Sosok Brigadir Polisi Berani Tilang Gubernur, Nasibnya Langsung Berubah
Sosok brigadir polisi Royadin berani menilang Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono IX
Total anak almarhum ada enam; Raminten, Budiati, Supardiyo, Bambang Sugeng, Murni Janasih, dan Sri Siti Handayani.
"Iya cerita Mas Didik (panggilan Aryadi) memang benar. Saya juga pernah diceritain, tapi saat itu bapak tugasnya di Semarang, bukan di Pekalongan. Sekitar tahun 1960an, pas ramai-ramainya PKI, " kata Diyo, panggilan Supardiyo, saat berbincang di ruang tamu rumah ayahnya, Selasa (10/4) siang.
Ayah lima anak itu mengenang cerita ayahnya sembari tersenyum kecil.
Diyo mendengar kisah itu suatu saat ketika ayahnya pulang ke Batang. Ibu dan saudara-saudaranya tinggal di Legoksari, sedangkan ayahnya di asrama polisi di Jalan Admodirono, Semarang.
Setiap akhir pekan ayahnya menengok keluarga di Batang.
Bersama saudara-saudaranya, Diyo mendengar ayahnya yang humoris bercerita baru menangkap penggede (orang besar) yaitu Sri Sultan HB IX di Semarang.
Kisahnya dimulai saat di Semarang ada upacara dengan banyak pejabat negara yang datang ke Semarang.
Pertengahan 1960-an itu, Royadin bertugas di pos lantas yang seingatnya kalau tidak di pertigaan depan Stasiun Poncol Semarang, di Simpang Lima, ataupun daerah Jalan MT Haryono.
Tiba-tiba Royadin melihat ada mobil melanggar jalan searah.
Ia langsung mencegat. Ternyata pengemudinya orang yang sama sekali tidak asing.
Royadin tersentak, tapi ia tetap memilih menilang orang besar itu.
Sultan HB IX menurut Royadin tidak marah dan memberikan surat-surat kelengkapan yang diminta sesuai peraturan.
Di mata Diyo dan saudara-saudaranya, Royadin ayah yang sederhana.
Hidupnya lurus tidak pernah berbuat macam-macam.
Bahkan, saat masih susah dan hanya bisa makan nasi jagung pun ayahnya tetap bertanggungjawab.
Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, ia rela menggadaikan apapun.
Bahkan saat itu untuk memenuhi kebutuhan rumah, ayahnya sempat menggadaikan sarung dan tidak jarang pakaian dinasnya di pegadaian.
Kenangan akan ayahnya pun membekas di hati Murni Janasih (51).
Baginya ayahnya sosok yang bersahaja.
Tidak terlalu keras ataupun lembut.
Ia tidak pernah melihat ayahnya berkeluh kesah dan bertindak macam-macam.
Data yang dihimpun Tribun, Royadin lahir di Batang, 1 Desember 1926.
Ia bertugas sebagai polisi selama 21 tahun 1 bulan.
Pernah bertugas di Boyolali, lalu pindah ke Semarang dan pulang kembali ke Batang sebagai Kapolsek Warungasem, Batang hingga pensiun.
Pada 14 Februari 2007, dalam usia ke 81 tahun Royadin berpulang di rumah yang dibangunnya dengan hasil keringatnya sendiri.
Ia dimakamkan di pemakaman umum dekat rumahnya di Kepuh, Priyonanggan Tengah, Batang.
Tidak ada yang istimewa dengan makamnya.
Hanya ada tulisan Royadin bin Slamet yang berdampingan makam istrinya yang meninggal dua tahun setelahnya.
Anak-anaknya kini tersebar di Batang, Semarang, dan Purworejo. (www.tribunjogja.com)
Sumber: (Buku KPK/TribunJogja)
BERITA FOTO: Keceriaan Alumni Smansa Makassar di Tenas 2025 Yogyakarta |
![]() |
---|
Yogyakarta Panen Wisatawan, Tenas IV Smansa Makassar Diikuti 5.000 Peserta |
![]() |
---|
Meski Usia 70 Tahun, Alumni Smansa Angkatan 1970 Tetap Energik di Tenas Yogyakarta |
![]() |
---|
Azhar Gazali: Smansa Runners Lari Bersama di Yogyakarta, Promosikan Smansa Run 10K Makassar |
![]() |
---|
Komunitas Tumor Otak Indonesia Resmi Diperkenalkan di Jogja |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.