Haji 2024
Murur di Perhajian Indonesia: Antara Moderasi dan Rekonstruksi
Jika seluruh jamaah haji diturunkan di Muzdalifah dan mabit di saat yang bersamaan, maka space tempat untuk setiap orang hanya kurang lebih 0,29 m2.
Pemanasik dari tingkat nasional sampai tingkat kecamatan menyampaikan manasik haji teoretis ini dalam bentuk bimbingan dan praktek dalam kondisi calon jamaah haji masih di kampung masing-masing.
Rukun dan wajib haji digambarkan sedetail mungkin, ditambah dalil dan syarat sahnya. Namun, pemanasik hanya memberikan gambaran kepada jamaah, baik dengan cara orasi maupun visualisasi.
Manasik haji praktis sedikit berbeda tetapi sangat urgen untuk memberhasilkan jamaah haji melaksanakan rangkaian ibadah dalam kondisi riil di Arab Saudi, di Mekkah, Madinah dan Jeddah.
Sebab tidak dapat dipastikan pelaksanaan ibadah haji di lapangan nyata semudah yang dibayangkan saat disampaikan di manasik haji di tanah air.
Ibadah tawaf, misalnya, mudah digambarkan dalam manasik haji teoretis, tetapi dalam pelaksanaannya di lokasi tawaf di area utama Masjid Haram dengan kondisi kepadatan yang beresiko kepada keselamatan jamaah akan berbeda.
Memaksakan kondisi teoretis ke kondisi riil praktis akan mengakibatkan kesulitan tersendiri bagi jamaah haji, dan bahkan membahayakan khususnya jamaah lansia dan beresiko tinggi.
Oleh karena itu, Kementerian Agama, dalam hal ini Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah, bekerja sama dengan MUI dan ormas Islam, menyepakati untuk menerapkan moderasi dalam manasik haji, baik pada ranah teoretisnya maupun praktisnya.
Penerapan moderasi manasik haji yang berlangsung dinamis dan progresif dipastikan menjamin keberlangsungan pembinaan, pelayanan dan perlindungan terhadap jamaah haji Indonesia dapat optimal dan memberi dampak kepuasan yang tinggi.
Moderasi manasik haji tidak bertujuan mereduksi, apalagi mendekontruksi, bangunan normatif ajaran syariat Islam. Nilai-nilai moderasi yang diterapkan justru akan menjamin setiap jamaah memperoleh haji yang mabrur, lancar dan selamat dari resiko yang mengancam kesehatan, apalagi kematian.
Murur dan Rekonstruksi Perhajian Indonesia
Ada persoalan baru di perhajian tahun 2024 ini yang sempat dipertanyakan secara serius oleh masyarakat dan netizen sosmed, yaitu kebijakan murur yang merupakan mandatory (instruksi) pimpinan Kementerian Agama pada penyelenggaraan ibadah haji.
Lagi-lagi ini adalah kasus moderasi manasik haji yang berdampak massif. Murur adalah perlakuan khusus kepada jamaah lansia yang memiliki kelemahan fisik, sakit dan disabilitas dalam melaksanakan manasik haji mereka, yaitu melewatkan mereka dari Arafah langsung ke Mina dan tidak singgah mabit di Muzdalifah, meskipun secara teoretis-normatif wajib haji yang satu ini berakibat dam jika ditinggalkan.
Pertanyaannya, mengapa harus murur dan meninggalkan wajib haji, tetapi tidak kena dam?
Perlu dipahami, dengan bertambahnya kuota haji tahun 2024 sebanyak 241 ribu, semestinya diiringi bertambahnya volume dan kapasitas sarana ibadah di Masya’ir (Armuzna).
Namun kenyataannya, tingkat kepadatan dan daya tampung serta pelayanan di tiga lokasi, khususnya di Muzdalifah, sangat tidak berbanding.
Masjid Bir Ali Tak Pernah Sepi, 84 Ribu Jemaah Indonesia Sudah Miqat di Sana |
![]() |
---|
Makkah Mulai Padat, Jamaah Lansia dan Baru Tiba Diimbau Salat Jumat di Masjid Dekat Hotel |
![]() |
---|
Cuaca Ekstrem di Arab Saudi, KKHI Imbau Jamaah Haji Jaga Stamina dari Madinah ke Mekah |
![]() |
---|
Menteri Agama Titip Empat Pesan ke Petugas Haji, Termasuk Jangan Pernah Marah |
![]() |
---|
Kementerian Agama RI: Asrama Haji Makassar dan Kanwil Kemenag Sulsel Terbaik Melayani Haji Reguler |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.