Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ingat Anton Charliyan Eks Kapolda Sulsel? Ungkap Penyebab Tak Urusi Kasus Vina saat Kapolda Jabar

Anton Charliyan menjabat Kapolda Jawa Barat saat kasus Vina Cirebon ditangani Polres Bogor tahun 2016.

Editor: Sudirman
Ist
Eks Kapolda Sulsel Irjen Anton Charliyan. Anton Charliyan menjabat Kapolda Jawa Barat saat kasus Vina Cirebon ditangani. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Masih ingat Irjen Pol (Purn) Anton Charliyan eks Kapolda Sulsel?

Anton Charliyan menjabat Kapolda Sulsel selama 8 bulan mulai April hingga Desember 2016.

Setelah menjabat Kapolda Sulsel, Anton Charliyan, kemudian dimutasi menjabat Kapolda Jawa Barat.

Anton Charliyan menjabat Kapolda Jabar mulai Desember 2016 sampai 2017.

Anton menjabat Kapolda Jabar saat kasus Vina Cirebon diusut.

Baca juga: Sambil Ngopi di Makassar Hotman Paris Sentil Polisi, Usai Tersangka Kasus Vina Cirebon Jadi Satu

Kasus Vina Cirebon terjadi di kawasan flyover Talun, Cirebon, Jawa Barat.

Dalam kasus ini, Vina dan Eky ditemukan tewas di flyover Talun pada Sabtu 27 Agustus 2016.

Awalnya Vina dan Eky dianggap sebagai korban kecelakaan.

Namun dalam perkembangan penyelidikan ayah Eky, Rudiana, kasus ini justru menjadi pembunuhan dengan menyidang 8 pelaku.

Selama menjabat Kapolda Jabar, Anton Charliyan, tak menuntaskan kasus Vina Cirebon.

Anton Charliyan juga mengakui kasus pembunuhan Vina Cirebon terjadi masa kepemimpinannya.

Anton Charliyan mengungkapkan kasus tersebut telah P21 atau dinyatakan berkas lengkap sekitar 23 Desember 2016.

Saat itu, ia baru lima atau enam hari menjabat sebagai Kapolda Jawa Barat.

Sementara, insiden Vina Dewi Arsita (16) dan Muhammad Rizky alias Eky disiksa hingga tewas di Cirebon pada Sabtu 27 Agustus 2016 silam. 

Anton lalu mengungkapkan situasi dan kondisi pada masa dirinya menjabat.

"Kasus ini tidak dilaporkan oleh Direskrim karena dianggap tidak menjadi atensi dan meresahkan masyarakat. Kalau dari awal meresahkan tentu ini di takeover akan diambil Polda Jabar," kata Anton, Sabtu (1/6/2024).

Anton mengatakan saat itu kasus pembunuhan Vina Cirebon cukup ditangani Polresta Cirebon.

Namun, ia mengakui adanya gejolak kecil saat penanganan kasus tersebut.

Dimana para tersangka sempat diamankan di Polda Jawa Barat pada bulan September 2016.

Alasannya, ada kebencian dari masyarakat terhadap para tersangka.

"Karena dianggapnya tersangka ini sangat sadis, geng motor sehingga sempat diamankan ke Polda lalu dikembalikan ke polresta. Gejolak kecil ada tapi tidak meledak, sehingga saat itu tidak ditangani polda, cukup di polres saja," kata Anton.

Kejanggalan Kasus Vina Cirebon

Kemudian Anton menjelaskan mengenai publik yang menyoroti sejumlah kejanggalan penangana kasus pembunuhan Vina Cirebon.

Kejanggalan pertama yang disorot mengenai ayah Eky yakni Iptu Rudiana yang disebut ikut campur menangani kasus tersebut.

Padahal saat itu Iptu Rudiana bertugas di satuan narkoba.

Anton menuturkan Iptu Rudiana juga berstatus pelapor dalam kasus tersebut.

"Tetapi tidak berarti beliau yang menangani ini bisa dibuktikan kan ada surat perintah penyidikan, ada enggak nama beliau. Setelah kita cek tidak ada nama beliau," kata Anton.

Meski demikian, Anton mengingatkan bahwa bukan hanya anggota Polri melainkan anggota masyarakat yang mengetahui informasi mengenai para pelaku dapat disampaikan kepada polisi.

"Tentu ini diuji untuk menetapkan tersangka ada bukti yang cukup, bukti permulaan cukup, kita ketahui adanya dua alat bukti ditambah satu petunjuk," katanya.

Selain itu, Anton menuturkan nama Pegi Setiawan saat itu telah disebutkan oleh para tersangka, tetapi tidak begitu jelas.

"Mungkin para penyidik cepat puas dan tidak ada friksi dari (keluarga) korban," ujar Anton.

Anton yang kini telah berstatus purnawirawan ternyata tetap mengikuti perkembangan kasus pembunuhan Vina Cirebon.

Bahkan, ia kembali bertanya kepada penyidik yang menangani kasusnya saat ini.

Hal itu terkait polemik Pegi Setiawan yang telah ditangkap polisi setelah sebelumnya berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO).

"Terhadap penangkapan PS (Pegi Setiawan) saya berkali-kali bertanya kepada penyidik.

'Dek tolong apa benar anda menangkap PS, ini orang yang ada di DPO?" tanya Anton kepada penyidik.

"Benar Pak," jawab penyidik kepada Anton.

"Apa alasan anda menangkap termasuk ke penyidik saat ini yang menangani. Anda yakin enggak? kalau salah tangkap, institusi kita jadi korban bully," tanya Anton kepada penyidik.

"Tidak pak, kami tidak salah tangkap," jawab penyidik kepada Anton Charliyan.

Anton menuturkan penyidik memiliki bukti bahwa mereka tidak salah menangkap Pegi Setiawan.

Pertama, nama lain Pegi Setiawan yakni Robi dan Perong.

Kedua, Pegi Setiawan memiliki motor Smash berwarna ungu dengan STNK nama dirinya. Hal tersebut sesuai keterangan saksi.

Anton kembali mengingatkan bahwa keterangan saksi sangat rawan.

"Ini lidah tidak bertulang, bisa berubah-ubah," kata Anton.

"Tidak pak, kualitas saksi sudah kami uji. Saksi teman SD, oleh karena itu disita ijazahnya. Beliau ini ada salah satu tersangka," kata Anton.

Berdasarkan keterangan saksi, Anton mengatakan sosok Pegi Setiawan dikenal sebagai orang yang sadis. Sehingga saksi takut.

Selama ini, kata Anton, ada tradisi geng motor yakni harus saling melindungi dan solid.

"PS dikenal sadis berani menusuk secara samurai, secara internal takut sama PS dan gengnya, kalau tidak aktif di geng akan diintimidasi. Tradisi-tradisi ini ada. Mereka tetap akan melindungi," imbuh Anton.

Mengenai keterangan kuli bangungan rekan Pegi Setiawan yang menyatakan tersangka sedang di Bandung saat tragedi pembunuhan Vina Cirebon, Anton memberikan penjelasan.

"Itu namanya alibi. Alibi untuk menentukan saat kejadian yang bersangkutan ada di TKP atau tidak," ujar Anton.

Anton menghargai pernyataan Pegi Setiawan yang mengaku tidak terlibat dalam kasus itu. Hal itu diatur dalam Undang-undang bahwa setiap tersangka memiliki hak ingkar tetapi harus disertakan bukti-bukti.

Anton pun menjelaskan bahwa penyidik menyebut ada tiga saksi yang memberikan keterangan Pegi terlibat kasus itu.

Satu saksi terlibat kasus pembunuhan Vina Cirebon. Lalu dua saksi berada di luar tahanan. Anton tidak menyebutkan dua saksi lain karena dilindungi.

"Di luar ini mereka pun mungkin takut," katanya.

Ayah Pegi Setiawan, Rudi Irawan dan rekan Pegi, Suharsono alias Bondol memberikan keterangan bahwa pada hari kejadian kasus tersebut, Pegi sedang berada di Bandung.

Tak hanya itu, Rudi juga mengatakan dirinya memberikan bayaran atau gaji kepada kuli bangunan pada Sabtu 27 Agustus 2016.

Menanggapi hal tersebut Anton mempertanyakan hal tersebut terkait pemberian gaji pada malam hari.

"Menerima gaji biasanya pagi," imbuhnya.

Anton menilai penyidik dapat menggunakan metode Scientific Crime Investigation untuk mengungkap kasus tersebut.

Ia mencontohkan penyidik bisa mengecek IT Base Transceiver Station (BTS) untuk mengetahui lokasi seseorang pada suatu waktu.

Hal itu pernah dilakukan Anton saat menjabat sebagai ketua tim penyidik kematian aktivis Munir.

"Ketahuan melalui teknik jaring laba-laba," katanya.

Kemudian, penyidik bisa mengecek darah dan sperma.

"Sperma bisa mati tapi DNA tidak bisa mati. Itu unlimited," kata Anton.

Anton menuturkan bercak darah di baju atau senjata tajam bisa dicek kembali. Ia menyebutkan barang bukti kasus Vina Cirebon saat ini masih ada di tangan penyidik.

Anton juga menjelaskan mengenai hilangnya 2 DPO yakni Andi (31) dan Dani (28). Menurut Anton, rekonstruksi ulang dapat mengungkap hal tersebut.

"TKP ini merupakan dasar untuk mengungkap suatu perkara meskipun sudah berpuluh tahun. Nanti akan ketahuan benar enggak ada peran dua orang yang hilang ini, atau betul tidak ada atau fiktif," katanya.

Anton pun mengaku telah bertanya kepada penyidik saat ini mengenai dua DPO yang dihapus.

"Pak saya sudah desak, mereka (terpidana) tidak bisa mengidentifikasi dua orang ini. Masa kami memaksakan yang tidak ada," kata Anton menirukan ucapan penyidik.

Meskipun, Anton memaklumi keluarga korban yang mempertanyakan hilangnya dua DPO tersebut. Bahkan, Anton kembali bertanya ke penyidik mengenai hal itu.

"Istilahnya berulang-ulang mereka tidak bisa mengidentifikasi, jangankan foto, sketsa tidak ada. Ketika ditanya Dani bentuknya gimana, ini mengatakan bulat, si ini mengatakan lonjong ini mengatakan kurus, ini kan fiktif," ujarnya.

Meskipun terdapat keputusan pengadilan mengenai dua DPO tersebut. Menurut Anton, pengumuman dua DPO dihapus oleh Polda Jabar bukan menggugurkan keputusan pengadilan.

"Keterangan di masa lalu berbeda dengan sekarang ini," katanya.

Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Kasus Vina Pas Masanya,Eks Kapolda Jabar Tanya Penyidik Seyakin Apa Pegi Salah & Ingatkan Soal Saksi

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved