Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ramadhan 2024

Mengungkap Hikmah Marhaban Ya Ramadhan, Quraish Shihab: Bekal Menuju Akhirat

'Marhaban ya Ramadhan' bukan sekadar hati lapang menerima Ramadhan, tapi juga bersedia untuk mengambil bekal perjalanan menuju akhirat.

|
Editor: Saldy Irawan
YOUTUBE.COM/QURAISH SHIHAB
Cendekiawan muslim dan ahli tafsir Alquran, Prof Dr AG H Muhammad Quraish Shihab Lc MA 

TRIBUN-TIMUR.COM - Pakar Tafsir Al-Qur'an, Prof Quraish Shihab, menegaskan bahwa hikmah Ramadhan tercermin dalam ungkapan "Marhaban Ya Ramadhan".

Menurutnya, kalimat 'Marhaban' berasal dari suku kata 'rahab', yang memiliki dua makna, yaitu 'lapang'.

"Tamu yang datang kita sambut dengan lapang dada, tidak menggerutu," ucapnya dalam tayangan "Shihab & Shihd" di platform YouTube, dikutip NU-online.

Makna kedua dari 'rahab' adalah tempat luas untuk mengambil bekal atau memperbaiki kendaraan bagi musafir.

Artinya, 'Marhaban ya Ramadhan' bukan sekadar hati lapang menerima Ramadhan, tapi juga bersedia untuk mengambil bekal perjalanan menuju akhirat.

"Dan bersedia memperbaiki apa yang salah dari niat kita dan tingkah laku kita. Jadi sebenarnya menyambut Ramadhan itu kita harus melakukan introspeksi apa yang salah, apa yang kurang, dan apa yang perlu diperbaiki," urainya.

Sementara itu, KH Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha melalui tayangan yang sama menceritakan tradisi pesantren yang dilakukan oleh para kiai dalam menyambut bulan Ramadhan.

"Tradisi di Pesantren biasanya para kiai mengajar kitab dua atau tiga kali (sehari)," terangnya.

Baca juga: Ini Rahasia Sukses Menjadi Orang Kaya Menurut Quraish Shihab: Tak Hanya dengan Doa

Menurut Gus Baha, tradisi membaca kitab kuning di bulan Ramadhan oleh para kiai, di antaranya adalah untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait cara pandang orang-orang terdahulu tentang puasa.

Katanya, salah satu cara untuk menjadi orang shaleh adalah meniru orang-orang shaleh terdahulu.

"Karena di ayat 'Ihdinas shirathal mustaqim', Allah tidak berkata 'tunjukkan jalan-Mu', tetapi jalan mereka yang telah Allah berikan nikmat," ungkapnya.

Setelah membaca versi ulama dahulu, lanjutnya, masyarakat akan tahu niat dan cara pandang ulama tentang Ramadhan secara benar.

Di antaranya adalah dengan puasa, manusia merasakan lapar, betapa sakitnya orang-orang miskin yang lapar, sehingga bisa menghormati makanan karena begitu nikmatnya.

Gus Baha juga mengisahkan betapa hebatnya Rasulullah dalam memuji Ramadhan dengan hal-hal yang lumrah dan wajar.

Kata Nabi Muhammad, orang berpuasa memiliki dua kebahagiaan, yaitu saat berbuka dan saat bertemu Allah.

"Ketika Ramadhan, makanan yang boleh jadi kita sepelekan sebelumnya, tapi begitu berharga saat Ramadhan, bahkan air putih juga berharga. Jadi kebutuhan pokok manusia adalah makan," paparnya.(*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved