Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ramadhan 2024

Sejarah Masuknya Agama Islam di Sulawesi Selatan, Ada Peran Penting Sultan Aceh

Proses Islamisasi di Sulawesi Selatan erat kaitannya dengan kedatangan dan peranan tiga orang ulama asal Minangkabau.

Editor: Alfian
TRIBUN TIMUR/NURUL ADHA ISLAMIAH
Masjid Katangka merupakan masjid tertua di Sulawesi Selatan dan Barat. Dibangun pada tahun 1603. Masjid ini terletak di Jl Syekh Yusuf, kelurahan Katangka, kecamatan Somba Opu, kabupaten Gowa. Tepat di sebelah kiri sebelum memasuki gerbang kabupaten Gowa. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Inilas sejarah masuknya agama Islam di Sulawesi Selatan, ternyata ada peran penting Sultan Aceh dalam penyebarannya.

Tidak ada catatan pasti mengenai waktu kedatangan Islam di Sulawesi Selatan.

Namun, pada masa pemerintahan raja Gowa ke-10, Tonipalangga, sudah terdapat perkampungan Islam di Makassar.

Perkampungan tersebut dihuni oleh penduduk yang berasal dari Campa, Pattani, Johor, dan Minangkabau.

Selanjutnya, pada masa pemerintahan raja Gowa ke-11, Toni Jallo, sebuah masjid didirikan di Sulawesi Selatan.

Kerajaan Gowa merupakan kerajaan pertama di Sulawesi Selatan, dengan asal muasal dari kedatangan tiga mubaligh dari Koto Tengah, Minangkabau, yaitu Datuk Ribandang, Datuk Ditiro, dan Datuk Patimang, pada abad ke-16.

Kedatangan mereka berhasil mengislamkan I Mallingkang Daeng Manyonri, yang kemudian menjadi raja Kerajaan Tallo dengan nama Sultan Abdullah Awwalul-Islam.

Sultan Abdullah kemudian mengajak raja Gowa ke-14, I Manga'rangi, untuk memeluk agama Islam pada tahun 1605.

I Manga'rangi kemudian mengubah namanya menjadi Sultan Alauddin.

Baca juga: Mengenal Sosok Datuk Pattimang Nama Belakang Bandara Sorowako Setelah Andalan, Ulama Penyebar Islam

Dengan konversi raja Gowa menjadi seorang Muslim, Kerajaan Gowa berubah menjadi kerajaan Islam sejak saat itu.

Sementara itu, mengutip jurnal Universitas Pejuang Republik Indonesia Makassar berjudul 'Islamisasi di Sulawesi Selatan dalam Perspektif Sejarah', agama Islam pertama kali datang dan diperkenalkan di Sulsel pada awal abad ke 17.

Islam diperkenalkan pertama kalinya oleh para mubalig dari Minangkabau, Sumatera Barat yang pada saat itu juga masih berada di bawah kekuasaan Kesultanan Aceh.

Mattulada dalam bukunya yang berjudul 'Sejarah Masyarakat dan Kebudayaan Sulawesi Selatan' menyebutkan bahwa seorang ulama dari Minangkabau Tengah, Sumatera Barat, bernama Abdul Kadir Khatib Tunggal tiba di Pelabuhan Tallo pada tahun 1605 dengan menumpang sebuah kapal perahu.

Setibanya di pantai, ia kemudian melakukan shalat yang mengherankan rakyat setempat. Kedatangannya bermaksud untuk menghadap raja.

Raja Tallo yang menguasai wilayah tersebut pun mendengar berita itu dan kemudian langsung bergegas ke pantai untuk menemui orang yang dianggap berbuat 'tak wajar' tersebut.

Di tengah perjalanan ke pantai, di pintu gerbang halaman istana Tallo, raja bertemu dengan seorang tua yang menanyakan tentang tujuan perjalanan raja.

Orang tua itu kemudian menulis sesuatu di atas kuku ibu jari Raja Tallo dan mengirim salam pada orang yang berbuat aneh di pantai itu.

Ketika Raja bertemu dengan orang 'aneh' di pantai itu, yang tiada lain Abdul Kadir Khatib Tunggal, kemudian disampaikan lah salam orang tua tadi.

Ternyata, tulisan yang ada di atas kuku ibu jari Raja Tallo adalah tulisan yang berlafazkan "Surah Al-Fatihah".

Khatib Tunggal menyatakan bahwa orang tua yang menjumpai raja adalah penjelmaan Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya dari kisah itulah, kemudian orang Makassar menamakan penjelmaan Nabi Muhammad sebagai "Makassar".

Peran 3 Datuk

Dari situs Muhammadiyah Sulsel dijelaskan, proses Islamisasi di Sulawesi Selatan erat kaitannya dengan kedatangan dan peranan tiga orang ulama asal Minangkabau yang secara khusus dikirim oleh Sultan dari Kerajaan Aceh.

Ketiga ulama itu, yakni Abdul Makmur Khatib Tunggal (Datuk ri Bandang), Khatib Sulaiman (Datuk Patimang) dan Abdul Jawad Khatib Bungsu (Datuk ri Tiro).

Pada sejumlah literatur disebutkan, Datuk Ri Bandang, Datuk Patimang, dan Datuk Tiro menyebarkan Islam di daerah yang berbeda di Sulawesi Selatan berdasarkan keahlian mereka masing-masing.

Berikut ini profil ketiga Datu pembawa agama Islam di Sulsel yang dikutip dari laman Universitas Islam An-Nur Lampung:

Datuk Ri Bandang

Datuk Ri Bandang, yang memiliki nama asli Muhammad Arsyad al-Banjari dan gelar Khatib Dayan, adalah seorang ulama yang memainkan peran penting dalam memperkenalkan Islam kepada orang Makassar.

Dia berasal dari Koto Tengah, Sumatra Barat, dan mendapatkan pendidikan agama di Kesultanan Aceh.

Bersama dengan Datuk Ri Tiro dan Datuk Patimang, ia dikirim oleh Sultan Aceh untuk menyebarkan Islam di Sulawesi Selatan.

Wilayah utara Sulawesi Selatan, termasuk Gowa, Tallo, Maros, Pangkajene, Sidenreng Rappang, dan Wajo, menjadi daerah dakwah Datuk Ri Bandang.

Dia dikenal telah memperkenalkan Islam kepada Raja Tallo dan Raja Gowa pada awal abad ke-17.

Peranannya terutama terlihat dalam mengislamkan beberapa kerajaan di daerah tersebut, seperti Kerajaan Gowa yang dipimpin oleh I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung, yang kemudian berganti nama menjadi Sultan Alauddin.

Setelah wafat, Datuk Ri Bandang dimakamkan di Gowa, di Jalan Sinassara, Kelurahan Kalukubodoa, Kecamatan Tallo, arah utara Kota Makassar.

Makamnya menjadi tempat ziarah bagi masyarakat setempat dan menjadi bagian penting dalam sejarah penyebaran Islam di Sulawesi Selatan.
 
Datuk Ri Tiro

Datuk Ri Tiro memiliki nama asli Nurdin Ariyani atau Abdul Jawad dan bergelar Khatib Bungsu.

Ia berasal dari Koto Tengah, Sumatra Barat, dan pernah belajar ilmu agama di Kesultanan Aceh seperti halnya Datuk Ri Bandang.

Ia diutus oleh Sultan Aceh untuk menyebarkan Islam ke Sulawesi Selatan bersama dengan dua kawanannya, yaitu Datuk Ri Bandang dan Datuk Patimang.

Datuk Ri Tiro mendarat di Kedatuan Luwu lewat Teluk Bone dan kemudian berdakwah di wilayah selatan Sulawesi Selatan, yaitu Tiro, Bulukumba, Bantaeng, dan Tanete.

Ia berhasil mengislamkan beberapa kerajaan di daerah tersebut, seperti Kerajaan Tallo yang dipimpin oleh I Mallingkang Daeng Manyonri yang kemudian berganti nama menjadi Sultan Abdullah Awwalul-Islam.

Datuk Ri Tiro wafat dan dimakamkan di Tiro atau sekarang Bonto Tiro, Bulukumba.

Makamnya menjadi tempat ziarah bagi masyarakat setempat dan menjadi saksi sejarah penyebaran Islam di Sulsel.

Datuk Patimang

Datuk Patimang memiliki nama asli Muhammad Zainuddin atau Abdul Qadir dan bergelar Khatib Sambas.

Ia juga berasal dari Koto Tengah, Sumatra Barat.

Dia juga pernah belajar ilmu agama di Kesultanan Aceh seperti kerabatnya yang lain dan ditugaskan oleh Sultan Aceh untuk menyebarkan Islam ke Sulsel.

Datuk Patimang berdakwah di wilayah timur Sulawesi Selatan, yaitu Bone, Soppeng, Barru, dan Pinrang.

Ia berhasil mengislamkan beberapa kerajaan di daerah tersebut, seperti Kerajaan Bone yang dipimpin oleh La Tenritatta Arung Palakka yang kemudian berganti nama menjadi Sultan Ahmad al-Salih Syamsuddin.

Datuk Patimang wafat dan dimakamkan di Bone.

Makamnya menjadi tempat ziarah bagi masyarakat setempat dan menjadi saksi sejarah penyebaran Islam di Sulsel.(*)

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved