Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Haji 2024

Fikih Haji: Penggunaan Visa Non Haji

Mulai dari penentuan Biaya Pelaksanaan Ibadah Haji (BPIH) hingga persiapan seluruh akomodasi jamaah haji, baik di tanah air maupun di Arab Saudi.

|
Editor: Sudirman
DPR RI
Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi Djamal 

Oleh: Ashabul Kahfi dan La Ode Ismail Ahmad

Ketua Komisi VIII DPR RI Fraksi PAN/ Ketua Prodi Ilmu Hadis Program Magister Pascasarjana UIN Alauddin Makassar

Beberapa hari lagi, pelaksanaan pemberangkatan jamaah haji Indonesia tahun ini segera dimulai, tepatnya 12 Mei 2024 yang merupakan gelombang pertama dengan pendaratan di Kota Madinah al-Munawwarah.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama bersama Komisi VIII DPR-RI telah mempersiapkan seluruh persiapan pemberangkatan hingga pemulangan jamaah haji.

Mulai dari penentuan Biaya Pelaksanaan Ibadah Haji (BPIH) hingga persiapan seluruh akomodasi jamaah haji, baik di tanah air maupun di Arab Saudi.

Pada prinsipnya, pelaksanaan ibadah haji didasarkan pada kerjasama G to G yakni adanya kesepakatan pemerintah yang menjadi lokus negara tempat seluruh rangkaian ibadah haji (baca: Makkah dan Madinah/pemerintah Kerajaan Saudi Arabia) dan pemerintah yang mengutus rakyatnya untuk ibadah haji.

Pemerintah Saudi Arabia melalui Raja Saudi sebagai Khadimul Haramain memiliki otoritas untuk mengatur seluruh aturan yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah haji.

Aturan tersebut dikomunikasikan dan disampaikan kepada seluruh negara yang akan memberangkatkan ibadah haji sehingga mendapatkan rasa aman dalam pelaksanaan ibadah haji.

Kerajaan Saudi Arabia memiliki otoritas mutlak dalam seluruh seluruh aspek pelaksanaan ibadah haji, mulai penentuan kuota jamaah haji pada setiap negara hingga penempatan jamaah haji di wilayah Arafah, Mina dan Musdalifah.

Kementerian Agama Republik Indonesia dan Komisi VIII DPR-RI telah melakukan berbagai pembicaraan bersama Kementerian Haji Kerajaan Saudi Arabia untuk kesuksesan pelaksanaan haji khususnya untuk jamaah haji Indonesia.

Seluruh aturan yang telah ditetapkan oleh Kerajaan Saudi Arabia harus ditaati oleh seluruh negara yang mengutus jamaah hajinya sehingga pelaksanaan ibadah haji dapat berjalan dengan baik.

Salah satu aturan yang disepakati adalah pemberangkatan jamaah haji harus menggunakan visa haji sebagai visa resmi.

Namun dalam prakteknya, banyak masyarakat yang berangkat dengan niat melaksanakan ibadah haji dengan melanggar aturan-aturan yang ada sehingga menimbulkan berbagai masalah, mulai batalnya pemberangkatan hingga rasa tidak aman dan bebas untuk beraktifitas selama berada di dua tanah suci.

Pada prinsipnya, apabila ada jamaah haji yang berangkat dengan menggunakan visa tidak resmi atau bukan visa haji, maka yang bersangkutan telah melanggar hukum negara yang merupakan hukum sosial masyarakat yang mesti ditaati oleh semua pihak.

Animo masyarakat yang sangat tinggi untuk melaksanakan ibadah haji dengan kuota terbatas dan waiting list (daftar tunggu) yang lama, mendorong beberapa pihak memberangkatkan dengan bisa yang tidak resmi.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved