Opini
Menakar Agenda SDGs dengan Perspektif Sistematika Wahyu
Kehadiran kami mewakili delegasi Sosiologi Unhas bersama enam rekan dosen lainnya dari Departemen Sosiologi Unhas Prodi S1, S2 dan S3.
Irfan Yahya
Dosen Magister Sosiologi Unhas dan Aktivis Hidayatullah
Ada yang menarik perhatian penulis sewaktu mengikuti Forum Nasional Asosiasi Pengengola Prodi Sosiologi Indonesia (APPSI) yang dirangkaikan dengan 6th International Conference on Social and Political Sciences (ICSPS) yang diselenggarakan di kampus dua UIN Syarif Hidayatullah Ciputat Jakarta 15-17 Mei 2024.
Kegiatan ini mengusung tema utama: "Pursuing Sustainable and Inclusive Development Through Global Collaboration" yang dibagi kedalam puluhan sub tema kajian dengan berbagai macam perspektif dan bidang.
Ketertarikan penulis itu terhadap apa yang disajikan oleh salah satu pembicara utama dalam konferensi tersebut yakni Prof Adam Passamai dari Western Sydney University Australia dengan judul: “Religion & Postsecular Sustainable Development Goals”.
Dalam persentasinya Prof Adam menyampaikan salah satu kesimpulannya adalah bahwa: “Religion alone is not able to fulfil all of the SDGs, butathese SDGs are not going to be fully achieved withoutreligion either”.
Bagi penulis ini menarik untuk ditelisik lebih jauh sekaligus menginspirasi kami menyajikan tulisan dalam perspektif Sistimatika Wahyu sesuai fokus kajian penulis selama ini.
Kehadiran kami mewakili delegasi Sosiologi Unhas bersama enam rekan dosen lainnya dari Departemen Sosiologi Unhas Prodi S1, S2 dan S3.
Pada sesi parallel group conference kami berbagi hasil riset terkait Disparities in Voters' Rational Choice of Imaging Actions of Legislative Candidates in the 2024 Elections, riset ini mengambil studi kasus masyarakat lingkar dalam dan lingkar luar tambang PT. Vale Kab. Luwu Timur.
Tapi tulisan ini bukan bermaksud untuk membahas hasil riset tersebut, tapi sekedar nimbrung mengulas soal agenda SDGs yang mengemuka dalam konferensi internasioal tersebut dalam perspektif yang berbeda.
Di era globalisasi saat ini, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) seakan menjadi mantra sakti dan telah menjadi panduan utama bagi negara-negara di seluruh dunia untuk mencapai pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Orientasi agenda ini dipatok capaianya pada 2030 yang terdiri dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak tahun 2015.
Agenda ini didesain agar dapat mengurai dan mengatasi tantangan global yang satu-sama lainnya saling terkait, seperti kemiskinan, ketidaksetaraan, perubahan iklim, krisis ekologis, perdamaian, dan keadilan.
Agenda SDGs ini bertujuan menciptakan dunia yang lebih adil, sejahtera, dan berkelanjutan melalui logika dan kerangka kerja yang inklusif dan kolaboratif.
Sejarah dan Substansi SDGs SDGs adalah buah dari rentetan peristiwa dan pergumulan pemikiran panjang atas kesadaran global terkait urgensi pembangunan berkelanjutan.
Berawal dari Konferensi Stockholm 1972 hingga Laporan Brundtland 1987, yang memperkenalkan konsep "pembangunan berkelanjutan," hingga KTT Bumi di Rio de Janeiro 1992 yang berhasil mengkonstruksi Agenda 21, perjalanan panjag ini menunjukkan evolusi pemikiran global menuju pembangunan yang lebih holistik.
Pada tahun 2000, PBB mengadopsi Deklarasi Milenium yang menetapkan delapan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), yang menjadi dasar acuan bagi SDGs.
SDGs sendiri diadopsi pada tahun 2015, dengan 17 tujuan yang meliputi aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Tujuan-tujuan agenda ini mencakup; menghapus kemiskinan (no poverty), mengakhiri kelaparan (zero hunger), kesehatan yang baik dan kesejahteraan (good health and wellbeing).
Pendidikan bermutu (quality education), kesetaraan gender (gender equality), Akses air bersih dan sanitasi (clean water and sanitation), energi bersih dan terjangkau (affordable and clean energy).
Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi (decent work and economy growth), industri, inovasi dan infrastruktur (industry, innovations, and infrastructure), mengurangi ketimpangan (reduce inequality).
Kota dan komunitas yang berkelanjutan (sustainable cities and communities), konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab (responsible consumption and production).
Penanganan perubahan iklim (climate action), menjaga ekosistem laut (life below water), menjaga ekosistem darat (life on land), perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang kuat (peace, justice, and strong institution), kemitraan untuk mencapai tujuan (partnership for the goals).
Dan kesemua agenda tersebut saling memiliki keterkaitan satu sama lainnya.
Perspektif Sistematika Wahyu Islam sebagai agama ataupun sebagai sebuah sistem sosial, memiliki panduan standar berupa wahyu dan as-sunnah untuk menjadi pegangan dan prinsip sosial yang tak terbatasi ruang dan waktu.
Menjadi basis nilai untuk mengkonstruksi basis keyakinan dan ketahuidan ummat, membimbing setiap muslim untuk memiliki orientasi dan cita-cita hidup yang baik dan benar, menuntun setiap muslim untuk memiliki mental yang kuat untuk berselancar mengarungi arus perubahan zaman.
Basis nilai yang menjadi bekal setiap muslim untuk tandang ke gelanggang kehidupan melakukan pemberdayaan dan pencerahan, sebagai sumber pemberi informasi bagi setiap muslim yang syamil mutakamil.
Dalam mengarungi keseharian hidup yang bukan hanya berorientasi kesinambungan di dunia saja, tetapi sekaligus untuk orientasi kehidupan kekal di akhirat kelak.
Olehnya itu setiap muslim senantiasa dituntut untuk mengelola hati dan pikiran serta memberi kesempatan kepada iman agar menuntunya untuk menyerap nilai-nilai ilahiyah yang termaktub dalam wahyu dan as-sunnah tersebut sehingga menjadi muslim yang banyak bermanfaat bagi sesamanya manusia, menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Sistematika Wahyu (Tartib Nuzuli) adalah pendekatan yang didasarkan pada urutan turunnya wahyu Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad. Pendekatan ini merupakan wujud ijtihad al-Ustadz Abdullah Said rahimahullah pendiri Hidayatullah.
Sistematika Wahyu mencakup lima surah pertama berdasarkan urutan turunnya wahyu: surah al-Alaq ayat ke-1 sampai ayat ke-5, surah alQalam ayat ke-1 sampai ayat ke-7, surah al-Muzzammil ayat ke-1 sampai ayat ke-10, surah alMuddatstsir ayat ke-1 sampai ayat ke-7, dan surah al-Fatihah ayat ke-1 sampai ayat ke-7.
Pendekatan ini menekankan kesadaran bertauhid, pengembangan akhlak Qur’ani, peningkatan kualitas spiritual, pemberdayaan gerakan dakwah, dan penerapan Islam secara kaffah untuk mewujudkan sebuah prototipe masyarakat ideal menurut nilai-nilai ajaran agam Islam.
Dalam perspektif Sistematika Wahyu, seluruh orientasi pembangunan berkelanjutan harus didasarkan pada landasan basis yang kuat, yaitu nilai-nilai keimanan dan ajaran Al-Qur'an yang menekankan pentingnya ilmu dan kesadaran bertauhid sebagai dasar segala tindakan.
menekankan pengembangan akhlak qur’ani dan integritas hidup yang mengarahkan pada orientasi hidup yang baik dan benar, baik itu di dunia terlebih lagi di akhirat kelak, menekankan pentingnya spiritualitas dan disiplin, mendorong aktivitas pemberdayaan melalui dakwah dan transformasi sosial, yang sejalan dengan berbagai tujuan SDGs yang berfokus pada inklusi sosial dan pemberdayaan.
Integrasi Perspektif Sistematika Wahyu dalam Implementasi SDGs Integrasi nilai-nilai Sistematika Wahyu dalam implementasi SDGs dapat memperkuat upaya mencapai pembangunan berkelanjutan.
Kesadaran bertauhid dan pendidikan yang holistik dapat mendorong masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan dan kesejahteraan bersama.
Pengembangan akhlak dan integritas dapat mengurangi korupsi dan ketidakadilan, memperkuat lembaga, dan menciptakan masyarakat yang lebih damai dan inklusif.
Peningkatan kualitas spiritual dan disiplin pribadi dapat meningkatkan kesejahteraan mental dan fisik individu, yang pada gilirannya berdampak positif pada kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
Aktivitas dakwah dan transformasi sosial dapat memobilisasi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pencapaian tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan, menciptakan perubahan sosial yang signifikan dan berkelanjutan.
Kesimpulan SDGs adalah kerangka kerja dan cita-cita global yang komprehensif untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.
Untuk itu integrasi perspektif Sistematika Wahyu dapat memberikan landasan dan basis nilai-nilai spiritual dan moral yang kuat, memperkuat implementasi dan pencapaian tujuan-tujuan ini.
Dengan menggabungkan prinsip-prinsip keimanan, pendidikan, akhlak, spiritualitas, dan dakwah, kita dapat menciptakan dunia yang lebih adil, sejahtera, dan berkelanjutan sesuai dengan visi Al-Qur'an dan ajaran Islam. Wallahualam.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.