Sengketa Pemilu
KPU Pasang Badan Usai Megawati dan Rizieq Shihab Kirim Amicus Curiae ke MK, Rencana PDIP Kandas?
Megawati Soekarnoputri dan Habib Rizieq Shihab telah mengajukan amicus curiae kepada Mahkamah Konstitusi.
TRIBUN-TIMUR.COM - Komisi Pemilihan Umum (KPU RI) pasang badan setelah Ketua Umum PDIP Megawati dan Habib Rizieq Shihab.
Megawati Soekarnoputri dan Habib Rizieq Shihab telah mengajukan amicus curiae kepada Mahkamah Konstitusi.
KPU pun muncul dan menyampaikan jika surat kiriman Megawati dan Rizieq tidak bisa dijadikan alat bukti sengketa Pilpres 2024.
"Alat bukti yang dapat dipertimbangkan oleh majelis hakim adalah alat bukti yang diserahkan dalam proses persidangan dan dicatat oleh panitera persidangan.
Alat bukti harus memuat atau berisikan fakta objektif atas sebuah peristiwa," kata anggota KPU RI Idham Holik kepada wartawan, Kamis (18/4/2024).
Ia menegaskan, pada 16 April lalu, majelis hakim telah memberikan seluruh pihak yang terlibat dalam sidang sengketa Pilpres untuk menyampaikan alat bukti tambahan, baik itu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD sebagai pemohon, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming selaku pihak terkait, KPU RI sebagai termohon, dan Bawaslu selaku pemberi keterangan.
"Jika ada surat yang disampaikan di luar para pihak tersebut, maka tidak bisa dikatakan sebagai alat bukti persidangan," ujar Idham.
Idham juga menegaskan bahwa UU Pemilu maupun Peraturan MK terkait sengketa pilpres tidak memuat satu pun istilah amicus curiae.
Idham mengutip UU MK yang pada intinya telah mengatur bahwa majelis hakim membuat putusan berdasarkan alat bukti.
Jenis-jenis alat bukti itu pun sudah diatur di dalam beleid yang sama, yaitu surat atau tulisan, keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan para pihak, petunjuk, dan alat bukti lain berupa informasi secara elektronik.
"Mari kita hormati kemerdekaan Majelis MK dalam RPH (Rapat Permusyawaratan Hakim) dan saya sangat yakin Majelis Hakim MK akan melaksanakan ketentuan yang terdapat UU MK dan UU Kekuasaan Kehakiman yang sangat eksplisit," ungkap Idham.
Sebelumnya dokumen amicus curiae Megawati diserahkan melalui Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto yang didampingi Ketua DPP PDI-P Djarot Saiful Hidayat dan Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis.
Dalam dokumen yang disebarkan oleh PDI-P, isi amicus curiae yang disampaikan Megawati tak berbeda jauh dari artikel opininya yang dipublikasikan di Harian Kompas beberapa waktu lalu.
Namun, Megawati menambahkan tulisan tangan yang berisi pesan agar MK mengambil putusan yang menjaga kehidupan demokrasi di Indonesia.
"Rakyat Indonesia yang tercinta, marilah kita berdoa, semoga ketuk palu Mahkamah Konstitusi bukan merupakan palu godam melainkan palu emas," kata Hasto membacakan tulisan Megawati.
"Seperti kata Ibu Kartini pada tahun 1911, 'habis gelap terbitlah terang', sehingga fajar demokrasi yang telah kita perjuangkan dari dulu timbul kembali dan akan diingat terus menerus oleh generasi bangsa Indonesia," ujar Hasto.
Menurut Hasto, tulisan tersebut adalah perasan dari perasaan yang sudah dikontemplasikan oleh Megawati.
Rizieq Shihab
Rizieq Shihab bersama empat tokoh lainnya, yaitu Din Syamsudin, Ahmad Shabri Lubis, Yusuf Muhammad Martak, dan Munarman menyerahkan surat sahabat peradilan atau amicus curiae terkait sengketa Pemilihan Presiden (Pilplres) 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (17/4/2024).
Dalam surat amicus curiae yang diterima Kompas.com dan dibenarkan oleh Yusuf Martak, kelima tokoh ini mengirimkan surat sahabat peradilan sebagai kelompok warga negara.
"Kami adalah kelompok warga negara Indonesia yang memiliki keprihatinan mendalam terhadap keberlangsungan dan masa depan Negara Kesatuan Republik Indonesia," ujar Rizieq dalam amicus curiae itu.
Ada empat poin yang kemudian disampaikan oleh Rizieq.
Pertama, harapan agar MK bisa meluruskan perjalanan bangsa yang dinilai sedang tidak baik-baik saja.
Kedua, harapan agar Majelis Hakim Konstitusi sungguh-sungguh menggunakan kewenangan yang diatur oleh konstitusi untuk mencapai tujuan hukum dan menegakkan keadilan.
"Dan tidak memberi ruang bagi terjadinya conflict of interest dalam penyelenggaraan negara di seluruh aspek," ucap Rizieq.
Ketiga, mengharapkan peran MK untuk meluruskan kembali penyimpangan yang terjadi dalam penyalahgunaan kekuasaan dalam Pilpres 2024.
Khususnya pada penyimpangan nepotisme yang dilakukan Presiden Joko Widodo untuk melanggengkan anaknya, Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden nomor urut 2.
Terakhir, Rizieq mendesak kepada Majelis Hakim Konstitusi mengembalikan kehidupan berbangsa dan bernegara pada tujuan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
"Sejarah akan mencatat, apakah Yang Mulia Hakim Konstitusi akan menjadi guardian of constitution atau guardian of group regimentation.
Kami hingga saat ini masih meyakini bahwa Yang Mulia Hakim Konstitusi tetap akan menjadi guardian of constitution," kata dia.
Amicus curiae diartikan sebagai pihak yang merasa berkepentingan terhadap sebuah perkara sehingga memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan.
Akan tetapi, keterlibatan pihak yang merasa berkepentingan ini hanya sebatas memberikan opini dan bukan melakukan perlawanan ataupun memaksa hakim.
Amicus curiae yang terakhir diterima MK berasal dari Asosiasi Pengacara Indonesia di Amerika Serikat, Rabu (17/4/2024) yang berisi tentang gambaran kecurangan pemilu di luar negeri.
Surat sahabat peradilan yang ramai dibincangkan publik adalah amicus curiae dari Presiden Kelima RI sekaligus Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
Selain Megawati, beberapa tokoh dan aktivis seperti Busyro Muqoddas dan Usman Hamid juga ikut menyerahkan amicus curiae dalam sengketa Pilpres 2024.
Megawati turun tangan
Presiden Kelima RI itu resmi mengajukan amicus curiae (sahabat pengadilan) ke MK, Selasa (16/4/2024).
Dokumen amicus curiae Megawati diserahkan melalui Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto yang didampingi Ketua DPP PDI-P Djarot Saiful Hidayat dan Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis.
Amicus curiae adalah sistem yang memiliki mekanisme di mana pihak ketiga, bukan pihak berperkara, bisa memberi masukan kepada pengadilan dalam suatu perkara.
Sistem ini adalah warisan dari sistem hukum Romawi kuno, lalu diwarisi oleh sistem common law.
Dalam banyak hal, sistem civil law pun memiliki mekanisme serupa, termasuk di Indonesia. Apa yang diajukan Megawati ke MK, adalah lanjutan dari kolom yang ditulisnya di Harian Kompas berjudul "Kenegarawanan Hakim Mahkamah Konstitusi".
Megawati menggugah para hakim MK agar benar-benar menunjukkan sikap kenegerawanan mereka: jalankan konstitusi, tegakkan demokrasi, dan jangan ada kepentingan pribadi dalam memutus perkara, khususnya sengketa Pilpres 2024. Bagi Megawati,
MK kini diperhadapkan dengan ujian yang amat berat.
Pertama, MK harus mengembalikan kepercayaan publik dan citranya kembali, setelah tergerogoti oleh Putusan MK No 90 Tahun 2023, yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wapres.
Kedua, MK sedang diuji kemandirian dan kejujurannya dalam mengambil putusan tentang sengketa pilpres 2024, yang kini tengah berproses.
Lalu, Megawati mendeklarasikan hasil kontemplasinya yang menjadi pedoman kebenaran yang kini tengah dicari dan diperjuangkannya: kebenaran tentang tegaknya demokrasi dan keadilan di negeri ini.
Ia pun mengharapkan para hakim MK mendasarkan diri pada, pertama, kebenaran adalah kebenaran.
Kedua, dalam mengambil putusan, para hakim mendasarkan diri pada kejernihan pikiran dan hati nurani.
Ketiga, qana’ah, prinsip merasa cukup terhadap apa yang ada. Keempat, prinsip utrenja (bahasa Rusia) yang berarti fajar.
Maksudnya, di Indonesia ini, tak ada yang bisa mengubah hukum alam bahwa fajar menyingsing di ufuk timur.
Dipuji Anies Baswedan
Calon presiden (capres) nomor urut 1 Anies Baswedan memuji langkah Megawati Soekarnoputri menyerahkan dokumen amicus curiae terkait sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di MK.
Baginya, hal itu menunjukan bahwa kondisi Tanah Air memang tak baik-baik saja.
“Ini menggambarkan bahwa situasinya memang amat serius dan seperti kami sampaikan pada saat pembukaan persidangan di MK bahwa ini Indonesia di persimpangan jalan,” ujar Anies di kediamannya, Jalan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Selasa (16/4/2024)
Baginya, putusan MK akan menjadi jalan apakah Indonesia akan kembali ke masa orde lama ketika sebuah kontestasi elektoral sudah diatur.
Atau sebaliknya, Indonesia akan bakal meneruskan amanat reformasi.
“Di mana demokrasi memberikan ruang kebebasan dan tidak ada intervensi-intervensi di dalam proses pemilu, proses pilpres,” sebut dia.
Di sisi lain, Anies meminta semua pihak menjadikan dokumen amicus curiae yang diberikan Megawati pada MK sebagai perhatian.
Pasalnya, Megawati merupakan salah satu tokoh yang ikut memperjuangkan demokrasi sejak pemerintahan orde lama.
“Saya rasa pesan dari Ibu Mega, sebagai salah satu orang yang ikut dalam proses demokratisasi sejak tahun 1990 an,” ucap Anies.
“Beliau merasakan ketika segalanya serba diatur, di mana pemilu dan pilpres pada masa itu enggak perlu ada surveyor, karena semua sudah tahu hasil sebelum proses pemilu saat itu,” tuturnya.
Apa Signifikansi dan Modal Sosial Megawati Melakukan Amicus Curiae?
Lalu, orang pun mulai bertanya, apa signifikansi dan modal sosial Megawati melakukan amicus curiae tersebut?
Di antara anak-anak bangsa yang ada di negeri kita sekarang ini, Megawati yang paling kompeten dan memiliki legitimasi kuat untuk amicus curiae.
Megawati melakukan itu karena ia gelisah menyaksikan dan mengalami betapa Pilpres 2024 ini, surplus dengan adegan aksi tuna moral dan padat dengan masalah-masalah yuridis, terutama masalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.
Megawati tak tahan menyaksikan bagaimana pat gulipat politik dijalankan di negeri ini, hanya untuk meloloskan putra penguasa untuk menjadi orang nomor dua.
Kemandirian Mahkamah Konstitusi terkesan sekali diinjak-injak.
Hukum diporak porandakan, dan sebagainya.
Legitimasi moral Megawati untuk urusan ini, sangat kuat karena pada 2004, ia sedang menjabat sebagai presiden dan maju berkompetisi lagi, tetapi tidak pernah menunjukkan gelagat kecurangan.
Tak ada bisik berbisik bahwa ia mendesakkan keinginan untuk menang dengan cara menggunakan polisi, pegawai negeri, dan segala organ negara lain.
Megawati sangat defisit dalam hal membelanjakan uang negara secara semena-mena guna menyogok rakyat untuk memenangkan dirinya.
Megawati juga tidak mengakali penyelenggara pemilu.
Tak pula menyiasati MK.
Ia menjalani kontestasi sesuai aturan.
Karena itu, ketika ia keluar Istana, ia berhak membusungkan dada dan bebas menoleh ke kiri dan kanan karena ia tidak terbebani oleh dosa demokrasi.
Langkahnya amat ringan.
Tak ada fitnah yang mengikutinya dari belakang.
Ia harum semerbak.
Pada 2014, Megawati mengurungkan niat menjadi calon presiden, dan memberi kesempatan kepada Jokowi.
Megawati mengikuti keinginan rakyat.
Ia tidak memaksakan kehendak agar dirinya dicalonkan oleh PDI-P, partai yang dilahirkan dan dipimpinnya.
Pada Pilpres 2024, lagi-lagi Megawati mendengar keinginan rakyat.
Putri tunggalnya, Puan Maharani tidak didesakkan untuk dicalonkan oleh PDI-P sebagai calon presiden.
Megawati memberikan mandat itu ke orang lain, Ganjar Pranowo.
Dengan rentetan pristiwa tersebut, sangat jelas bahwa Megawati memiliki legitimasi moral kuat untuk melakukan amicus curiae, yang berkaitan dengan hasil pilpres 2024 lalu.
Megawati melakukan itu bukan untuk kepentingan pribadinya karena ia sukses menanggalkan segala hal mengenai kepentingan dan keuntungan pribadinya selama ini.
Maka, tatkala ia berpekik, ia merepresentasi pekikan publik.
Bukan pekikan diri atau dinastinya.
Tatkala Megawati meradang, ia mewakili orang banyak yang juga meradang dalam hal akhlak berpolitik.
Manakala Megawati berseru dan mengharapkan Mahkamah menjadi temannya, ia bermaksud secara serius bahwa seruan dan harapannya, adalah seruan dan harapan warga negara lain
Bukan monopoli diri dan dinastinya. Kita bisa menyaksikan gerakan moral serupa, juga dilakukan oleh para guru besar dari pelbagai perguruan tinggi.
Mereka adalah orang-orang yang ditakdirkan Tuhan menjadi penjaga hati nurani dan moral bangsa.
Mereka bukan makhluk yang penuh siasat dan keculasan untuk merebut tahta kekuasaan.
Para guru besar itu, lahir untuk asyik mencari kebenaran sesuai bidang keilmuan yang mereka miliki.
Mereka lahir hanya untuk mengabdi.
Bukan saling sikut untuk berkuasa tanpa landasan moral.
Para akademisi itu, tak memiliki pretensi.
Tak ada saru dan nihil topeng yang mengelabui kita semua.
Langkah Megawati bersama para guru besar adalah langkah moral yang beredar dalam wilayah hati nurani. Bukan langkah yang berputar-putar tiada ujung dalam wilayah hitung menghitung suara.
Mereka menuntut keadilan substantif. Bukan keadilan statistik. Megawati bersama para guru besar melakukan amicus curiae karena mereka meyakini, para hakim masih memiliki hati nurani, sebagaimana mereka memiliki hati nurani.
Para hakim masih memiliki keteguhan hati untuk menegakkan demokrasi, sebagaimana mereka buktikan selama ini, bahwa demokrasi harus diperjuangkan.
Kesamaan itulah yang membuat mereka bersahabat. Hanya itu yang ada. Tidak perlu ditafsirkan secara liar tujuan dan motif mereka.
John Marshal, Ketua Mahkamah Agung Amerika Serikat yang paling lama (1801-1835) berkata: “The judiciary is the safeguard of our liberty and of our property under the constitution” (lembaga peradilan menjaga kebebasan dan kepemilikan kita, yang dijamin oleh Konstitusi).
Karena fungsinya itu, lembaga peradilan memegang peranan dan tanggungjawab krusial untuk menegakkan prinsip-prinsip fundamental tentang kebebasan dan keadilan dalam masyarakat demokratis.
Semoga para hakim Mahkamah Konstitusi kita, menjalankan prinsip yang sama dengan hakim legendaris Amerika Serikat itu.
Bila demikian, maka Raden Ajeng Kartini, sebagaimana yang dikutip oleh Megawati dalam amicus curiae yang dikirim ke Mahkamah Konstitusi, sangat benar: Habis Gelap, Terbitlah Terang.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Prabowo - Gibran Terancam Tak Dilantik Jadi Presiden dan Wakil Presiden, PDIP Temukan Bukti Kuat |
![]() |
---|
Profil Elza Galan Zen Caleg Gerindra Ikut Sengketa Pemilu Tanpa Pengacara, Curhat 3 Kali Babak Belur |
![]() |
---|
Rencana Anies -Muhaimin Jelang Putusan MK, Ganjar-Mahfud Tentukan Titik Kumpul, Sikap Kubu Prabowo? |
![]() |
---|
Megawati Sudah Turun Tangan! Ambil Langkah Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Dipuji Anies Baswedan |
![]() |
---|
Mengenal Amicus Curiae Surat Megawati untuk MK Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Bukan Intervensi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.