyaningra yang memilih pulang untuk mengabdi jadi guru di Tanah Air.

Cerita Galih Sulistyaningra kembali ke Tanah Air setelah lulus S2 dibagikan melalui akun Instagramnya @galihtyanr.

Di video yang ia unggah, Galih menunjukkan momen ketika dirinya berada di London.

Tertulis caption "Lulusan beasiswa LPDP S2 London pulang ngapain?" pada video tersebut.

Setelah itu, videonya beralih ke momen saat dirinya menjadi seorang guru SD.

"Karena S1 aku Pendidikan Guru SD, maka aku kembali dan menjadi guru SD.

Padahal kalau mau jujur, bukan itu rencana awalnya.

Tapi ternyata memang aku butuh menjadi Guru SD Negeri terlebih dahulu untuk paham konteks dan masalah akar rumput, dan tanpa sadar memberi pengaruh untuk teman-teman lain.

Setelah ku ingat kembali, ternyata ini jalanku mewujudkan apa yang kupresentasikan saat wawancara dengan panelis LPDP: mengintegrasikan pembelajaran kontekstual dan bermakna di sekolah-sekolah negeri.

Siapa sangka ternyata tercapai dengan menjadi guru SD negeri itu sendiri, bukannya pembuat atau pemangku kebijakan atau NGO.

Tapi malah aktor utama dan garda paling depan, penentu kualitas pembelajaran. Hidup memang lucu terkadang," ujarnya.

Galih kembali ke Indonesia pada tahun 2019 lalu dan langsung ikut seleksi CPNS.

"Aku pulang di tahun 2019, dan saat itu langsung ikut CPNS formasi S1 guru SD atas kemauan kuat dari orang tua yang juga guru, yang ternyata masih memaknai kesuksesan anak sebagai seorang abdi negara.

Walau itu artinya mengikhlaskan dan mengarsipkan dulu ijazah S2ku dan merelakan pendapatan yg menurun jauh dari yang sebelumnya kuterima.

Namun orientasiku yang masih lajang kala melamar waktu itu tentu berbeda dengan kini yang menjadi ibu," imbuhnya.

Di video tersebut, Galih juga mengungkapkan berbagai hal yang ia ajarkan pada murid-muridnya.

Di antaranya adalah pencegahan kekerasan seksual, prinsip steam, kesetaraan gender, empati dan nilai-nilai kemanusiaan. 

Video Galih ini mengundang berbagai macam komentar dari netizen.

Banyak netizen memuji keputusannya kembali ke Indonesia.

"Pada akhirnya memang benar kata2 orang bijak, mimpi dan visi jangan kita titipkan pada profesi, tapi pada masalah. Masalah pendidikan di Indonesia tak lekang oleh waktu, gak akan ada abisnya, perlu direspons dari berbagai angle, melalui berbagai profesi. You are an inspiration already Bu Galih ," tulis akun @barrysianturi.

"Ibu guru yang punya pengalaman luas akan membawa murid nya kesempatan dan peluang yang lebih besar. Terima kasih Bu Galih yang pergi jauh dan pulang kembali untuk mengabdi," tulis akun @gloriamfp.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved