Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Akhir Perjuangan Lukas Enembe Mantan Gubernur Papua Melawan Sakit

Perjuangan Lukas Enembe Mantan Gubernur Papua melawan sakit berakhir Selasa (26/12/2023) pukul 10.45 WIB

Editor: Ari Maryadi
Tribunnews
Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi Lukas Enembe usai menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (6/9/2023). Lukas Enembe meninggal dunia, Selasa (26/12/2023), di RSPAD. 

TRIBUN-TIMUR.COM -- Perjuangan Lukas Enembe melawan sakit berakhir.

Mantan Gubernur Papua itu meninggal dunia, Selasa (26/12/2023) pukul 10.45 WIB.

Lukas Enembe menghembuskan napas terakhir setelah sekian lama berjuang melawan sakit.

Ia tutup usia di umur 56 tahun di RSPAD Gatot Soebroto.

Kepala RSPAD Gatot Soebroto, Letjen TNI dr Albertus Budi Sulistya membenarkan kabar duka kepergian Lukas Enembe.

"Benar (meninggal dunia) pukul 10.45 WIB," kata Budi saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Selasa (26/12/2023).

Diketahui, sejak kasus korupsi yang menjerat Lukas bergulir, mantan Gubernur Papua ini beberapa kali mangkir pemeriksaan karena mengaku sakit.

Bahkan, pada November 2022 silam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 'rela' terbang jauh-jauh ke kediaman Lukas di Kota Jayapura, Papua, untuk memeriksa pria kelahiran 1967 itu.

Tak tanggung-tanggung, KPK turut membawa serta tim dokter independen dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk memeriksa kesehatan Lukas.

Saat dibawa ke Jakarta dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pada 10 Januari 2023, Lukas langsung dirawat di RSPAD Gatot Soebroto dibawah pengawasan KPK.

"Tim dokter RSPAD memutuskan, menyimpulkan bahwa terhadap tersangka Lukas Enembe diperlukan perawatan sementara di RSPAD," kata Ketua KPK saat itu, Firli Bahuri, Selasa (10/1/2023) malam.

Lalu, seperti apa riwayat penyakit Lukas Enembe?

Pada persidangan yang digelar tanggal 1 Agustus 2023, tim pemeriksa kesehatan dari IDI membeberkan kondisi kesehatan Lukas.

Keterangan itu disampaikan usai Lukas menjalani pemeriksaan kesehatan pada 28 Juli 2023, sebagai second opinion yang diajukan KPK.

Tim Pemeriksa IDI yang dipimpin Spesialis Penyakit Dalam Subspesialis Hematologi-Onkologi (kanker), Prof Zubairi Djoerban mengatakan, Lukas saat itu telah menjalani pemeriksaan secara komprehensif.

"Terperiksa adalah seorang laki-laki berusia 56 tahun, sadar penuh dan kooperatif," kata Jaksa saat membacakan hasil pemeriksaan kesehatan second opinion Lukas di hadapan hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (1/8/2023).

Saat itu, IDI menyampaikan Lukas memiliki riwayat penyakit stroke non-pendarahan hingga gagal ginjal kronik stadium 5.

Berikut ini hasil pemeriksaan dalam yang dilakukan IDI terhadap Lukas saat itu:

- Riwayat stroke non-pendarahan dengan gejala sisa;

- Diabetes melitus tipe 2 terkontrol tanpa obat;

- Hipertensi dengan penyakit jantung koroner tanpa tanda-tanda gagal jantung;

- Penyakit ginjal kronik stadium 5 atau stadium akhir akibat komplikasi diabetes melitu. Dianjurkan hemodialisis, namun Lukas dan keluarganya tidak merespons;

- Kondisi gambaran kekurangan sel darah merah atau klinis anemia ringan;

Selain pemeriksaan dalam, pemeriksaan fisik juga dilakukan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, IDI tidak menemukan adanya kondisi gawat darurat pada Lukas.

Meski demikian, Lukas disarankan menjalani pengobatan secara rutin untuk mencegah kondisinya memburuk.

"Semua hal tersebut dapat dilakukan dengan pengobatan secara rawat jalan sebagaimana saran tim treating doctors, demi mencegah terjadinya pemburukan kondisi kesehatan serta mempertahankan keselamatan dan kualitas hidup terperiksa," terang Jaksa membacakan second opinion.

Ginjal Sudah Tidak Berfungsi

Ketua Tim Penasihat Hukum Lukas Enembe, OC Kaligis, membeberkan kondisi kliennya sebelum meninggal dunia.

Menurut OC Kaligis, Lukas meninggal dunia karena kondisi ginjal yang sudah tidak berfungsi.

"Sudah meninggal tadi jam 10. Kenapa? Karena ginjalnya itu enggak berfungsi," ujarnya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Selasa.

Tiga hari sebelum dinyatakan meninggal, Lukas Enembe disebut-sebut mengalami pembengkakan di sekujur tubuh.

Hal itu disebut OC juga memberikan pengaruh terhadap asupan makan kliennya.

"Sebelum meninggal 3 hari sebelumnya sudah bengkak semua, sudah enggak berfungsi ginjalnya."

"Sehingga makanan jadi racun dan terjadi pembengkakakn," pungkasnya.

Pernah Diterpa Hoaks

Sebelumnya, Lukas Enembe pernah diterpa hoaks atau kabar palsu yang mengatakan dirinya telah meninggal dunia.

Saat itu, kuasa hukum Lukas, PEtrus Bala Pattyona, membantah kabar tersebut.

"Sebagai Penasihat Hukum Lukas Enembe yang rutin mengunjungi beliau di Pavilion Kartika RSPAD, dengan tegas menyatakan bahwa info meninggalnya Bapak Lukas Enembe itu tidak benar," kata Petrus lewat keterangan tertulis kepada Tribunnews.com, Rabu (15/11/2023).

"Kondisi beliau hari ini (15/11) setelah saya menanyakan ke adik-adik dari Papua yang menemani beliau di RSPAD tidak terjadi apa-apa, beliau baru selesai makan," imbuhnya.

Petrus bercerita pada Selasa (14/11/2023), ia menemani Lukas Enembe untuk cuci darah yang keenam kalinya.

ia menyebut Lukas Enembe melakukan cuci darah saban 3-4 jam berdasarkan saran dokter di RSPAD Gatot Soebroto.

"Kemarin pukul 17.00 saya masih menemani beliau ke ruang tindakan RSPAD untuk cuci dari keenam kalinya yang dilakukan sejak 29 Oktober, setelah beliau diyakinkan oleh tim dokter dari Singapura pada tanggal 28 Oktober 2023," kata dia.

Sempat Diperberat Hukumannya

Pada Rabu (6/12/2023) lalu, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Lukas Enembe menjadi 10 tahun penjara.

Putusan ini menanggapi banding yang diajukan pihak Lukas.

Selain masa hukuman penjara yang diperpanjang, Majelis Hakim PT DKI Jakarta juga menambah hukuman denda Lukas menjadi Rp1 miliar.

Lalu, hukuman uang pengganti juga diperbanyak menjadi Rp47,8 miliar.

Uang pengganti itu harus dibayar dalam kurun waktu satu bulan sejak putusan inkrah atau berkekuatan hukum tetap.

Jika tidak dibayar dalam kurun waktu yang ditentukan, maka harta bendanya akan disita untuk menutupi uang pengganti.

"Mengadili, mengubah amar putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 53/pidsus-tpk/2023/pnjakartapusat sehingga amarnya berbunyi sebagai berikut menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 10 tahun," ujar Hakim Ketua, Herri Swantoro, saat membacakan putusan di PT DKI Jakarta, Rabu (6/12/2023).

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman pidana delapan tahun terhadap Lukas.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Lukas Enembe 8 tahun dan denda sejumlah Rp500 juta subsider 4 bulan," kata Ketua Majelis Hakim, Rianto Adam Pontoh, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (19/10/2023).

Majelis Hakim menyatakan Lukas telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan gratifikasi sebagaimana dakwaan pertama dan kedua penuntut umum.

Lukas terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP dan Pasal 12 huruf B UU Tipikor.

"Menghukum terdakwa membayar uang pengganti Rp19.690.793.900 paling lama 1 bulan setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap."

"Apabila dalam waktu tersebut tidak mampu membayar, maka harta bendanya disita dan dilelang jaksa untuk menutupi uang pengganti," ucap hakim.

"Jika harta benda tidak mencukupi menutupi uang pengganti, maka diganti dengan pidana 2 tahun penjara," sambung hakim.

Majelis Hakim turut mencabut hak politik Lukas selama 5 tahun ke depan.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Rizki Sandi Saputra/Rina Ayu/Ashri Fadilla/Ilham Rian Pratama)

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved