Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kenaikan Tarif PPN Dinilai Akan Kurangi Daya Beli, Pengamat Sarankan Kaji Ulang

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, tujuan kebijakan menaikkan PPN justru salah satumya untuk mengerek pendapatan

Penulis: Rudi Salam | Editor: Saldy Irawan
Kompas.com
Ilustrasi Kenaikan PPN 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pemerintah tampaknya tidak akan menunda rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada tahun 2025.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, tujuan kebijakan menaikkan PPN justru salah satumya untuk mengerek pendapatan negara dari pajak.

Ia pun mengisyaratkan tidak memberikan ruang untuk mengkaji penerapan PPN 12 persen tahun 2025.

“Tentu targetnya adalah kenaikan pendapatan dari perpajakan,” kata Airlangga, dikutip dari Kontan.co.id, Minggu (12/5/2024).

Menanggapi hal tersebut, Pengamat Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar Dr Abdul Muttalib menilai, kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen akan memiliki beberapa dampak.

Olehnya, ia memandang kebijakan tersebut perlu dikaji ulang.

Dipaparkan bahwa kenaikan tarif PPN akan meningkatkan biaya hidup bagi konsumen, karena harga barang dan jasa yang dikenai PPN akan naik. 

“Hal ini dapat mengakibatkan tekanan inflasi, terutama bagi kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah yang cenderung lebih terpukul oleh kenaikan harga,” katanya, saat dihubungi Tribun-Timur.com, Minggu (12/5/2024).

Selain itu, kenaikan tarif PPN juga dinilai dapat mengurangi daya beli masyarakat.

Sebab, sebagian dari pendapatan akan dialokasikan untuk membayar pajak yang lebih tinggi. 

“Hal ini dapat mengurangi konsumsi dan berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi,” sebutnya.

Di sisi lain, Abdul Muttalib menilai, kenaikan tarif PPN dapat meningkatkan penerimaan pajak bagi pemerintah.

Hal ini kemudian dapat digunakan untuk mendukung program-program pembangunan dan pelayanan publik.

Namun, ia memandang efektivitas dari peningkatan penerimaan pajak ini juga perlu dipertimbangkan, mengingat potensi dampak negatifnya terhadap konsumsi dan pertumbuhan ekonomi.

“Dalam konteks ini, memang perlu dilakukan kajian ulang terhadap kebijakan kenaikan tarif PPN. Evaluasi menyeluruh tentang dampak ekonomi, sosial, dan keuangan dari kenaikan tarif PPN harus dilakukan secara cermat,” papar Abdul Muttalib.

Ia menambahkan, pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai alternatif kebijakan yang mungkin lebih efektif dalam meningkatkan penerimaan pajak tanpa memberikan beban terlalu besar pada masyarakat. 

Itu termasuk eksplorasi opsi lain seperti reformasi sistem perpajakan, peningkatan kepatuhan pajak, atau pengurangan pemborosan dan penghindaran pajak.

Pengusaha Minta Insentif

Sebelumnya, Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Sulawesi Selatan (Sulsel), Andi Rahmat Manggabarani juga menanggapi rencana kenaikan PPN.

Andi Rahmat Manggabarani mengatakan bahwa Hipmi akan mendorong pemerintah untuk selalu mengambil kebijakan yang berpihak untuk keberlangsungan dunia usaha.

Jika PPN naik, Hipmi Sulsel berencana meminta insentif PPN dan kebijakan-kebijakan khusus.

Kebijakan khusus tersebut khusus bagi para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM). 

“Terkait kenaikan PPN ini Hipmi akan meminta insentif PPN dan kebijakan khusus bagi para pelaku usaha UMKM,” kata Andi Rahmat, beberapa waktu lalu.

Andi Rahmat menyebut, kenaikan PPN ini menyasar usaha dengan skala menengah dan besar.

Sementara, kenaikan PPN ini disebut tidak berlaku bagi para pelaku usaha kecil.

Hipmi tetap menunggu kajian pemerintah terkait kenaikan PPN tersebut.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved