Opini
Belajar dari Aang dan Orang-orang yang Berpuasa
Sedangkan dalam bahasa sangsekerta, Avatar berarti keturunan dewa yang menampakkan diri di bumi.
Oleh: Sopian Tamrin
Dosen Sosiologi Universitas Negeri Makassar
Seri Avatar: The Last Airbender telah tayang. Film ini berhasil mengambil perhatian para penggemar animasi.
Avatar dalam kepercayaan hinduisme dianggap sebagai dewa yang mewujudkan diri sebagai manusia.
Sedangkan dalam bahasa sangsekerta, Avatar berarti keturunan dewa yang menampakkan diri di bumi.
Ketertarikan kita pada film ini sala-satunya karena sosok Aang dengan kemampuannya sebagai pengendali empat unsur alam.
Setting film dengan suku-suku yang mewakili unsur alam membawa kita pada suasana yang amat filosofis.
Alam sebagai Percarian Pertama dalam Filsafat Jauh sebelum tahun masehi, rasa ingin tahu terkait apa yang paling mendasari realitas semesta sudah menjadi perdebatan paling awal dalam Sejarah filsafat.
Para filsuf pada masa millesian 6-7SM mempertanyakan unsur paling fundamen yang menyusun alam semesta.
Pencarian mereka tentang ‘’arche’’ dimulai oleh Thales bahwa asal usul semesta adalah air.
Air adalah unsur utama dan pertama yang memungkinkan unsur lain hadir. Air menurutnya yang paling pokok.
Tidak ada kehidupan tanpa air.
Anaximandros adalah murid dari thales yang menolak pendapat bahwa air adalah unsur inti alam semesta.
Ia lebih memperluasdan mengafirmasi bahwa api, air dan tanahlah sebagai unsur pokonya.
Bukan sala-satunya. Kemudian dilanjutkan oleh muridnya bernama Anaximenes yang menyatakan bahwa unsur alam semesta adalah sesuatu yang tak terbatas.
Meskipun tak terbatas tapi ia ada dan melingkupi hidup manusia. Menurutnya yang arche itu adalah udara.
Bagi sang murid, Api itu tak lain adalah udara yang encer, dan air itu tak lain adalah udara yang dipadatkan, selanjutkan jika kepadatannya bertambah, maka akan berubah menjadi tanah (Russell, 2021).
Pandangan Anaximenes menegaskan bahwa realitas udara itu bergantung pada proses pemadatan dan perenggangannya yang mengakibatkan perubahan wujud dari udara, menjadi api, air dan tanah ataupun sebaliknya (Kattsof, 2004).
Selain pemikiran di atas muncul pengertian baru dari Herakleitos. Diktumnya yang terkenal ‘’panta rhei kai uden menei’’, artiya semuanya mengalir dan tidak ada sesuatupun yang tetap.
Menurutnya tidak ada unsur tetap, tidak ada yang betul-betul ada, segala sesuatu selalu dalam proses perubahan yang menjadi.
Pendapat sebaliknya kemudian dilayangkan dari seorang filosof dari kota Elea yang bernama Parmenides.
Beliau memilih sudut pemikiran yang berseberangan dengan Herakleitos, menurutnya ‘’yang ada’’ bersifat stabil tidak pernah berubah dan tidak boleh mengalami perubahan.
Jika ia berubah, maka itu berarti ia tidak kekal dan tidak bisa dianggap ada.
Bentangan beberapa abad pencarian ini juga dikenal sebagai masa filsafat pra sokratik.
Tokoh generasi terakhirnya seperti Empedokles dan anaxogoras yang beraliran fluralisme.
Mereka meyakini alam semesta terbentuk dari banyak unsur, tidak tunggal.
Empedokles menyebutkan alam terbentuk dari zat-zat, sedangkan Anaxagoras menyebut dari benih-benih.
Pemahaman ini pula yang mendorong pendapat terakhir bahwa alam semesta berasal dari partikel kecil tak kasat mata yang disebut atom.
Tokohnya adalah Democritus. Menurut Democritus atom adalah partikel yang tak terbagi sebagai unsur yang paling dasar penyusun alam semesta.
Pencarian terkait arche alam semesta adalah fase intelektual penting dalam peradaban manusia.
Babakan ini bisa dibaca sebagai pencerahan pertama yang meransang perubahan pengetahuan mitologis menuju pengetahuan rasional.
Avatar dalam Falsafah Bugis
Setelah jauh belajar dari Negeri para filosof. Sebenarnya kita juga memiliki khasanah yang tak kalah menarik.
Seturut dengan di atas, Masyarakat Bugis menjelaskan tentang yang arche dalam konsep Sulapa Eppa.
Khasanah ini memberikan dasar pemahaman kuat terkait struktur alam semesta.
Sulapa Eppa sebagai pengetahuan kosmologis tidak sekadar memahami bahwa api, tanah, air dan udara sebagai unsur kehidupan.
Melainkan sebagai pandangan dunia untuk memahami bagaimana cara alam bekerja.
Oleh karena itu, sebuah kewajiban untuk memahami sifat-sifat setiap unsur tersebut agar supaya bisa memahami cara kerja alam dan kehidupan.
Pendeknya keselamatan dan bencana bergantung dari kemampuan menangkap penyifatan unsur alam yang ada pada diri kita.
Falsafah Sulapa Eppa menjadi lebih menarik karena orang Bugis menerjemahkannya simbol unsur alam tersebut ke dalam sifat manusia.
Api mewakili sifat pemarah, agressif. Air mencerminkan kemampuan adaptif (menyesuaikan diri sesuai wadahnya).
Angin memiliki sikap penurut atau mengikut.
Sedangkan sifat tanah yang sabar. Orang yang memahami filosofi sulapa eppa mestinya bisa menjaga keseimbangan dari kecenderungan penyifatan tersebut.
Keempat kecenderungan itu tidak boleh saling mendominasi.
Mereka yang bisa menjaga keseimbangan empat unsur tersebut maka bisa disebut Avatar.
Namun, menjadi avatar tidaklah mudah, kita perlu melatih diri terus menerus dan berpuasa bisa menjadi sala-satu jalannya.
Puasa dan Menjadi Avatar
Mengapa berpuasa bisa menjadi jalan menjadi avatar?
Sebagaimana perjalan Aang menuju suku pengendali air untuk menyelematkan dunia makrokosmik dari agresi suku api.
Sebenarnya puasa juga bisa dipahami sebagai sebuah perjalanan, lebih tepatnya perjalan spiritual manusia untuk menyelami kedalaman batin.
Tujuannya sama : untuk mencapai level kemanusiaan dan keterampilan tertentu.
Keseimbangan antara elemen alam yang diperjuangkan oleh Aang, maupun keseimbangan spiritual dan emosional yang diperjuangkan oleh orang yang berpuasa menurut saya sama saja.
Keduanya membutuhkan kesadaran diri yang mendalam, ketekunan, dan tekad untuk menjadi manusia pengendali.
Kesamaan lainnya adalah Aang melawan negara Api bukan maksud membunuhnya melainkan menghilangkan dominasinya.
Seperti orang berpuasa, tidak bermaksud membunuh hawa nafsunya melainkan mengurangi dominasinya.
Apakah tujuan kita untuk menjadi seorang Avatar? Menurut saya, menjadi avatar saja tidaklah cukup.
Kita perlu menjadi Avatar yang baik, minimal seperti Aang.
Menjadi pengendali yang bisa menjaga keseimbangan dan keberlangsungan kehidupan.
Menggunakan keterampilan pengendalian untuk kemaslahatan umat manusia dan umat semesta.
Karena menurut saya, dunia modern dengan pengetahuan ilmiah yang maju telah menciptakan generasi Avatar yang barbar.
Melalui pengetahuan ilmiah manusia modern bisa merekayasa alam semesta.
Tidak hanya itu, manusia modern telah menciptakan berbagai kerusakan melalui praktiknya yang eksploitatif atas nama akumulasi kapital.
Avatar modern yang paling barbar dilahirkan sains modern itu bernama: Kapitalisme.
Pesan reflektif
Dari film avatar dan pengalaman orang-orang yang berpuasa mungkin kita bisa menganyam pesan kehidupan.
Pesan tentang bagaimana merekonstruksi ulang cara kita memahami kehidupan semesta.
Dari keduanya kita belajar begitu perlunya membatin untuk mengintrospeksi diri.
Kita terlalu banyak mengeksploitasi tubuh (mikrokosmik) dan alam semesta (makrokosmik).
Eksplorasi berlebihan pastinya merusakkan keseimbangan kehidupan. Pada dasarnya Kita dan alam semesta berasal dari arche yang sama.
Kita tidak hanya bagian dari alam semesta, melainkan sebuah kesatuan yang tak terpisahkan.
Manusia adalah eksistensi mikrokosmik dari alam semesta sebagai makrokosmiknya.
Manusia sebagai jagat cilik dan alam semesta sebagai jagat gedenya. Dengan demikian eksistensi keduanya adalah relasi saling-ketergantungan.
Dunia ini harmonis apabila keduanya berelasi seimbang.
Merusakkan jagat gede akan merusakkan jagat kecil. Menjaga jagat kecil juga berarti menjaga jagat gede.
Dalam artian yang lebih luas sebenarnya kita menjumpai berbagai wajah Avatar yang lain.
Misalnya Avatar di bidang kekuasaan. Mereka yang mengusai empat penjuru kekusaaan.
Sehebat-hebatnya Avatar Aang dalam serial The Last Airbender.
Namun, belum tentu bisa menandingi Avatar di Negeri Indonesia.
Aang memang bisa memiliki jurus pengendali api, air, tanah dan udara tapi ia tidak bisa mengendalikan suara partai, apalagi merubah suara partai. Di Indonesia itu bisa saja terjadi.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.