Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pilpres 2024

Bukan Hanya 50 Persen Lebih Suara, Tapi Ada 3 Syarat Pilpres 2024 1 Putaran Baru Bisa Terwujud!

 Apakah cukup dengan angka 50 persen plus 1 suara dari keseluruhan DPT Pemilu 2024 yang jumlahnya sekitar 204.807.222 pemilih?   

Editor: Alfian
Tribunews
Paslon yang bertarung di Pilpres 2024. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Diikuti 3 pasang Capres dan Cawapres, Pilpres 2024 ini akan berlangsung 1 atau 2 putaran?

Jelang pemungutan suara Pilpres 2024 yang berlangsung, Rabu (14/2/2024), wacana 1 putaran dan 2 putaran terus bergulir.

Yang beredar luas berdasarkan hasil survei, Paslon nomor urut 2 Prabowo-Gibran meyakini menang 1 putaran lantaran memiliki elektabilitas di atas 50 persen.

Sementara paslon lainnya yakni nomor 1 Anies-Muhaimin dan nomor 3 Ganjar-Mahfud meyakini Pilpres 2024 akan digelar 2 putaran.

Lantas cukupkah, Pilpres 2024 digelar 1 putaran jika salah satu dari 3 paslon ini sudah meraih suara di atas 50 persen? berikut penjelasannya!.

Dilansir dari hukumonline.com, Apakah cukup dengan angka 50 persen plus 1 suara dari keseluruhan DPT Pemilu 2024 yang jumlahnya sekitar 204.807.222 pemilih?   

Mengacu Pasal 6A ayat (3) dan (4) UUD Tahun 1945, pilpres bisa berlangsung satu atau dua putaran. 

Bila satu putaran, terpilihnya paslon Presiden dan Wakil Presiden disyaratkan mendapatkan suara lebih dari 50 persen dengan sebaran suara sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi dan tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.

Selengkapnya, Pasal 6A ayat (3) berbunyi,

“Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.”

Ayat (4)-nya berbunyi,

“Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.”

Artinya, selain mensyaratkan total suara lebih dari 50 persen, juga mensyaratkan jumlah sebaran suara yaitu minimal 20 persen suara di setiap provinsi (38 provinsi) yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia yakni 20 provinsi. 

Bila tidak ada paslon presiden dan wakil presiden yang memenuhi syarat itu, dua paslon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua maju dalam pemilihan putaran kedua dan paslon yang memperoleh suara terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.   

Dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan perolehan lebih dari 50 persen suara seluruh Indonesia saja tidak cukup untuk bisa menang satu putaran dalam Pilpres 2024

Ia menilai Pilpres 2024 yang diikuti 3 paslon tidak mungkin berlangsung satu putaran.

Sebab, UUD Tahun 1945 (original intent) menghendaki pilpres berlangsung dua putaran, kecuali jika pilpres hanya diikuti 2 paslon.  

Menurutnya, Pasal 6A ayat (3) UUD Tahun 1945 jo UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu menentukan 3 elemen penting atau keadaan yang harus dipenuhi jika paslon ingin menang satu putaran.

Pertama, mendapatkan suara lebih dari 50 persen suara dalam pilpres.

Kedua, kemenangannya tersebar minimal di 20 provinsi (lebih dari setengah jumlah provinsi seluruh Indonesia). Ketiga, dari 20 provinsi itu memperoleh minimal 20 persen suara.

“Pertama, memperoleh lebih dari 50 persen suara. kedua, menang sebaran wilayah di minimal 20 provinsi (dari 38 provinsi). Ketiga, dari 20 provinsi itu menang minimal sebaran 20 persen suara,” ujar Feri Amsari saat dikonfirmasi Hukumonline, Senin (12/2/2024).

Karena itu, berdasarkan ketentuan itu mustahil jika terdapat lebih 2 pasangan capres-cawapres dalam pilpres akan terjadi hanya satu putaran.

“Klaim informasi yang tersebar saat ini soal satu putaran adalah kebohongan publik yang tidak menyampaikan kebenaran konstitusional yang ada,” kritik Feri.

Ketentuan tersebut juga dimuat dalam Pasal 416 ayat (1) UU Pemilu.

Syarat kemenangan pilpres satu putaran ketika ada paslon memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pilpres dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari ½ (setengah) jumlah provinsi di Indonesia.

Skenario pilpres dua putaran, sesuai bunyi Pasal 416 ayat (2) UU Pemilu, jika tidak ada paslon yang memenuhi syarat 50 persen suara dengan suara minimal 20 persen di separuh jumlah provinsi di Indonesia itu, maka paslon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua berhak mengikuti pilpres putaran kedua. Sementara paslon yang memperoleh suara paling sedikit dinyatakan gugur.

"Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 3 (tiga) Pasangan Calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan kedua dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang." demikian bunyi Pasal 416 ayat (4) UU Pemilu.

“Dalam hal perolehan suara terbanyak kedua dengan jumlah yang sama diperoleh oleh lebih dari (satu) Pasangan Calon, penentuan peringkat pertama dan kedua dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang," begitu bunyi Pasal 416 ayat (5) UU Pemilu.

Lain halnya, bila pilpres hanya diikuti 2 paslon berlaku syarat kemenangan 50 persen plus 1 suara tanpa mempertimbangkan syarat sebaran sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi dan tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, sehingga pilpres cukup hanya berlangsung satu putaran.

Hal ini sesuai Putusan MK No. 50/PUU-XII/2014 tertanggal 3 Juli 2014.

Putusan itu terkait tafsir konstitusional pengujian Pasal 159 ayat (1) UU No.42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang pilpres hanya diikuti 2 pasangan capres-cawapres.

Artinya, jika hanya ada 2 paslon yang memperoleh suara terbanyak seperti dimaksud Pasal 6A ayat (4) UUD Tahun 1945 tidak perlu dilakukan pemilihan langsung oleh rakyat pada pemilihan kedua (putaran kedua).   

Rumusan bunyi Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres itu sama dengan bunyi Pasal 416 ayat (1) UU Pemilu.

Kemudian, tafsir konstitusional pasal tersebut diperkuat dengan Putusan MK No. 39/PUU-XVII/2019 terkait pengujian Pasal 416 ayat (1) UU Pemilu. 

Mahkamah harus menyatakan Pasal 416 ayat (1) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai tidak berlaku untuk pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang hanya terdiri dari dua pasangan calon sesuai Putusan Nomor 50/PUU-XII/2014 itu.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved