Opini
Melampaui Kota Pintar
Meski demikian korupsi, pengangguran, dan kemacetan masih menjadi “pekerjaan rumah” saat ini.
Oleh: Bahrul Amsal
Dosen Sosiologi FIS-H UNM
Belum lama ini, Makassar bersama Jakarta dan Medan dinobatkan sebagai kota cerdas 2024 versi survei International Institute for Management Development atau IMD.
Dari 142 kota Makassar menduduki urutan 115, Jakarta 103, dan Medan peringkat 112.
Makassar sendiri dinilai telah mampu memberikan pelayanan berbasis teknologi digital terutama di bidang kesehatan, transportasi umum, dan kemampuan memberikan akses kepada publik terkait kebijakan kota.
Meski demikian korupsi, pengangguran, dan kemacetan masih menjadi “pekerjaan rumah” saat ini.
Prestasi ini di satu sisi merupakan kabar baik bagi pemerintah kota, dan terutama warga Kota Daeng.
Ini menandai Makassar telah menjadi kota dengan infrastruktur cukup mapan dalam mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi sebagai bagian pelayanan kota.
Tetapi, dikutip dari situs IMD sendiri, konsep smart city merupakan pendekatan yang menyeimbangkan aspek ekonomi dan teknologi di satu sisi, dan “dimensi kemanusiaan” berupa kualitas hidup, ekologi, dan inklusivitas di sisi lain.
Untuk tiga terakhir ini tidak segampang mengukur pembangunan infrastruktur, yang berorientasi kuantitatif ketimbang kualitatif.
Selama ini kota adalah masa depan umat manusia yang mendorong gejala urbanisasi berskala massif.
Kota di sisi ini memiliki kekuatan ekspansif sampai ke wilayah pinggiran.
Mengubah desa menjadi kota-kota baru seperti yang telah terjadi di belahan dunia barat.
Karena itu, masa depan manusia yang bertaut dengan kota telah menyita sebagian besar konsumsi terjadi di wilayah perkotaan.
Penggunaan energi untuk menunjang kebutuhan listrik dan transportasi perkotaan telah mendorong perubahan iklim.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.