Jampidsus Dikuntit Densus 88
Makna Kemesraan Kapolri dan Jaksa Agung Menurut Loyalis Jokowi, Peringatan Bagi Koruptor
Kemesraan Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Sanitiar Burhanuddin punya makna menurut Loyalis Jokowi, R Haidar Alwi.
TRIBUN-TIMUR.COM - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin makin mesra saat kasus pengintaian anggota Densus 88 Antiteror ke Jampidsus Febrie Adriansyah jadi perhatian.
Kemesraan Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Sanitiar Burhanuddin punya makna menurut Loyalis Jokowi, R Haidar Alwi.
Kemesraan kedua petinggi penegak hukum itu merupakan peringatan bagi para koruptor dan pelaku kejahatan lainnya.
"Kemesraan antara Kapolri dan Jaksa Agung menunjukkan kekompakan atau kesolidan antar institusi penegak hukum sekaligus warning atau peringatan bagi para koruptor dan pelaku kejahatan lainnya. Bahwa negara tidak boleh dan tidak akan kalah," kata R Haidar Alwi pada Selasa (28/5/2024).
"Apalagi kemesraan itu juga melibatkan Menko Polhukam dan Panglima TNI yang menandakan kebijakan di bidang politik, hukum dan keamanan terkoordinasi dengan baik dan negara siap menghadapi segala bentuk ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar. Termasuk perlawanan balik dari para koruptor atau corruptors fight back yang kian masif," jelas R Haidar Alwi.
Menurut R Haidar Alwi, memang diperlukan sinergitas antar institusi berwenang untuk penegakan hukum yang lebih efektif dan efisien.
Jika terdapat ketidak-kompakan atau ketidak-harmonisan, maka peluang diadu-domba oleh pihak-pihak yang tidak ingin penegakan hukum berjalan dengan baik akan semakin besar.
"Apapun hukum yang akan ditegakkan, berhasil atau tidaknya tergantung pada keadaan dan kondisi penegak hukumnya. Kalau mereka tidak akur, akan rawan disusupi dan dilemahkan oleh penumpang gelap," papar R Haidar Alwi.
Terlebih, saat ini banyak kasus-kasus besar yang telah berhasil dan sedang diungkap. Hal itu merupakan salah satu indikator bahwa penegakan hukum di Indonesia sudah jauh lebih baik dari sebelumnya.
Di sisi lain, para pelaku kejahatan tentu tidak akan tinggal diam dan terus berupaya mencari celah untuk melemahkan institusi penegak hukum.
Oleh karena itu, diharapkan agar aparat penegak hukum, tidak hanya Polri dan Kejaksaan tapi juga KPK dan lembaga peradilan senantiasa menjaga kekompakan, keharmonisan, kesolidan dan sinergitas antar individu dan institusi.
Sedangkan masyarakat diminta untuk tidak terhasut oleh isu-isu maupun narasi-narasi yang menyudutkan aparat dan institusi penegak hukum.
"Karena kekompakan antar penegak hukum dan kepercayaan masyarakat adalah kunci untuk memberantas para pelaku kejahatan," pungkas R Haidar Alwi.
Jokowi Turun Tangan
Presiden Jokowi akhirnya turun tangan buntut diintainyaFebrie Adriansyah oleh anggota Densus 88 Polri serta kedatangan rombongan Brimob ke kantor Kejaksaan Agung
Presiden mengaku telah memanggil Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menanyakan hal tersebut.
"Sudah saya panggil tadi," kata Jokowi usai menghadiri acara Inaugurasi Kepengurusan GP Ansor di Istora, Senayan, Jakarta, Senin, (27/5/2024)
Hanya saja Jokowi tidak menjelaskan hasil pemanggilan tersebut. Hal itu kata Jokowi sebaiknya ditanyakan kepada Kapolri. Presiden meminta awak media menanyakan langsung kepada Kapolri yang berada disisi kirinya.
"Tanyakan langsung ke Kapolri. Tanyakan ke Kapolri lansung," katanya
Sementara itu, Kapolri hanya tersenyum saat ditunjuk oleh Jokowi tersebut.
Di kesempatan terpisah Kapolri mengatakan bahwa tidak ada masalah antara Polri dengan Kejaksaan Agung.
"Intinya tidak ada apa apa," kata Listyo
Tanggapan IPW Soal Penguntitan
Publik dikejutkan oleh aksi pengintaian anggota Densus 88 terhadap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah.
Aksi pengintaian itu pun berbuntut panjang, hingga berakhir pada intimidasi anggota Polri terhadap institusi Kejagung.
Pengamat keamanan dari Centre for Strategic and International Studies, Nicky Fahrizal, mengatakan jika benar ada anggota Densus 88 mengintai Jampidsus dan tertangkap, hal itu merupakan pelanggaran terhadap UU No 9/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
Sebab, dalam tataran operasional, tugas Densus 88 berada di bawah rezim UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, bukan menguntit aparat hukum, seperti pejabat Kejaksaan Agung.
”Dilihat dari aspek hukum, Densus 88 tidak bisa dikerahkan untuk urusan lain, kecuali berkaitan dengan terorisme dan kontra terorisme. Kalau ada kasus yang berhubungan dengan spionase atau kegiatan memata-matai, sudah tentu ini pelanggaran terhadap UU tersebut,” kata Nicky dikutip dari Kompas.id.
Sebelumnya diberitakan, anggota polisi dari satuan Densus 88 diduga menguntit Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah, saat makan malam di salah satu restoran di Cipete, Jakarta Selatan.
Satu dari anggota Densus 88 tertangkap basah saat memantau makan malam Febrie, Minggu (19/5/2024) lalu.
”Dilihat dari aspek hukum, Densus 88 tidak bisa dikerahkan untuk urusan lain, kecuali berkaitan dengan terorisme dan kontraterorisme," ujarnya.
"Kalau ada kasus yang berhubungan dengan spionase atau kegiatan memata-matai, sudah tentu ini pelanggaran terhadap UU tersebut,” imbuhnya.
Menurut Nicky, marwah Densus 88 bisa terganggu dan kepercayaan publik terhadap lembaga itu juga akan berkurang.
Selama ini, mereka dipercaya untuk menanggulangi aksi teror, kontraradikalisasi, dan kontraterorisme.
”Jampidsus itu kan pejabat tinggi yang mengerjakan penindakan hukum tindak pidana krusial, seperti korupsi dan pencucian uang," ucapnya.
"Artinya, Mabes Polri, dalam hal ini Kapolri dan Komandan Densus 88, harus mengklarifikasi. Sebab, ini mempertaruhkan kepercayaan publik,” imbuhnya.
Pengawasan Densus 88 terhadap Jampidsus Febrie dianggap tidak berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan terorisme.
Artinya, unit khusus kepolisian itu sudah digunakan untuk urusan yang bukan bidangnya.
Kedua, apabila pengintaian itu berkaitan dengan kepentingan politik, tentu bisa melanggar mandat UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Lebih lanjut, Nicky menyebut bahwa kegiatan spionase sesama aktor penegakan hukum, yaitu Polri dan kejaksaan, justru bisa menimbulkan preseden yang buruk.
Padahal, seharusnya kedua aparat penegak hukum ini bisa berkoordinasi, melakukan sinkronisasi dan kolaborasi.
Namun, anehnya, yang terjadi justru adalah semacam kompetisi yang berbahaya.
”Ini juga bisa berarti tata kelola penegakan hukum di Indonesia ini sedang hancur-hancurnya kalau melihat situasi seperti itu karena antaraktor penegakan hukum ini kan tidak sinkron," ucapnya.
"Tambah lagi, yang harusnya mengawal pejabat tinggi kejaksaan ini kan kalau tidak polisi organ internal pengaman kejaksaan. Karena ini melibatkan polisi militer menjadi lebih rumit,” tambahnya.
Menurut Nicky, dilibatkannya polisi militer untuk mengawal Jampidsus Kejagung bisa berujung runyam karena yurisdiksi yang berbeda.
Polisi militer seharusnya dilibatkan untuk penegakan hukum pidana militer atau kedisiplinan militer.
Adapun, karena kejaksaan berada dalam yurisdiksi penegakan hukum sipil, seharusnya mereka dikawal oleh kepolisian.
”Kalau dibiarkan bisa merunyam di kemudian hari karena yurisdiksi polisi militer ada di korps kehakiman militer atau oditur militer," katanya.
"Kalau kemudian polisi militer ini berhadap-hadapan dengan kepolisian bisa rancu dan berbahaya,” tambahnya.
Terpisah, Ketua Indonesia Police Watch atau IPW Sugeng Teguh Santoso mengatakan, insiden tersebut menunjukkan adanya saling sikut antardua penegak hukum tersebut dalam suatu tugas.
Dia menyebut anggota Densus 88 mustahil bergerak sendiri kalau tak ada perintah dari atasan.
“Ini sudah pasti sikut-sikutan antarlembaga. Anggota densus tak mungkin atas inisiatifnya sendiri, perintahnya apa, atasannya siapa, ini yang harus diketahui,” kata Sugeng.
Sugeng menyebut pengawasan Densus 88 terhadap Jampidsus Febrie jelas bertujuan untuk menggali informasi.
Menurut Sugeng, biasanya Densus 88 memantau seseorang berujung pada dugaan pidana terorisme.
“Ujungnya proses hukum terkait tindak pidana terorisme, kenapa Jampidsus dipantau. Ini yang harus diketahui,” ucapnya.
Tak hanya itu, Sugeng menduga adu sikut antardua penegak hukum ini karena Kejaksaan Agung mengambil alih penanganan kasus korupsi tambang.
Menurut Sugeng, kasus tambang awalnya akan ditangani oleh aparat kepolisian.
“(Tambang) itu menjadi kewenangan Polri, tapi belakangan Kejagung menangani kasus itu. Baik di Konawe atau Timah di Bangka Belitung,” kata Sugeng.
Kronologi
Dua orang yang mengetahui peristiwa itu bercerita bahwa kejadian itu sekitar pukul 20.00 atau 21.00.
Febrie disebut kerap menyambangi restoran yang menyajikan kuliner Perancis untuk makan.
Kala itu, Febrie makan bersama satu ajudan dan motor patwal Polisi Militer.
Dua orang yang mengetahui peristiwa itu menyebut kedatangan Febrie disusul dua orang diduga anggota Densus 88.
Mereka berpakaian santai dan datang dengan berjalan kaki.
Salah seorang dari anggota Densus 88 itu disebut meminta meja di lantai dua dengan alasan ingin merokok. Namun, pria itu selalu mengenakan masker wajah.
Pria itu juga diduga mengarahkan alat yang diduga perekam ke arah ruangan Febrie.
Polisi militer yang mengawal Febrie pun curiga dengan pria tersebut dan menangkapnya.
Sejak menangani kasus korupsi timah senilai Rp 271 triliun, Jampidsus memang dikawal polisi militer TNI atas bantuan pengamanan dari Jaksa Agung Muda Bidang Militer.
Saat dimintai konfirmasi perihal kronologis peristiwa itu, Febrie tidak memberikan tanggapan.
Adapun, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan belum mendapatkan informasi mengenai peristiwa itu.
”Saya belum mendapatkan informasi terkait peristiwa tersebut. Coba dikonfirmasikan langsung kepada Jampidsus,” kata Ketut.
Setelah kejadian diduga dikuntitnya Jampidsus itu, pada Senin malam (20/5/2024), sejumlah kendaraan bersirine juga melakukan aksi mencurigakan di depan Kantor Kejagung RI di Jakarta.
Dalam sebuah video berdurasi sekitar 16 detik yang beredar di kalangan wartawan, terlihat konvoi sepeda motor dan mobil bersirine yang mirip kendaraan dinas Brimob.
Dalam video itu tidak ada keterangan yang menjelaskan apakah aksi itu merupakan demo atau protes terkait penangkapan tertentu.
Beberapa kendaraan taktis dan belasan sepeda motor itu berkeliling kantor Kejagung sebanyak lebih kurang delapan kali.
Mereka menggeber-geberkan knalpot motor besar dan menyorotkan sinar laser senjatanya ke gedung utama Kejagung. (*)
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com
Mahfud MD Eks Menko Polhukam Ungkap Pemicu Penguntitan Jampidsus, Kepentingan Owner Mafia Timah |
![]() |
---|
Profil 4 Jenderal Purn Inisial B, Ramai Dicari Netter Usai Kasus Pengintaian Densus 88 ke Jampidsus |
![]() |
---|
Rekam Jejak Badrodin Haiti, Budi Gunawan, Bambang Hendarso dan Budi Waseso Jenderal Purn Inisial B |
![]() |
---|
Sosok Jenderal Purn B Terduga Dalang Pengintaian Jampidsus Masih Misteri, Intip 4 Jenderal Inisial B |
![]() |
---|
Kabar Terbaru Penguntitan Jampidsus, Dulu Febrie Garang saat Tangkap Anggota Densus 88, Kini Beda |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.