Opini
Sikap Politik Kaum Muda: Memilih yang Buruk Diantara Terburuk?
Partisipasi kaum muda dalam kontestasi pemilu (masih) dimaknakan sebagai keterlibatan secara nominal demi kesuksesan hajatan lima tahunan
Dengan rincian 235.559 lulusan perguruan tinggi vokasi dan 884.759 lulusan perguruan tinggi akademik.
Kompleksitas permasalahan kaum muda menggambarkan ketidakseriusan para politisi dalam mengintervensi kebijakan yang mapan, kebijakan yang mengancam setiap saat anak-anak kita, anak-anak muda sebagai generasi masa depan bangsa.
Atau memang para politisi tidak lagi merasa hal demikian mengganggu ruang batinnya?
Jika itu benar, sikap skeptis kaum muda patut dimaklumi karena sikap politisi yang semakin jauh dari kejujuran dan moralitas.
Mungkin ada benarnya diskusi di ruang-ruang ngopi, bahwa perpolitikan merupakan sesuatu yang kotor, patut untuk dijauhi bagi sesiapa saja.
Potret politik mutakhir di Indonesia telah identik dengan kecurangan, tidak bermoral, dan kotor yang mengindikasikan adanya kesenjangan yang dilakukan para politisi.
Kesenjangan itu tidak hanya dilakukan oleh politisi dengan tingkat pengetahuan yang rendah, tetapi juga dilakukan oleh politisi yang punya basis pengetahuan dan tingkat kesalehan yang memadai.
Terus bagaimana dengan kaum muda dalam menentukan sikap politiknya, apakah sikap skeptis dan apatis mampu keluar dari persoalan perpolitikan dewasa ini?
Bukankah beberapa diantara kaum muda telah turut terlibat dalam kontestasi pemilu mendatang, bahkan keterlibatan kaum muda telah sampai pada taraf puncak kontestasi perpolitikan, apakah itu belum cukup merepresentasikan kaum muda dalam kanca perpolitikan?
Kita tidak benar-benar yakin menitipkan nasib kaum muda pada politisi muda pada era sekarang ini, yang dengan mudah terdegradasi dan berafiliasi dengan politisi berwatak korup.
Dan tentu kita tidak pernah betul-betul lupa peristiwa gemilang peran anak muda dalam perpolitikan Indonesia, ia telah berkontribusi besar dalam membebaskan bangsa dari belenggu kolonialisme dan imperialisme Barat.
Kita kenal bersama bagaimana peran Sutan Syahrir, Tan Malaka, Natsir, Hatta, dan lainnya telah menghabiskan separuh hidupnya untuk mengurusi permasalahan bangsa.
Namun perkembangan politik tidak pernah diprediksi dengan baik, menyandingkan politisi muda hari ini dengan era pra kemerdekaan adalah keputusan yang gegabah.
Politisi sebagai representatif rakyat tidak lagi hadir sebagai jawaban atas permasalahan politik bangsa ini.
Kompleksitas permasalahan politik bangsa ini semakin caruk-maruk dengan ptaktek yang tidak beretika dan bermoral, apesnya lagi praktek-praktek seperti itu tidak hanya dialami oleh para politisi, justru menyeret masyarakat ke dalam pola seperti itu.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.