Ramadhan 2024
Harga Beras Mulai Turun, Harga Daging dan Telur Justru Naik
Penurunan harga tersebut imbas harga gabah kering panen di tingkat petani juga turun dari Rp 8.000 menjadi Rp 7.040 per kilogram.
TRIBUN-TIMUR.COM, JAKARTA - Harga bahan pangan terutama beras satu pekan menjelang bulan Ramadan 2024 mulai mengalami penurunan.
Kepala Badan Pangan Nasional(Bapanas), Arief Prasetyo Adi mengatakan harga beras di pasaran kini menjadi Rp 14.000 per kilogram.
Penurunan harga tersebut imbas harga gabah kering panen di tingkat petani juga turun dari Rp 8.000 menjadi Rp 7.040 per kilogram.
"Harga gabah hari ini menjadi Rp 7.040 per kilogram maka otomatis harga beras terkoreksi Rp 2.000 menjadi Rp 14.000 per kilogram," kata Arief, Senin(4/3).
Kenaikan harga beras beberapa waktu belakangan ini lanjut Arief diduga karena harga gabah kering panen juga mengalami lonjakan.
Cara simpel menghitung harga beras di pasaran kata dia adalah dua kali lipat harga gabah kering panen.
Menurut Arief, turunnya harga gabah kering panen dan harga beras di pasaran karena sudah memasuki masa panen raya pada bulan Maret-April yang besarannya diprediksi mencapai Rp 3,5 juta ton.
"Harga akan mulai terkoreksi seiring berjalannya panen yang angkanya kurang lebih 3 hingga 3,5 juta ton dari kebutuhan kita 2,5 hingga 2,6 juta ton," ujar Arief.
Mengutip data panel harga Badan Pangan Nasional kemarin harga beras yang turun justru diikuti kenaikan harga telur dan daging.
Telur ayam ras naik harganya sebesar Rp 170, menjadi Rp 31.020 per kilogram.
Daging ayam ras juga mengalami kenaikan harga menjadi Rp 37.470 per kilogram setelah naik Rp 210.
Harga pangan lainnya yang naik ada bawang merah yang hari ini naik Rp 130, menjadi Rp 33.940 per kg.
Harga bawang putih bonggol naik Rp 290, menjadi Rp 39.310 per kg.
Harga cabai rawit merah naik Rp 150, menjadi Rp 62.290 per kg.
Sedangkan cabai merah keriting justru mengalami penurunan harga menjadi Rp 63.560 per kg setelah turun Rp 920.
Daging sapi murni justru turun Rp 180, menjadi Rp 134.340 per kg.
Harga minyak goreng kemasan sederhana naik Rp 60, menjadi Rp 17.650 per liter.
Harga minyak goreng curah turun Rp 20, mejadi Rp 15.530 per liter.
Diketahui pada tahun 2024, Perum Bulog telah menyalurkan bantuan sosial (bansos) berupa bantuan pangan beras hampir 360 ribu ton.
Detailnya, pada bantuan pangan tahap I 2024 per 2 Maret 2024, realisasi penyaluran telah mencapai 357.939 ton.
Menurut Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi, gelontoran bantuan pangan ini tidak berpengaruh terhadap penurunan harga beras di pasaran. "Kita telah menyalurkan 360 ribu ton total bantuan pangan.
Kalau ada yang mengatakan bantuan pangan ini tidak berpengaruh terhadap penurunan harga, benar. Tidak berpengaruh," katanya.
Meski tidak mampu menekan harga beras, Bayu menilai ada 22 juta keluarga di Indonesia yang dimudahkan dari bantuan pangan ini karena mereka tidak perlu lagi mencari beras ke pasar.
Tahun ini, jumlah penerima bantuan pangan beras sebanyak 22.004.077 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dengan pagu per bulan 220.040.770 kg.
"Tetapi ada 22 juta keluarga yang tidak lagi mencari beras secara terdesak untuk pergi ke pasar. Mereka ini adalah yang paling sensitif dengan kenaikan harga," kata Bayu.
Sebanyak 22 juta keluarga yang menerima bantuan pangan ini masing-masing akan menerima 10 kilogram beras. Informasi yang Bayu dapat, bantuan pangan 10 kg beras ini dapat mencukupi hingga 50 persen kehidupan keluarga tersebut.
"Apabila mereka merasa cukup 10 kg per bulan itu, informasi yang kami terima, (mampu) mencukupi 40-50 persen kebutuhan keluarga itu dalam satu bulan," kata Bayu.
"Sehingga, mereka cukup tenang untuk menjalani hari harinya karena mereka telah memiliki beras," lanjutnya.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan alasan harga beras di Indonesia tidak boleh terlalu murah. Menurut dia, pemerintah RI harus mencari titik keseimbangan antara harga di produsen dan di konsumen. Hal itu tak lepas dari Indonesia yang merupakan produsen beras.
"Kita harus mencari balance antara menyenangkan produsen dan juga menyenangkan konsumen karena negara kita adalah juga negara yang memproduksi (beras)," kata Tito.
Tito kemudian membandingkan harga beras di Indonesia dengan di Singapura. Negara yang terkenal akan patung Merlion itu disebut bukan negara produsen, melainkan negara konsumen."Singapura adalah negara yang bukan produsen, tapi negara konsumsi. Dia enggak punya pangan, enggak menghasilkan pangan apa pun. Semuanya impor, jadi strateginya beda," ujarnya.
Eks Kapolri itu mengatakan, karena Singapura bukan negara produsen, jadi bisa menjual beras dengan harga serendah mungkin.
"Kalau di Singapura bagaimana caranya harganya serendah mungkin karena yang produsen bukan mereka. Jadi makin murah makin senang (rakyatnya)," tutur Tito.
Sementara itu, Indonesia tidak bisa mengikuti Singapura. Sebab, jika menjual harga beras terlalu murah, kasihan petani dan pengusaha yang memproduksi.
"Indonesia kalau (harga beras) murah sekali, kasihan petani dan penghasil lainnya, termasuk pengusaha yang juga memproduksi. Sebaliknya, kalau harganya tinggi sekali, masyarakat menjerit," ujar Tito.(Tribun Network/daz/nas/wly)
Waspadai Dampak Buruk Terlalu Banyak Konsumsi Kue Kering Pasca Lebaran |
![]() |
---|
Jangan Salah! Ini Arti Taqobalallahu Minna Wa Minkum, Doa Sering Didengar saat Idul Fitri |
![]() |
---|
Jadwal Buka Puasa Makassar Hari Ini 9 April Lengkap Doa di Ramadan ke 29 |
![]() |
---|
Yuk Amalkan! Doa Akhir Ramadhan Serta Amalan Bisa Dikerjakan |
![]() |
---|
Mudah Dihafal! Bacaan Takbiran Idul Fitri Panjang dan Pendek, Lengkap Tulisan Latin dan Artinya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.