Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Haji 2024

Fikih Haji: Penggunaan Visa Non Haji

Mulai dari penentuan Biaya Pelaksanaan Ibadah Haji (BPIH) hingga persiapan seluruh akomodasi jamaah haji, baik di tanah air maupun di Arab Saudi.

|
Editor: Sudirman
DPR RI
Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi Djamal 

Jika keberangkatan ibadah hajinya dilakukan dengan melakukan pelanggaran pada hokum sosial dan negara, dalam artian berangkat secara illegal dan tidak adanya kemampuan pada terciptanya rasa aman, maka seluruh proses ibadahnya menjadi problematik.

Syarat utama dari ibadah haji adalah kemampuan dalam berbagai aspeknya, mulai mampu materi untuk biaya haji dan biaya keluarga yang ditinggalkan, mampu fisik dengan kesehatan yang baik untuk mendukung pelaksanaan ibadah haji hingga mampu untuk menghadirkan rasa aman selama berada di tanah suci.

Ketiga syarat mampu ini telah diatur dengan baik oleh otoritas lembaga pelaksana ibadah haji, baik pemerintahatau negara yang memberangkatkan jamaah haji maupun pemerintah yang menjadi penguasa wilayah sebagai lokus pelaksanaan ibadah haji.

Sahnya sebuah ibadah tidak hanya pada kesempurnaan aspek fikih ibadah, tetapi harus mencakup fikih siyasah atau politik dalam konteks kebijakan negara untuk melindungi seluruh jamaah haji.

Jika secara fikih politik telah menetapkan aturan bahwa pemberangkatan jamaah haji harus menggunakan visa haji, maka secara fikih ibadah, mereka yang berangkat tidak menggunakan visa haji, maka ibadah hajinya menjadi muspra.

Implikasi pemberangkatan haji tanpa visa haji, maka kehadiran mereka di tanah suci menjadi illegal bahkandapat menzalimi pihak-pihak lain.

Mereka tidak tercatat secara resmi sebagai jamaah, baik menurut negara asal maupun bagi negara tujuan.

Saat mereka hadir di Padang Arafah untuk wukuf sebagai rangkaian puncak ibadah haji, mereka tidak memiliki kuota lokasi tempat atau maktab sehingga mereka kadang mencaplok tenda maktab bagi jamaah haji resmi.

Pencaplokan tenda merupakan bentuk kezaliman kepada pihak lain dan tidak layak dilakukan hanya untuk egoisme pribadi dalam menunaikan ibadah yang mulia.

Dalam paradigma di atas, maka pernyataan Menteri Agama Gus Yaqut yang mengatakan bahwa haji tidak sah jika tidak menggunakan visa resmi yakni visa haji mendapat legitimasi secara fikih ibadah dan fikih politik.

Beragama tidak boleh melanggar aturan-aturan fikih dalam berbagai aspeknya dan hanya didasarkan pada semangat dan egoisme kesalehan.

Ibadah haji sebagai puncak kesalehan dan menjadi rukun Islam yang kelima semestinya dilakukan saat kesempurnaan rukun-rukun Islam yang lain seperti syahadat, salat, puasa dan zakat.(*)

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Nikah Massal

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved