Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pentingnya Pemetaan Sosial dalam Pengembangan Desa Wisata

Sebagai daerah tujuan wisata utama, Yogyakarta dikenal karena kreativitas dan inisiatif warganya dalam membangun tujuan wisata yang unik dan khas.

Istimewa
Kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh tim pengajar dari Program Studi Hubungan Internasional UMY di Girisubo, Kabupaten Gunung Kidul. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Kegairahan untuk membuka zona-zona wisata baru di Daerah Istimewa Yogyakarta sangat positif dalam rangka memberi peluang ekonomi baru bagi desa.

Sebagai daerah tujuan wisata utama, Yogyakarta dikenal karena kreativitas dan inisiatif warganya dalam membangun tujuan wisata yang unik dan khas.

Ditambah dengan kultur travelling dan media sosial yang semakin berkembang di tengah masyarakat, kreativitas itu seolah mendapatkan peluangnya untuk menjadi industri wisata.

Namun demikian, semata-mata hanya memikirkan aspek ekonomi dan komoditas akan sangat berbahaya bagi kelangsungan potensi maupun daya dukung lingkungan dan sosial suatu daerah.

Inilah yang ingin disajikan dalam kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh tim pengajar dari Program Studi Hubungan Internasional UMY di Girisubo, Kabupaten Gunung Kidul baru-baru ini.

Kegiatan ini bertema, “Social Mapping untuk Keberlanjutan Desa Wisata di Dusun Wotawati”.

Dusun Wotawati memiliki keunikan yang menjanjikan sebagai daerah bekas aliran sungai Bengawan Solo Purba.

Desa ini juga sudah dikenal di berbagai kanal media sebagai desa “matahari datang terlambat” karena daerahnya terletak di cekungan bukit di Gunung Kidul.

Dr Ade Maruf Wirasenjaya, yang menjadi inisiator sekaligus koordinator dalam kegiatan tersebut, mencoba memberikan pandangan lain ihwal pentingnya pemetaan sosial dalam setiap inisiatif pembukaan daerah wisata baru.

“Pemetaan sosial sangat penting supaya wisata tidak mengorbankan potensi dan kelangsungan ekologi, kehidupan sosial, dan budaya masyarakat setempat,” kata pengajar kajian-kajian globalisasi dan gerakan ekologi tersebut.

Bagi Ade Maruf Wirasenjaya, terdapat kecenderungan bagi setiap daerah untuk meniru mentah-mentah apa yang dibuat dareah lainnya.

“Padahal konteks dan modalitasnya berbeda,” tuturnya.

Sementara itu, Lurah setempat, Estu Dwiyono, mengatakan bahwasanya, “Konsep desa wisata bukan hanya tentang objeknya saja, melainkan nilai-nilai yang dibawakan sebagai daya tarik”.

Menurutnya, pengelola desa wisata harus membuat lokasi penataan supaya masyarakat setempat dapat merasakan manfaatnya.

Sebagai Lurah, Estu Dwiyono menyambut positif pikiran dan masukan dari tim pengabdian UMY, terutama tentang pemetaan sosial.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA
    KOMENTAR

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved