Pilpres 2024
Soal Peringatan Keras DKPP ke Ketua KPU, Ganjar: Saya Tak Yakin Mau Mundur dan Meminta Maaf
Ganjar Pranowo mengatakan, semestinya Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari dan sejumlah anggota KPU memiliki rasa malu.
TRIBUN-TIMUR.COM, JAKARTA - Calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo mengatakan, semestinya Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asyari dan sejumlah anggota KPU memiliki rasa malu.
Hal ini terkait Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim dan beberapa anggota lainnya.
Hasyim dinilai melanggar kode etik karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2024.
Ganjar pun mengkritisi lantaran sebelum KPU, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman juga dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat dalam penanganan perkara 90 soal pengujian syarat usia calon presiden dan wakil presiden.
"Kalau MK-nya (Mahkamah Konstitusi) mendapatkan hukuman etis, kemudian KPU-nya etis, lalu bagaimana kita melihat kondisi ini?" kata Ganjar di Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa (6/2/2024).
Sehingga, mantan Gubernur Jawa Tengah ini menyarankan KPU untuk menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat.
"Dan ketika kemudian masalah etika itu sudah diputuskan, apalagi sudah dengan peringatan, apa yang dilakukan oleh seorang person terhadap itu. Mestinya ada rasa malu, mestinya ada permintaan maaf," ujar Ganjar.
Ganjar pun mengajak semua pihak untuk segera bertobat dan kembali pada jalan yang benar.
"Segera mari kita tobat, mari kita sadar, kita kembali pada track yang benar," katanya.
Ganjar Pranowo tak yakin Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari dan sejumlah anggota KPU lainnya akan mundur dari jabatannya.
Hasyim dinilai melanggar kode etik karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2024.
"Saya tidak yakin mereka (KPU) berani mengundurkan diri," kata Ganjar.
Ganjar pun menyinggung ketika mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman tak mundur sebagai hakim setelah dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat dalam penanganan perkara 90 soal pengujian syarat usia calon presiden dan wakil presiden.
Sebaliknya, kata dia, Anwar Usman justru mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta dengan pokok gugatan meminta keputusan pengangkatan Suhartoyo sebagai ketua baru MK dinyatakan tidak sah.
"Wong yang di MK mundur saja, dipecat saja, masih menggugat," ungkap Ganjar.
Ganjar menegaskan, berbagai permasalahan etika tersebut harusnya menjadi peringatan terhadap proses demokrasi di Indonesia.
"Saya tidak tahu apakah negeri ini sudah betul-betul kehilangan etika dan moralnya, maka ini peringatan yang sangat keras dalam proses demokrasi," ucapnya.
Sementara, Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 3, Mahfud MD, meminta agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) lebih berhati-hati pasca putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan telah terjadi pelanggaran etik karena menerima pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.
“Saudara Hasyim Asy'ari (Ketua KPU) itu sudah dua kali mendapatkan peringatan keras atas kesalahan atau pelanggaran berat yang dilakukannya, kalau terjadi lagi, dia harus diberhentikan dari KPU. Itu aturannya, oleh sebab itu KPU harus hati-hati dari sekarang,” ujar Mahfud saat diskusi di acara 'Tabrak Prof' di Yogyakarta, Senin malam (5/2).
Dia menambahkan, Hasyim Asy'ari bersalah, maka anggota KPU yang lain juga bersalah. Dan supaya diingat, KPU sudah berkali-kali melakukan pelanggaran.
“Kalau kita beritahu, jawabnya hanya diperbaiki begitu, lalu tidak ada perbaikan ke berikutnya, sehingga terjadi lagi kesalahan berikutnya,” paparnya.
Lantas bagaimana dengan status pencalonan Gibran? Ditanya begitu, Mahfud menegaskan, secara hukum prosedural pencalonan Gibran sudah sah, tidak akan mempengaruhi prosedur yang sudah ditempuh.
Kenapa demikian? Mahfud melanjutkan, karena DKPP itu mengadili pribadi-pribadi anggota KPU, bukan memasalahkan keputusan atau produk KPU.
Hal itu serupa dengan kasus Mahkamah Konstitusi (MK), dimana pembuat keputusannya itu melanggar etika yang sangat berat.
“Sehingga Mas Gibran lolos dengan melanggar etika, tetapi secara konstitusi, oke keputusannya jalan, tetapi siapa-siapa yang harus dihukum, itulah yang melanggar. Oleh karena itu Paman Usman lalu diberhentikan,” katanya lagi.
Dan sekarang Anwar Usman kini tengah mengadu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) meminta agar pencopotan dirinya sebagai Ketua MK dibatalkan.
“Itu (menggugat ke PTUN) adalah tindakan yang salah lagi, karena PTUN itu hanya mengadili keputusan tata usaha negara yang bersifat konkret, individual dan final,” jelas Mahfud.
Keputusan yang dikeluarkan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) bukan keputusan tata negara, melainkan keputusan profesional dewan etik.
“Untuk itu PTUN jangan main-main mengabulkan permohonan Paman Usman,” tegasnya.
Sementara, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari, merespons putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), yang menyatakan dia dan enam anggotanya melanggar kode etik terkait pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres).
Hasyim menyebut keputusan itu merupakan kewenangan penuh DKPP.
"Itu kewenangan penuh dari majelis di DKPP untuk memutuskan apa pun itu, sehingga dalam posisi itu saya tidak akan mengomentari putusan DKPP," kata Hasyim usai rapat dengan Komisi II DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/2).
Hasyim enggan berkomentar lebih jauh soal putusan DKPP itu.
Namun dia memastikan, KPU sebagai teradu selalu selama ini selalu mengikuti proses persidangan di DKPP.
Selain itu KPU juga mengaku sudah memberikan keterangan dan bukti kepada DKPP.
"Ketika ada sidang diberikan kesempatan untuk memberikan jawaban, keterangan, alat bukti, argumentasi sudah kami sampaikan," ucap dia.
"Jadi apapun putusannya ya sebagai pihak teradu kami tidak akan komentar terhadap putusan tersebut karena semua komentar catatan argumentasi sudah kami sampaikan pada saat di jalan persidangan," tandasnya.
Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesian Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah meyakini keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan Ketua KPU melanggar kode etik pedoman penyelenggara Pemilu.
Terkait penerimaan pencalonan Gibran Rakabuming sebagai calon wakil presiden di Pilpres 2024.
Menurutnya hal itu akan menjadi materi atau propaganda untuk melawan hasrat kekuasaan Jokowi.
"Saya kira ini nanti akan menjadi materi propaganda yang sangat menarik. Sekarang kita sedang menghadapi tren perguruan tinggi elite akademisi peneliti termasuk para guru besar mereka bertindak bersikap menghardik Joko Widodo," kata Dedi kepada Tribun Network, Selasa (6/2).
Dia melanjutkan tindakan itu dilakukan karena telah terjadi banyak pelanggaran. Termasuk juga punya potensi kerusakan demokrasi saat ini.
"Lalu dengan adanya putusan ini, saya kira banyak perguruan tinggi yang sadar bahwa mereka harus bersatu untuk melawan sikap arogansi Jokowi termasuk hasrat kekuasaan Jokowi yang melampaui batas ini," tegasnya.
Untuk diketahui, DKPP RI memberikan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim sebab menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres.
Selain Hasyim, dalam putusan yang sama, enam Anggota KPU RI juga turut diberi sanksi peringatan keras.
"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari selaku teradu satu, selaku ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum berlaku sejak keputusan ini dibacakan," ujar Ketua DKPP RI Heddy Lugito dalam ruang sidang di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (5/2).
Sementara anggota KPU RI yang turut mendapatkan sanksi adalah: Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Idham Holik, Muhammad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap.
Sebagai informasi, hari ini DKPP membaca empat putusan atas sidang soal pendaftaran Gibran. Semua ketua dan Anggota KPU RI menjadi teradu. Adapun nomor perkara sidang kali ini adalah: 135-PKE-DKPP/XXI/2023, 136-PKE-DKPP/XXI/2023, 137-PKE-DKPP/XXI/2024, dan 141-PKE-DKPP/XXI/2023.
Para pelapor Pelapor mendalilkan Ketua dan Anggota KPU RI diduga melakukan pelanggaran etik karena memproses Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.
Sunandiantoro, selaku kuasa hukum Demas Brian Wicaksono yang merupakan pelapor perkara 135 mengatakan Gibran mendaftar pada saat peraturan KPU RI masih mensyaratkan calon minimal usia 40 tahun. KPU baru mengubahnya setelah proses di KPU berjalan.
Hal itu telah jelas-jelas membuktikan tindakan para terlapor merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip berkepastian hukum penyelenggara pemilu dan melanggar sebagaimana tertuang dalam Pasal 11 Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu No 2/2017 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu," ungkap Sunandiantoro dalam sidang di DKPP beberapa waktu lalu. (Tribun Network/ Yuda)
Calon Presiden
Ganjar Pranowo
Komisi Pemilihan Umum
Hasyim Asyari
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
Gibran Rakabuming Raka
Anwar Usman
Pilpres 2024
Mahfud MD: Saya Lebih Baik dari Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming |
![]() |
---|
Cak Imin Nilai Wacana Pembentukan Presidential Club Positif |
![]() |
---|
Alasan Surya Paloh Tinggalkan Anies Baswedan Usai Kalah di Pilpres, Kini Dukung Prabowo-Gibran |
![]() |
---|
PBB Takut Yusril Ihza Mahendra tak Jadi Menteri? NasDem-PKB Dukung Prabowo |
![]() |
---|
Prabowo-Gibran tidak Mundur Hingga Dilantik Jadi Presiden-Wapres |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.