Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Bila Bandung Membuatku Nyaman Maka Jogja Buatku Semakin Sayang

saya tidak bercerita Milea dan Bandung, saya akan bercerita tentang Jogja. Wisata di Jogja mulai booming saat film AADC2 tahun 2016

|
Editor: Ari Maryadi
ISTIMEWA
Risya Marennu 

OLEH: Rismayanti, S.S., M.Hum.,
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Unhas/Pemuda ICMI/ Anggota Dewan Kesenian Sulawesi Selatan

MASIH teringat dengan film Milea: Suara dari Dilan yang berlatar Bandung, saya sudah pernah merasakan nuansa Bandung dan tentu saja sangat tertarik mengunjungi tempat lain. Tapi kali ini saya tidak bercerita Milea dan Bandung, saya akan bercerita tentang Jogja. Wisata di Jogja mulai booming saat film AADC2 tahun 2016 tayang di bioskop. AADC2 ini yang mempertemukan lagi kisah asmara Cinta dan Rangga setelah lama berpisah. Mungkin salah satu alasannya saya mengunjungi kota ini karena tertarik sejak film AADC2. Setelah ratusan purnama akhirnya saya bisa berjalan menulusuri kota yang terkenal akan gudegnya ini. Selain wisata kuliner saya tertarik akan kebudayaannya yang kental seperti istana Kraton yang masih terjaga sampai sekarang. 

Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang berdiri sejak tahun 1755 sebagai hasil dari perjanjian Giyanti. Saya pun melihat kraton ini dari alun-alun utara hingga saya ke alun-alun selatan.  Ada hal yang menarik dari alun-alun selatan, yaitu adanya mitos. Di alun-alun selatan ada dua pohon beringin yang berdampingan, masyarakat setempat menyebutnya beringin kembar.

Konon mitosnya, sembari melewati tengah diantara beringin kembar sampai diseberang sana, maka orang tersebut memiliki hati yang bersih. Ini berawal dari cerita konon dahulu kala  Putri Sultan Hamengkubuwono ada yang ingin meminangnya. Tetapi sang Putri tidak menyukai pria itu. Putri mengajukan syarat bagi yang ingin melamarnya harus menutup mata dan berjalan dari pandopo melewati dua beringin kembar  di tengah alun-alun hingga sampai sebelah selatan alun-alun. Pria yang tidak disukai sang Putri tidak berhasil melewatinya. Hingga ada seorang pria yang dapat mampu melewatinya. Pemuda itu dianggap memiliki hati yang bersih dan tulus. Sang putri pun menikah dengan pria tersebut dan berakhir Bahagia. Ini adalah Sebagian cerita dari kraton.

Niat mengunjungi alun-alun utara, tapi kulanjutkan esok saja. Saya melanjutkan berjalan ke Malioboro, salah satu destinasi para wisatawan.  Tempat yang selalu ramai dari siang hingga malam. Pada abad ke-19 pemerintah Hindia Belanda membangun Malioboro sebagai pusat perekonomian. Jalan ini popular dari era kolonial 1790-1945. Sepanjang jalan ini kita akan menemui Benteng/museum Vredeburg. Benteng ini pun dibangun pada masa kolonial, awalnya para kolonial Belanda membangun ini untuk memata-matai Gerakan Sultan dan keluarga. Tentu saja jangan lewatkan berbelanja juga saat berada di Malioboro, sepanjang Malioboro berderet toko batik dan khas oleh-oleh lainnya seperti pia kukus.

Berjalan sepanjang malioboro, kita akan melewati Malioboro mall, deretan toko batik, bahkan jasa foto, jajanan di tiap Lorong-lorong dan saya pun memilih singgah di salah satu toko sembari melihat-lihat pia kukus yang lagi hits, yaitu Bakpia Kukus Tugu Jogja. Tentu saja bukan hanya melihat, tetapi juga membelinya 2 kotak dan juga saya membeli cemilan lainnya untuk oleh-oleh. Sembari memilih oleh-oleh, eh kebetulan saya berpapasan dengan Mas Alam Ganjar, yah kami sedikit mengobrol lalu berfoto. Salah satu pertemuan yang tak kusangka kali ini.

Banyak hal yang tidak habisnya kuceritakan tentang kota Gudeg ini, selain ngeraton. Saya juga kagum akan sosok Putri Sultan Jogja, yaitu Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Bendara. Putri GKR, alias Gusti Raden Ajeng Nurastuti Wijareni lahir 18 September 1986, yang tanggal kelahirannya sama denganku hanya saja beliau beberapa tahun di atas saya. GKR menjadi viral saat menaiki becak dari arah Malioboro menuju istana apalagi setelah dikomentari Gibran. Bukan hanya itu,selain prestasi yang ia miliki. Saya juga kagum pada sang Ibu Putri, putri Raja Keraton Jogja Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Hari sudah sangat terik, perut saya sedikit merontah meski paginya sudah sarapan sego kucing. Untuk seporsi sego kucing emang pas di perut saya. saya ingin menikmati soto dalam batok kelapa, katanya ada yang enak di jl. Nakula Namanya Soto Batok Mbah katrok. Mungkin ada sekitar 40 menit menuju kesana dengan mengendarai motor. Wah sesampai di sana, lelahnya hilang meskipun sangat terik. Tempatnya asri karena dikelilingi pematang sawah yang adem. Saya memesan Soto dengan nasi yang dipisah yang harganya cuman Rp. 8000 dan seporsi tempe Rp.2000. Cukup murah kan, apalagi berkuliah di sini mungkin cukuplah dibandingkan biaya hidup di Makassar, bagaimana bisa dipertimbangkan bukan.

Hari yang semakin terik sudah menunjukkan pukul satu lewat, karena ingin ngadem saya menuju ke kafe Ekologi yang ada di Jl. Pandean Sari. Saya memesan segelas coffe Baileys, ehm enak karena kopi, gula dan krimnya pas. Interior dan outdornya sangat luas dan asri karena dipenuhi dengan tanaman khias. Dari tampak depan memasuki indor lalu berjalan ke belakang untuk menikmati outdor. Tempat yanga nyaman untuk mengetik menyelesaikan kerjaan.

Matahari yang tampaknya malu hari ini, gerimis pun datang tampaknya akan hujan deras, sedikit buat romantisasi berjalan sambil mendengarkan lantunan lirik sesuatu di Jogja menuju balik ke apartemen, sudah cukup Lelah dan ingin mengganti pakaian sebelum melanjutkan jalan di malam hari. Beristirahat barang sejam lebih cukuplah.

Dengan melewati jalan malioboro yang indah di malam hari, saya melihat Toko Hamzah Batik. Terpikirkan untuk makan malam di The House of Raminten. Raminten adalah tokoh fiktif yang terkenal di acara komedi yang tayang di TV lokal Jogja. Raminten diperankan oleh Pak Hamzah Sulaiman. Beliaulah pemilik Hamzah Batik dan The House Raminten. Sesampainya di sana, wah antrian panjang, ada sekitar 20an orang menunggu giliran dipanggil untuk masuk ke dalam.

The House of Raminten selalu ramai dikunjungi. Tampak depan ada patung Raminteng seukuran manusia dan dengan khiasan foto-foto Pak Hamzah. Sembari menunggu giliran, saya ke Toko Sepatu Donatello karena jarak yang tidak terlalu jauh. Sedari Donatello, masih ada tiga orang di depan saya menunggu antrian. Tiba giliranku, saya naik ke lantai dua dengan nuansa rumah panggung dengan lampu pijar. Tempatnya beraroma dupa yang khas dan ada delman yang menjadi pajangan.

Saya dilayani seorang Wanita yang memakai kemben khas Jawa, dengan riasan di wajahnya dan rambut pendek pirang membuatnya cantik. Di sebelah meja saya tampak turis juga memesan makanan. Meski pun saya sudah melihat menu makanan dari barcode yang ada di depan pintu masuk meski kami tetap dilayani dengan daftar menu. Saya pun memesan sop ulam roso, rantang wiwit, seporsi perkedel dan ditemani es teh manis. Rasanya emang enak dan kuah sopnya segar yang berisi sayuran san bakso ikan.

Saat senja akan tiba, saya memilih mengunjungi kafe yang viral dan selalu banyak dikunjungi oleh wisatawan saat menjelang sore. Tentu saja juga karena ingin memikmati kopinya. Saya memasuki Kafe Kebon Ndalem yang berada pas disebelah Utara Barat Monumen Tugu Yogyakarta. Sangat ngadem menikmati sore hingga malam dari balkon-balkon kafé ini. Kafe ini ada tiga lantai. Lantai satu dekorasi indoor yang sangat estetik dan tentu saja untuk lantai dua dan tiga, dari balkon untuk bersantai menikmati pemandangan suasana outdor menghadap kea rah Monumen Tugu Yogyakarta. Saya memesan es kopi Bos dan perkedela. Tempatnya ramai sekali, diluar ekspektasiku yang ingin duduk di balkon pas pojok, mesti sabar menanti.

Sedari menikmati pemandangan Kafe Kebon Ndalem, tidak lupa juga dong saya ingin menikmati bakso ala Djogja. Saya searching di google untuk rekomendasi bakso yang enak di sekitaran Malioboro, salah satunya Bakso Pak BG Dagen 1980. Saya gercep saja mencari arah mata angin lewat google maps, butuh sekitar 200 meter untuk berjalan. Tadinya kupikir, tempatnya seperti kios, ternyata gerobak bakso yang disepanjang jalan berjejeran penjual makanan dengan khas masing-masing gerobak, tapi jangan salah, baksonya sungguh enak. Saya paling suka bakso gorengnya. Sesungguhnya perutku sudah serasa penuh, tadi sudah meminum segelas kopi dan perkedal. Namun bakso ini memang menggoda. Jika penasaran silakan saja mencobanya. Deretan kafe dan kulinerannya meninggalkan rasa dalam balutan pengecup dan ingatanku.

Strutur bangunan, kisah-kisah yang tertuang lewat senandung setiap sudut-sudut jogja membuatku semakin sayang untuk dilewatkan, tak hanya itu bahkan lagi dan lagi akan saya ceritakan ruang-ruang yang belum sempat saya kunjungi dan ceritakan. Kan menelusurinya dan  mengabadikannya lewat tulisanku selanjutnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved