Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ramadhan 2024

Jejak Legendaris Sang Ulama Dato Tiro: Penyebar Islam di Bulukumba

Namun, Dato Tiro memilih menetap di Bulukumba, tempat ia menemukan kerajaan yang mempercayakan dirinya untuk menyebarkan agama Islam.

Penulis: Samsul Bahri | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM
Sumur panjang Dato Tiro di depan Masjid Nurul Hilal, Hila-hila, Kelurahan Ekatiro, Kecamatan Bontotiro 

TRIBUN-TIMUR.COM - Di antara jejak sejarah, tersembunyi kisah mendalam seorang ulama sebagai pionir Islam di tanah yang jauh dari asalnya.

Di ujung negeri, di Bulukumba, Sulawesi Selatan, terdapat sebuah legenda yang melekat dalam benak masyarakat.

Cerita ini berkisah tentang sosok ulama pertama dari Minangkabau, Sumatera, yang tak hanya membangun masjid, tetapi juga meninggalkan jejak-jejak sejarah yang tak terlupakan.

Nama ulama tersebut adalah Abdul Jawad yang lebih dikenal dengan sebutan Khatib Bungsu atau di tanah Sulawesi Selatan, ia dikenal dengan nama Dato Tiro.

Masjid yang didirikannya dari batu bata gunung menjadi salah satu bangunan tertua di tanah Butta Panrita Lopi Bulukumba, tetapi bukan hanya itu yang membuatnya dikenang.

Jejak sejarahnya melampaui batas-batas bangunan fisik.

Salah satu contohnya adalah sumur panjang yang terbentang sekitar 30 meter di depan Masjid Nurul Hilal Dato Tiro, yang terletak di Hila-hila, Kelurahan Ekatiro, Kecamatan Bontotiro, Bulukumba.

Imam Masjid Nurul Hilal Dato Tiro, H Muh Rauf, saat menceritakan kisah legendaris tentang ulama tersebut.

Konon, saat ulama ini tiba di kampung tersebut, dia mengalami kesulitan untuk berwudu karena tidak ada sumber air.

Dengan keyakinan yang kuat, ulama tersebut menancapkan tongkatnya ke tanah dan menarik garis panjang.

Tak lama kemudian, air pun muncul dari bawah tanah, memberikan kemudahan bagi ulama dan masyarakat setempat untuk beribadah.

"Ia adalah wali Allah yang datang di kampung ini mengislamkan kerajaan di sini (Kerajaan Tiro)," ungkap Muh Rauf, dengan rasa hormat yang mendalam.

Kisah Dato Tiro tidak hanya terbatas pada Bulukumba.

Sebelumnya, ia melakukan perjalanan dari bersama Dato Ribandang dan Dato Fatimang di Luwu.

Bersama-sama, mereka menjelajahi wilayah tersebut, memperkenalkan Islam di setiap langkahnya.

Namun, Dato Tiro memilih menetap di Bulukumba, tempat ia menemukan kerajaan yang mempercayakan dirinya untuk menyebarkan agama Islam.

" Maka Dato Tiro tinggalah di kampung ini mengislamkan raja itu hingga menyebarkan Islam sampai di Sinjai dan Bantaeng," tambah Rauf, sambil menghela nafas dalam.

Jejak sejarah Dato Tiro tak hanya terlihat dari bangunan-bangunan fisik, tetapi juga dari nilai-nilai spiritual yang ia tinggalkan.

Masjid Nurul Hilal Dato Tiro yang dulu dikenal sebagai musala dengan dinding terbuat dari batu bata gunung, kini menjadi pusat peribadatan yang indah setelah direnovasi.

Lokasinya pun dipindahkan ke tempat yang lebih strategis, tetapi keberadaannya masih memancarkan keagungan masa lalu.

Di sebelah masjid, terdapat makam Dato Tiro yang menjadi tempat ziarah bagi banyak orang, khususnya setelah hari raya Iduladha.

Sedangkan sumur panjang yang dibuat oleh ulama ini kini telah menjadi objek wisata permandian yang menarik minat banyak wisatawan.

Kisah Dato Tiro tak hanya menjadi cerita sejarah biasa, tetapi juga sumber inspirasi bagi banyak orang tentang kekuatan iman, ketabahan, dan pengabdian kepada agama dan masyarakat.

Dengan cerita ini, warisan ulama besar ini terus hidup dan menjadi pelita bagi mereka yang mengikuti jejaknya.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved