Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kolonial Belanda Dulunya Takut ke Warga Pribumi yang Berhaji, Pulang Tanah Suci Wajib Diuji Lagi

Pada periode 1824 hingga 1859, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda memperketat kebijakan terkait keberangkatan jemaah haji dari Nusantara.

Editor: Alfian
Kompas/Fahmi Myala
Dulu, hanya orang-orang yang benar-benar kaya bisa berangkat haji. Pada 1965, ongkos haji berkisar dari 1,1 juta hingga 1,2 juta. Itu angka yang sangat besar. 

Dengan demikian, pemerintah kolonial dapat dengan mudah mengidentifikasi dan menindak para haji yang dianggap "berbahaya".

Pandangan Snouck Hurgronje dan Pergeseran Kebijakan

Namun, di tengah upaya kontrol ketat ini, muncullah pemikiran dari Snouck Hurgronje, seorang ahli Islam dari Belanda.

Snouck meragukan kesungguhan dan ketetapan pemerintah kolonial dalam menerapkan kebijakan haji.

Ia juga menyarankan agar pemerintah memisahkan antara aspek agama, politik, dan hukum Islam dalam merumuskan kebijakan.

Pandangan Snouck ini membawa perubahan signifikan dalam kebijakan haji. Pemerintah kolonial mulai fokus pada aspek statistik dan tidak lagi melihat jamaah haji dari sudut pandang politik.

Mereka menyadari bahwa hanya sebagian kecil jamaah haji yang menetap lama di Mekkah dan berpotensi terlibat dalam politik.

Realitas Sosial di Balik Kebijakan Haji

Di balik kebijakan-kebijakan yang diterapkan, terdapat realitas sosial yang kompleks terkait dengan ibadah haji. Tingginya minat umat Islam di Nusantara untuk berhaji memicu munculnya berbagai permasalahan.

Banyak jamaah haji yang terlantar di berbagai tempat akibat kekurangan bekal atau ditipu oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Terdapat pula istilah "Haji Singapura" yang merujuk pada jamaah haji yang hanya sampai di Singapura dan tidak melanjutkan perjalanan ke Mekkah.

Hal ini menunjukkan kompleksitas perjalanan haji pada masa itu, di mana tidak semua jamaah haji mampu mencapai tujuan mereka.

Pengetatan pemberangkatan haji di era kolonial Hindia Belanda merupakan fenomena yang kompleks, diwarnai dengan kekhawatiran politik, kontrol sosial, dan realitas sosial yang dihadapi oleh para jamaah haji.

Kebijakan-kebijakan yang diterapkan mencerminkan dinamika hubungan antara pemerintah kolonial dan umat Islam di Nusantara, dengan haji sebagai salah satu titik fokusnya.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved